Proses Historis: Dari Militerisme Orde Baru Ke Reformasi Yang Mandeg
Sejarah Indonesia pasca-kemerdekaan tidak bisa dilepaskan dari peran dominan militer dalam politik dan pemerintahan. Pada masa Orde Baru (1966-1998), TNI (dulu ABRI) menjadi pilar utama rezim otoritarian melalui doktrin Dwi Fungsi ABRI, yang melegitimasi intervensi militer di segala aspek kehidupan berbangsa.
- Era Orde Baru:
Militer tidak hanya bertugas di bidang pertahanan, tetapi juga menguasai pos-pos strategis di pemerintahan, bisnis, dan parlemen. Polri (waktu itu masih bagian dari ABRI) berfungsi sebagai alat represi rezim, termasuk dalam pembungkaman demokrasi, penculikan aktivis, dan pelanggaran HAM berat seperti peristiwa Tanjung Priok (1984), Talangsari (1989), dan penembakan mahasiswa Trisakti (1998).
- Reformasi 1998 dan Janji Demiliterisasi:
Pasca-keruntuhan Soeharto, tuntutan reformasi total termasuk penghapusan Dwi Fungsi ABRI dan pemisahan Polri dari TNI (1999). TNI secara resmi ditarik dari politik praktis, tetapi warisan struktural dan budaya militerisme tetap hidup melalui doktrin “Peran Politik TNI” yang terselubung.
- Kemunduran Demokrasi Pasca-Reformasi:
UU TNI No. 34/2004 tidak sepenuhnya memutus mata rantai militerisme, karena masih membuka celah intervensi sipil melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Polri gagal bereformasi menjadi institusi yang profesional dan akuntabel, terbukti dari maraknya kasus kekerasan aparat, impunitas, dan politisasi kepolisian (contoh: penanganan demo buruh, kriminalisasi aktivis, hingga represi mahasiswa). RUU Kepolisian yang sedang digodok justru mengancam demokrasi dengan memperluas kewenangan represif Polri tanpa pengawasan memadai.
Berdasarkan proses historis di atas, GMNI Cabang Jakarta Selatan menilai:
UU TNI dan RUU Kepolisian adalah bentuk kemunduran reformasi yang mengembalikan Indonesia ke pola Orde Baru. Tanpa reformasi sejati, TNI/Polri akan terus menjadi alat kekuasaan, bukan pelindung rakyat. Gerakan mahasiswa memiliki tanggung jawab sejarah untuk melanjutkan perjuangan 1998 dalam menegakkan civilian supremacy.
TUNTUTAN GMNI CABANG JAKARTA SELATAN:
1. Cabut UU TNI dan Tolak RUU Kepolisian!
Kembalikan TNI ke BARAK dan pada fungsi pertahanan murni, hapuskan OMSP yang sarat intervensi sipil dan Tolak RUU Kepolisian yang mengancam kebebasan sipil dan mengukuhkan represi.
2. Reformasi Kepolisian yang Demokratis!
Polri harus belajar dari sejarah kelam sebagai alat rezim dan bertransformasi menjadi institusi yang melayani publik.
3. Wujudkan Supremasi Sipil!
Kita tidak boleh mengulang kesalahan Orde Baru yang membiarkan militer menguasai kehidupan demokrasi.
Jakarta, 05 Maret 2025
Hormat kami,
Dewan Pimpinan Cabang
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
(GMNI)
Jakarta Selatan
Deodatus Sunda Se (Ketua GMNI Jaksel
Erdison (Sekretaris GMNI Jaksel)