By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Gelar Sarasehan, GMNI Surabaya: Teguhkan Persatuan Kader, Akhiri Dualisme Kepemimpinan
Resmi Dilantik, DPC GMNI Halut Komitmen Kawal Kebijakan Pemda yang Pro Rakyat
Arjuna Putra Aldino Lantik Pengurus DPC GMNI Halut Periode 2025-2027
DPD PA GMNI Kaltim Tolak Pemangkasan DBH yang Dinilai Sangat Tidak Adil
Tambang Rampok Hak Rakyat, Ketua PA GMNI Kaltim Desak Presiden Prabowo Hentikan Operasi 13 Perusahaan Raksasa

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

PDI-P dan Revisi UU TNI

La Ode Mustawwadhaar
La Ode Mustawwadhaar Diterbitkan : Senin, 17 Maret 2025 | 18:16 WIB
Bagikan
Waktu Baca 5 Menit
Ilustrasi PDIP dan Revisi UU TNI/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Dengan adanya penolakan masyarakat terhadap revisi Undang-Undang TNI, PDI-P seharusnya tidak memimpin atau bahkan menjadi bagian dari pembahasan tersebut, apalagi sampai mengambil peran sebagai ketua Panitia Kerja (Panja), melainkan seharusnya berdiri bersama rakyat yang menolak.

PDI-P, sebagai partai besar dengan sejarah panjang dalam politik Indonesia, memang terlihat berada dalam posisi dilematis dalam situasi ini.

Di satu sisi, PDI-P secara historis sering memposisikan diri sebagai partai yang pro-rakyat dan kritis terhadap isu-isu yang dianggap bertentangan dengan semangat reformasi, termasuk potensi kembalinya dwifungsi TNI sebagaimana dikhawatirkan banyak pihak dalam revisi UU TNI ini.

Penolakan masyarakat sipil, seperti yang digaungkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (terdiri dari organisasi seperti KontraS, YLBHI, dan lainnya), menyoroti risiko revisi ini melemahkan profesionalisme TNI dan membuka peluang militer masuk ke ranah sipil, sesuatu yang bertolak belakang dengan capaian reformasi 1998.

Namun, di sisi lain, PDI-P saat ini berada dalam posisi institusional sebagai bagian dari DPR, di mana Utut Adianto sebagai kader PDI-P, menjadi Ketua Komisi I sekaligus Ketua Panja RUU TNI.

Hal lain yang perlu diperhatikan dari pembahasan revisi UU ini yaitu pembahasan dilakukan di Hotel Fairmont, yang menuai kritik karena dianggap tidak transparan, boros, dan jauh dari semangat efisiensi anggaran yang digaungkan pemerintah.

Fakta bahwa PDI-P memimpin proses ini, bahkan di tengah penolakan publik, bisa dilihat sebagai kontradiksi dengan citra partai yang kerap mengklaim berada di sisi rakyat.

Menurut saya, terdapat beberapa alasan mengapa PDI-P tidak keluar dari pembahasan ini dan malah menjadi bagian sentral:

Pertama, sebagai partai dengan jumlah kursi signifikan di DPR (meskipun kalah dominan dibandingkan koalisi pemerintah), PDI-P memiliki tanggung jawab legislatif untuk terlibat dalam setiap proses pembuatan undang-undang, termasuk yang kontroversial seperti RUU TNI. Keluar dari pembahasan bisa dianggap meninggalkan tanggung jawab institusional, yang justru akan melemahkan posisi mereka di parlemen.

Baca Juga:   Perubahan Aturan dan Konsolidasi Kekuasaan di Era Pemerintahan Jokowi: Sebuah Analisis Hukum dan Politik

Kedua, PDI-P mungkin melihat keterlibatan dalam Panja sebagai cara untuk mempengaruhi arah revisi UU TNI dari dalam, ketimbang hanya menjadi penutup suara di luar. Dengan menjadi ketua Panja, PDI-P bisa mencoba mengarahkan substansi revisi agar tidak sepenuhnya bertentangan dengan semangat reformasi, meskipun ini belum terlihat efektif mengingat kritik tajam dari masyarakat sipil terhadap draf yang ada menggambarkan situasi berlawanan.

Foto: Edi Subroto, Alumni GMNI Yogyakarta/MARHAENIST.

Ketiga, PDI-P bukan monolitik. Ada faksi-faksi di dalamnya, dan tidak semua kader atau pimpinan memiliki sikap yang sama. Utut Adianto, misalnya, dalam pernyataannya menegaskan bahwa revisi ini dilakukan untuk kepentingan bangsa dan bukan untuk mengembalikan dwifungsi TNI, sembari menyebut penolakan berasal dari “trauma masa lalu.”

Sikap tersebut tentu saja berbeda dengan beberapa kader PDI-P lain, seperti Deddy Sitorus, yang secara terbuka mengkritik revisi UU TNI agar tidak melenceng dari profesionalisme militer.

Ketua Panja dari PDI-P bisa jadi mencerminkan faksi yang lebih pragmatis atau kompromistis dibandingkan faksi yang lebih ideologis.

