By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

Jalan Terjal Profesi Pendidik: Konsepsi Perjuangan dan Sasaran Konstruktif Memaknai Hari Guru Nasional

Marhaenist Indonesia
Marhaenist Indonesia Diterbitkan : Rabu, 27 November 2024 | 00:12 WIB
Bagikan
Waktu Baca 5 Menit
Presiden Sukarno berbincang dengan murid-murid Sekolah Rakyat di Bone, Sulawesi Selatan 9 Oktober 1953. ANRI/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Sangat tersanjung apabila kita melihat gagasan dasar yang telah dibangun didalam UUD 1945. Pada alineanya yang keempat termuat salah satu nilai atau poin penting yang telah digagas sebagai salah satu mekanisme atau mesin perubahan untuk mengkonstruksi tatanan masyarakat negara ini. Tujuan negara yang digagas itu merupakan bentuk upaya negara untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Contents
“Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” Terang Dalam Kegelapan

Konsepsi ini melahirkan sebuah paradigma sederhana bahwa hadirnya negara merupakan bagian dari upaya dalam merealisasikan keberlangsungan hidup warga masyarakat melalui pintu gerbang “pendidikan”. Lalu pertanyaannya siapakah yang menjadi pilar utama yang berada langsung dalam Medan perjuangan untuk memperjuangkan cita-cita dari visi pedagog ini? Jawabannya ialah para tenaga pendidik yakni para guru.

Situasi pendidikan di negara Indonesia tengah berada pada krisis subtansial. Dimana dalam praktiknya muncul sebuah kegagalan dalam menerjemahkan situasi persoalan endemik dalam negeri yang berada dalam ruang lingkup pendidikan. Hal  tentu berimplikasi pada keterlambatan dalam merekonstruksi tipologi pendidikan yang tengah diwarnai dengan dinamika konflik. Terkhususnya mengenai persoalan nasip para tenaga pendidik yakni para guru yang menjadi fokus perhatian, berkaitan dengan isu pemberdayaan dan kesejahteraan para guru.

 

“Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” 

Ungkapan ini sering kali kita dengar apa bila kita berbicara mengenai peran seorang guru. Disandingkan bagai seorang pahlawan tentu dapat dipahami bahwa seorang guru memiliki peran yang sangat signifikan dalam kemajuan nusa dan bangsa. Namun disamping itu, ungkapan ini justru bekonotasi negatif yang menimbulkan pemaknaan yang ambigu. Itu artinya ungkapan ini melahirkan pemaknaan yang heterogen dan mengandung dua kenyataan berbeda.

Disatu sisi Guru menjadi “pahlawan” yang merupakan penyematan untuk menghargai dedikasi dan partisipasi guru dalam kemajuan negara. Namun disini lain, Guru adalah “pahlawan yang dilupakan” karena ketiadaan imbal jasa yang sepadan dan layak atas perjuangan seorang guru. Kesejahteraan para guru terabaikan dan mungkin juga aspirasinya tak didengarkan.

Baca Juga:   Kemerdekaan Yang Tidak Pasti: Potret Kekerasan Perempuan Tak Kunjung Usai

Kondisi ini merupakan “jalan terjal” bagi para tenaga pendidik yang terus-menerus menjadi bagian dari ketimpangan sosial di negara ini. Persoalan ini terus tumbuh dan  opis solutif yang dicapai pun belum semaksimal mungkin untuk memperjuangkan hak-hak dari para guru. Bagai langit yang tak berujung, penegakan terhadap hak-hak para guru pun hingga kini juga belum terselesaikan. Dewasa ini banyak kita temui beragam polemik yang berkaitan dengan isu tenaga kependidikan. Permasalahannya ini menjadi isu krusial yang tidak hanya menjustifikasi kehidupan tenaga kependidikan. Disamping itu, muncul juga ketidakberdayaan dari para tenaga pendidik.

Miris melihat banyak dari sekian guru di Indonesia yang nasibnya tak diperhatikan. Para guru seringkali dituntut untuk memiliki profesionalisme dan kualitas yang meyakinkan. Dimana mereka harus mempunyai semangat etos kerja dan daya saing yang berkompeten dalam menjawab beragam tantangan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bentuk dari kewajibannya. Namun sangat disayangkan, bahwa sampai detik ini pun banyak dari para guru yang belum dihargai perjuangannya. Seringkali upah yang diterima tidak sebanding dengan tanggung jawab dan pengabdian mereka. Ada pula nasib para guru yang sering kali mendapat perlakuan yang tidak adil.

