By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

PDI-P dan Revisi UU TNI

La Ode Mustawwadhaar
La Ode Mustawwadhaar Diterbitkan : Senin, 17 Maret 2025 | 18:16 WIB
Bagikan
Waktu Baca 5 Menit
Ilustrasi PDIP dan Revisi UU TNI/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Dengan adanya penolakan masyarakat terhadap revisi Undang-Undang TNI, PDI-P seharusnya tidak memimpin atau bahkan menjadi bagian dari pembahasan tersebut, apalagi sampai mengambil peran sebagai ketua Panitia Kerja (Panja), melainkan seharusnya berdiri bersama rakyat yang menolak.

PDI-P, sebagai partai besar dengan sejarah panjang dalam politik Indonesia, memang terlihat berada dalam posisi dilematis dalam situasi ini.

Di satu sisi, PDI-P secara historis sering memposisikan diri sebagai partai yang pro-rakyat dan kritis terhadap isu-isu yang dianggap bertentangan dengan semangat reformasi, termasuk potensi kembalinya dwifungsi TNI sebagaimana dikhawatirkan banyak pihak dalam revisi UU TNI ini.

Penolakan masyarakat sipil, seperti yang digaungkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (terdiri dari organisasi seperti KontraS, YLBHI, dan lainnya), menyoroti risiko revisi ini melemahkan profesionalisme TNI dan membuka peluang militer masuk ke ranah sipil, sesuatu yang bertolak belakang dengan capaian reformasi 1998.

Namun, di sisi lain, PDI-P saat ini berada dalam posisi institusional sebagai bagian dari DPR, di mana Utut Adianto sebagai kader PDI-P, menjadi Ketua Komisi I sekaligus Ketua Panja RUU TNI.

Hal lain yang perlu diperhatikan dari pembahasan revisi UU ini yaitu pembahasan dilakukan di Hotel Fairmont, yang menuai kritik karena dianggap tidak transparan, boros, dan jauh dari semangat efisiensi anggaran yang digaungkan pemerintah.

Fakta bahwa PDI-P memimpin proses ini, bahkan di tengah penolakan publik, bisa dilihat sebagai kontradiksi dengan citra partai yang kerap mengklaim berada di sisi rakyat.

Menurut saya, terdapat beberapa alasan mengapa PDI-P tidak keluar dari pembahasan ini dan malah menjadi bagian sentral:

Pertama, sebagai partai dengan jumlah kursi signifikan di DPR (meskipun kalah dominan dibandingkan koalisi pemerintah), PDI-P memiliki tanggung jawab legislatif untuk terlibat dalam setiap proses pembuatan undang-undang, termasuk yang kontroversial seperti RUU TNI. Keluar dari pembahasan bisa dianggap meninggalkan tanggung jawab institusional, yang justru akan melemahkan posisi mereka di parlemen.

Baca Juga:   Strategi Golkar Menjaga Stabilitas di Tengah Pergantian Ketua Umum Menjelang Pilkada Serentak 2024

Kedua, PDI-P mungkin melihat keterlibatan dalam Panja sebagai cara untuk mempengaruhi arah revisi UU TNI dari dalam, ketimbang hanya menjadi penutup suara di luar. Dengan menjadi ketua Panja, PDI-P bisa mencoba mengarahkan substansi revisi agar tidak sepenuhnya bertentangan dengan semangat reformasi, meskipun ini belum terlihat efektif mengingat kritik tajam dari masyarakat sipil terhadap draf yang ada menggambarkan situasi berlawanan.

Foto: Edi Subroto, Alumni GMNI Yogyakarta/MARHAENIST.

Ketiga, PDI-P bukan monolitik. Ada faksi-faksi di dalamnya, dan tidak semua kader atau pimpinan memiliki sikap yang sama. Utut Adianto, misalnya, dalam pernyataannya menegaskan bahwa revisi ini dilakukan untuk kepentingan bangsa dan bukan untuk mengembalikan dwifungsi TNI, sembari menyebut penolakan berasal dari “trauma masa lalu.”

Sikap tersebut tentu saja berbeda dengan beberapa kader PDI-P lain, seperti Deddy Sitorus, yang secara terbuka mengkritik revisi UU TNI agar tidak melenceng dari profesionalisme militer.

Ketua Panja dari PDI-P bisa jadi mencerminkan faksi yang lebih pragmatis atau kompromistis dibandingkan faksi yang lebih ideologis.