Namun demikian, keterlibatan PDI-P dalam Panja—terlebih dengan cara yang dianggap tidak sensitif seperti rapat di hotel mewah—bisa dilihat sebagai pengkhianatan terhadap aspirasi rakyat.

Jika PDI-P benar-benar ingin konsisten dengan citra pro-rakyat, mereka bisa mengambil langkah tegas dengan menolak terlibat dalam pembahasan, atau setidaknya mendesak agar prosesnya dilakukan secara terbuka dan melibatkan publik, bukan di ruang tertutup yang sulit diakses.

Dengan tetap memimpin Panja, PDI-P justru tampak sebagai bagian dari elit politik yang terpisah dari suara rakyat, bahkan ketika masyarakat sipil secara fisik mendatangi lokasi rapat untuk memprotes.

PDI-P tentu saja bisa memilih keluar dari pembahasan dan bergabung dengan barisan rakyat yang menolak, seperti halnya yang pernah dilakukan dulu di era SBY sewaktu menyikapi kenaikan BBM, apalagi jika mereka ingin mempertahankan kredibilitas sebagai partai yang memperjuangkan demokrasi dan reformasi.

Baca Juga:   Materialisme Ala Karl Marx dan Syech Siti Jenar

Namun, realitas politik—baik kepentingan institusional, strategi internal, maupun tekanan dari koalisi besar pemerintah—mungkin membuat PDI-P memilih bertahan di dalam proses ini, meskipun hal itu berarti menghadapi tuduhan inkonsistensi atau kompromi dengan kekuatan luar parlemen yang mengkritiknya.***


Penulis: Edi Subroto, Alumni GMNI Yogjakarta.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Gelar Sarasehan, GMNI Surabaya: Teguhkan Persatuan Kader, Akhiri Dualisme Kepemimpinan
Senin, 13 Oktober 2025 | 21:26 WIB
Resmi Dilantik, DPC GMNI Halut Komitmen Kawal Kebijakan Pemda yang Pro Rakyat
Senin, 13 Oktober 2025 | 20:59 WIB
Arjuna Putra Aldino Lantik Pengurus DPC GMNI Halut Periode 2025-2027
Senin, 13 Oktober 2025 | 14:51 WIB
DPD PA GMNI Kaltim Tolak Pemangkasan DBH yang Dinilai Sangat Tidak Adil
Senin, 13 Oktober 2025 | 12:24 WIB
Tambang Rampok Hak Rakyat, Ketua PA GMNI Kaltim Desak Presiden Prabowo Hentikan Operasi 13 Perusahaan Raksasa
Senin, 13 Oktober 2025 | 11:36 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Gelar Konfercab Persatuan, Rifki Pratama dan Andi Supriyanto Resmi Pimpin GMNI Bima
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Polithinking

Bawaslu: Pengawas Pemilu atau Mitos Demokrasi?

Marhaenist.id-Seperti halnya urban legend yang sering terdengar kuat di permukaan tetapi sulit…

Kabar GMNI

DPD GMNI Gorontalo Desak Pemprov Segera Tindak TPA Talumelito: Lingkungan Terancam, Kesehatan Masyarakat Dipertaruhkan

Marhaenist.id, Gorontalo - Dewan Pimpinan Daerah (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Opini

Kolonialisme Baru: Negara Tersandera oleh Oligarkhi

Marhaenist.id - Yang sekarang terjadi adalah Pemerintah disandera (state capture) oleh kekuatan…

Opini

Hari Internasionalisasi Pancasila sebagai Spirit Pembangunan Semesta Berencana Nasional

Pandemi Covid-19, gempuran perang asimetris, menjadi ujian yang nyata bagi pertahanan dan…

Presiden FIFA Gianni Infantino memberikan kaos bertuliskan nama “Jokowi” kepada Presiden RI, usai pernyataan pers bersama di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (18/10/2022). Setkab/Rahmat
Infokini

Presiden FIFA Minta Persiapan Piala Dunia U-20 Ditangani Secara Profesional

Marhaenist - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama FIFA memastikan Piala Dunia U-20…

Opini

Mengenang Sejarah Hari Buruh: Tantangan dan Peluang Perjuangan di Era Digital

Marhaenist.id - Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional sebagai…

Kabar GMNI

Kecam Dualisme yang Belum Berakhir, DPC GMNI Kendari Desak Dilaksanakan Kongres Persatuan

Marhaenist.id, Kendari - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Kabar GMNI

DPC GMNI Bangka Desak Kapolri untuk Bebaskan 6 Massa Aksi #IndonesiaGelap yang Ditahan di Polres Balikpapan

Marhaenist.id, Bangka - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Alumni GMNI Waingapu.
Kabar GMNIOpini

Mari Satukan Langkah dan Hentikan Kebiasaan Mewariskan Perpecahan di GMNI!!!

Marhaenist.id - Sebagai alumni GMNI, saya merasa terpanggil untuk menyampaikan kegelisahan ini.…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?