Marhaenist – Nama Marhaen menjadi legenda dalam sejarah politik Indonesia. Soekarno menciptakan suatu ideologi bernama Marhaenisme.
Marhaen adalah seorang petani sederhana yang ditemui Soekarno secara tidak sengaja. Soekarno menemukan seorang petani berbaju lusuh yang sedang bekerja di sawah tahun 1920an di Bandung. Hal ini dikisahkan dalam buku Biografi Soekarno yang ditulis Cindy Adams.
Saat itu Soekarno bolos kuliah dan berkeliling Bandung dengan sepedanya. Di sebuah sawah dengan luas kurang dari sepertiga hektar, seorang petani sibuk bekerja. Soekarno kemudian menyapa petani itu.
“Siapa pemilik sawah ini?” tanya Soekarno.
“Saya juragan. Ini tanah turun temurun. Diwariskan dari orangtua,” jawab petani itu.
Lalu bajak dan cangkul itu, apa punyamu?
“Iya, gan.”
Lalu hasilnya untuk siapa?
“Untuk saya gan, hasilnya hanya cukup untuk hidup sehari-hari,” kata petani itu.
“Kemudian aku menanyakan nama petani muda itu. Dia menyebut namanya, Marhaen. Marhaen adalah nama umum seperti Smith dan Jones. Di saat itu cahaya ilham melintas di otakku. Aku akan memakai nama itu untuk menamai semua orang Indonesia yang bernasib malang seperti dia. Semenjak saat itu kunamakan rakyatku, Marhaen,” kata Soekarno.
Para petani berusaha di atas tanah yang sangat kecil. mereka korban feodalisme, diperas para bangsawan selama berabad-abad. Rakyat dipaksa mengikuti pola ekonomi imperialisme dimana hanya bisa memenuhi kebutuhannya sekedar untuk makan.
“Seorang Marhaen adalah orang yang memiliki alat-alat yang sedikit, orang kecil dengan milik kecil, dengan alat-alat kecil, sekadar cukup untuk dirinya sendiri. Bangsa kita yang puluhan juta jiwa, yang sudah dimelaratkan, bekerja bukan untuk orang lain dan tidak ada orang bekerja untuk dia. Tidak ada pengisapan tenaga seorang oleh orang lain. Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam praktik,” kata Soekarno.
“Perkataan Marhaenisme adalah lambang dari penemuan kembali kepribadian nasional kami,” kata Soekarno lantang.***
Dikumpulkan dari berbagai sumber.