Marhaenist.id – Kasus di Kabupaten Kepulauan Meranti, di mana Dana Alokasi Khusus (DAK) digunakan sebagai bagian dari kampanye politik Bupati yang mencalonkan diri kembali, menimbulkan pertanyaan besar tentang pemahaman dan fungsi DAK itu sendiri. Penerimaan DAK sering kali diglorifikasi oleh pemerintah daerah sebagai prestasi, padahal secara hukum dan substansi, DAK bukanlah bentuk penghargaan atau hasil keberhasilan suatu daerah.
- DAK Bukan Prestasi, Melainkan Bantuan
Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta UU Nomor 1 Tahun 2022, DAK merupakan dana bantuan yang dialokasikan pemerintah pusat untuk menangani kebutuhan spesifik di daerah yang memiliki urgensi, seperti kemiskinan, infrastruktur yang rusak, pendidikan, dan kesehatan. Alokasi DAK didasarkan pada indikator-indikator objektif yang mencerminkan masih adanya masalah mendesak di daerah tersebut.
Dalam hal ini, penerimaan DAK di Kabupaten Kepulauan Meranti menunjukkan bahwa daerah ini masih memiliki tantangan besar dalam hal pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, dan ekonomi. Penerimaan DAK bukanlah hasil dari pengelolaan ekonomi daerah yang baik, melainkan sebuah pengakuan dari pemerintah pusat bahwa daerah tersebut masih memerlukan bantuan untuk mengatasi masalah-masalah kritis. Dengan demikian, menjadikan penerimaan DAK sebagai bahan kampanye politik adalah tindakan yang tidak tepat dan cenderung menyesatkan publik.
- Kampanye yang Menyesatkan
Penggunaan narasi DAK sebagai “kesuksesan” Bupati dalam kampanye politiknya di Kabupaten Kepulauan Meranti, yang mencalonkan diri kembali, tidak hanya memanipulasi fakta, tetapi juga bertentangan dengan tujuan utama dari DAK. DAK tidak diberikan sebagai penghargaan atas kinerja pemerintah daerah, melainkan sebagai bantuan untuk memperbaiki kekurangan yang masih ada. Dengan menggunakan DAK sebagai bahan kampanye, seolah-olah menunjukkan bahwa Bupati berhasil mengelola daerah dengan baik, padahal justru sebaliknya—DAK diterima karena adanya masalah yang memerlukan perhatian segera. Klaim keberhasilan melalui penerimaan DAK ini juga mengaburkan perbedaan antara DAK dan Dana Bagi Hasil (DBH). DBH merupakan bentuk nyata dari prestasi ekonomi daerah, di mana dana tersebut dihasilkan dari kontribusi ekonomi daerah terhadap pendapatan nasional melalui pajak atau sumber daya alam. Jika sebuah daerah menerima DBH yang besar, itu menunjukkan keberhasilan pengelolaan ekonomi daerah tersebut. Sementara itu, DAK justru mencerminkan bahwa daerah tersebut masih tergolong tertinggal dan memerlukan bantuan.
- Fokus Seharusnya pada Peningkatan Kemandirian Ekonomi
Alih-alih menggunakan DAK sebagai alat politik, pemerintah daerah seharusnya fokus pada bagaimana memanfaatkan DAK secara efektif untuk menyelesaikan permasalahan spesifik yang dihadapi. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti harus berupaya meningkatkan kemandirian ekonomi daerah melalui kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan berkelanjutan.
Dengan begitu, ketergantungan terhadap bantuan pusat, seperti DAK, dapat berkurang seiring dengan peningkatan pendapatan asli daerah dan peningkatan DBH yang lebih mencerminkan prestasi ekonomi. DAK seharusnya digunakan sebagai solusi sementara untuk memperbaiki masalah-masalah mendesak, bukan dijadikan bahan kampanye yang menyesatkan. Dalam jangka panjang, pemerintah daerah perlu membangun strategi yang lebih solid untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi di tingkat lokal, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada bantuan pusat dan menunjukkan prestasi yang sesungguhnya melalui peningkatan DBH.
- Kesimpulan: Penggunaan DAK sebagai Kampanye adalah Manipulasi
Penggunaan DAK sebagai alat kampanye di Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan tindakan yang tidak tepat dan menyesatkan. DAK tidak boleh dianggap sebagai hasil dari keberhasilan pemerintah daerah, tetapi sebagai pengingat bahwa daerah tersebut masih memerlukan bantuan untuk mengatasi berbagai tantangan. Pemerintah daerah seharusnya fokus pada bagaimana menggunakan DAK secara optimal untuk menyelesaikan masalah, bukan menggunakannya untuk menciptakan kesan keberhasilan politik yang palsu. Kesuksesan daerah sejati akan tercermin dari pengurangan ketergantungan pada DAK dan peningkatan penerimaan DBH yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi yang sehat dan mandiri.
Penulis: Eko Zaiwan, Peneliti Presisi45 (Alumni GMNI).