 

Terang Dalam Kegelapan

Dalam memaknai hari guru yang diperingati  setiap tanggal 25 November tentu harus dilihat juga mengenai arti dari guru itu sendiri. Kata “guru” berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri atas kata “gu” yang artinya kegelapan dan kata “ru” yang artinya terang. Kata ini mengalami proses pemaknaan yang kemudian dimaknai sebagai “terang dalam kegelapan”.

Peran guru perlu dimaknai sebagai garda terdepan dari bagian usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kehadiran guru menjadi momen penting dalam menentukan arah dan nasib bangsa ini kedepannya. Bangsa yang maju tentu tak terlepas dari peran para guru. Bagai terang dalam gelapnya dunia, para guru hadir sebagai penuntun setiap jejak langkah dan juga peristiwa untuk sampai pada cita-cita bangsa ini.

Baca Juga:   Materialisme Ala Karl Marx dan Syech Siti Jenar

Terlebih lagi kalau kita melihat kegigihan dan perjuangan para guru yang ada di daerah 3T yakni daerah terdepan, terpencil dan terluar. Walaupun dengan segala keterbatasan faktor penunjang yang ada baik itu fasilitas atau kelayakan yang diterima secara personal maupun bersifat publik. Para guru senantiasa memaksimalkan mungkin komitmen mereka untuk terus melangkah dan memberikan cahaya pada setiap sisi jalan yang gelap. Hal ini membuktikan bahwa semangat yang hidup dalam hati setiap  insan tenaga pendidik tidak bisa dihancurkan hanya dengan hasrat untuk kepentingan pribadi semata.


Penulis: Valention Sukarto Patihuriq, Kader GmnI Hukum UWKS Surabaya.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Foto: Desain Grafis oleh SP-NTT/MARHAENIST
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Senin, 25 Agustus 2025 | 17:44 WIB
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:34 WIB
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:28 WIB
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
Minggu, 24 Agustus 2025 | 21:13 WIB
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait
Sabtu, 23 Agustus 2025 | 19:24 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Peringati HUT Kemerdekaan RI, DPC GMNI Touna dan DPK GMN Bung Tomo Manajenen Gelar Nobar Sekaligus Bedah Film bersama Masyarakat
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Kabar GMNI

Raker DPD GMNI Jatim: Digitalisasi sebagai Upaya Penguatan Organisasi

Marhaenist.id, Surabaya - Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Jawa Timur…

Kabar GMNI

Kawal Putusan MK, GMNI Airlangga Inisiasi Gerakan Demonstrasi Respons Kemelut RUU Pilkada

MARHAENIST - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia atau GMNI Airlangga bersiap melakukan aksi…

Opini

Teror Kepala Babi dan Tikus: Pembungkaman Jurnalisme Investigatif yang Kritik Terhadap Kekuasaan

Marhaenist.id - Terlihat beberapa bangkai tikus yang telah dipenggal sebagai bagian dari…

Manifesto

Analisa Kelas-Kelas Dalam Masyarakat Tiongkok, Mao Zedong

Marhaenist - Mao Zedong, seorang tokoh revolusioner dan pemimpin China yang kontroversial,…

Kabar GMNIKabar PA GMNI

Berharap Dualisme Segera Berakhir, Dua Alumni GMNI Dukung adanya Kongres Persatuan

Marhaenist.id - Perpecahan antara kubu Imanuel Cahyadi/Soejahri Somar dan Arjuna Putra Aldino/M.…

Sukarnoisme

Menelisik Kunjungan Bung Karno ke AS 16 Mei 1956

Marhaenist.id - Bung Karno tiba di Washington dengan menggunakan pesawat pribadi Presiden…

Kabar GMNI

GMNI Situbondo Gelar Dies Natalies ke 71 dengan Berbagi Takjil dan Diskusi

Marhaenist.id, Situbondo - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Situbondo menggelar kegiatan Dies…

ArtikelHistorical

Ibu, Ibu, dan Sejarah Hari Ibu

Marhaenist.id - Setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Peringatan Hari…

Kabar GMNI

Resmikan Sekretariat Gotong-Royong GMNI Banyuwangi, Rifqi Nuril Huda: Ini Siap Jadi Pusat Penguatan Intelektual Kader

Marhaenist.id, Banyuwangi - Sekretariat Gotong Royong Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Banyuwangi di…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?