Namun demikian, keterlibatan PDI-P dalam Panja—terlebih dengan cara yang dianggap tidak sensitif seperti rapat di hotel mewah—bisa dilihat sebagai pengkhianatan terhadap aspirasi rakyat.

Jika PDI-P benar-benar ingin konsisten dengan citra pro-rakyat, mereka bisa mengambil langkah tegas dengan menolak terlibat dalam pembahasan, atau setidaknya mendesak agar prosesnya dilakukan secara terbuka dan melibatkan publik, bukan di ruang tertutup yang sulit diakses.

Dengan tetap memimpin Panja, PDI-P justru tampak sebagai bagian dari elit politik yang terpisah dari suara rakyat, bahkan ketika masyarakat sipil secara fisik mendatangi lokasi rapat untuk memprotes.

PDI-P tentu saja bisa memilih keluar dari pembahasan dan bergabung dengan barisan rakyat yang menolak, seperti halnya yang pernah dilakukan dulu di era SBY sewaktu menyikapi kenaikan BBM, apalagi jika mereka ingin mempertahankan kredibilitas sebagai partai yang memperjuangkan demokrasi dan reformasi.

Baca Juga:   Jalan Terjal Profesi Pendidik: Konsepsi Perjuangan dan Sasaran Konstruktif Memaknai Hari Guru Nasional

Namun, realitas politik—baik kepentingan institusional, strategi internal, maupun tekanan dari koalisi besar pemerintah—mungkin membuat PDI-P memilih bertahan di dalam proses ini, meskipun hal itu berarti menghadapi tuduhan inkonsistensi atau kompromi dengan kekuatan luar parlemen yang mengkritiknya.***


Penulis: Edi Subroto, Alumni GMNI Yogjakarta.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Foto: Desain Grafis oleh SP-NTT/MARHAENIST
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Senin, 25 Agustus 2025 | 17:44 WIB
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:34 WIB
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:28 WIB
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
Minggu, 24 Agustus 2025 | 21:13 WIB
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait
Sabtu, 23 Agustus 2025 | 19:24 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Peringati HUT Kemerdekaan RI, DPC GMNI Touna dan DPK GMN Bung Tomo Manajenen Gelar Nobar Sekaligus Bedah Film bersama Masyarakat
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Opini

Studi Terhadap Prilaku Keserakahan, Seberapa Mengerikannya Manusia? (Bagian 2)

<<....Sambungan Hal ini juga terjadi pada kita selaku manusia, walau tidak dapat…

Opini

Rezim Hibrida Prabowo

MARHAENIST - Rezim hibrida adalah rezim kekuasaan yang memiliki semua institusi demokrasi…

Kabar GMNI

Gelar Dialog Interaktif, DPC GMNI Kendari Ulas Perspektif Pergerakan Perempuan di Masa Kini

Marhaenist.id, Kendari - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Infokini

Tur “Jejak Langkah Bung Hatta” sebagai Usaha Memperkuat Sejarah, Patriotisme, dan Integritas Anak Muda

Marhaenist.id, Jakarta - Tur Jejak Langkah Bung Hatta berbentuk kegiatan pameran, talkshow dan peresmian…

Infokini

Rusaknya Demokrasi, Puan: Karena Rakyat Tak Pernah Berkuasa

MARHAENIST - Banyak kritikan terhadap penyelenggaraan demokrasi di Indonesia yang dianggap telah…

Kabar GMNI

GMNI Binjai Pertanyakan Pembebasan 44 Orang Pemakai Narkoba yang Diamankan di Diskotik Bintang Biru, Ada Apa?

Marhaenist.id, Binjai - Beberapa waktu yang lalu Polres Binjai melakukan penggerebekan di…

Opini

Republik Pengantar Paket

Marhaenist.id - Sekarang marilah kita menyulam kembali ingatan kita tentang pengalaman pahit…

Opini

Ijazah yang Cacat, Rekam Akademik yang Tak Lagi Menyelamatkan

Marhaenist.id - Dalam hukum administrasi dan pidana, keaslian sebuah dokumen tidak bergantung…

Kabar GMNI

Kedepankan Spirit Gotong-Royong, GMNI Resmi Terbentuk di Bumi Lamaranginang

MARHAENIST - Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Indonesia Luwu Utara menggelar Pekan…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?