Marhaenist.id – Amar putusan Pengadilan yang mengabulkan petitum Imanuel itu tidak melihat secara Kontekstual dan hanya membaca Tekstual yang dituliskan dalam laporan gugatan sehingga memberikan jastifikasi yang subyektif (Tidak berkeadilan) bahwa Arjuna/Dendy telah melakukan perbuatan melawan hukum tanpa mengetahui ‘penyebabnya apa?’
Memahami Kontekstual dan Tekstual dalam Masalah Ini
Dalam gugatan masalah ini tidak diterangkan persoalan Kontekstualnya, dalam artian harus menemukan jawaban atas persolan ‘Apa yang menjadi penyebab Arjuna-Dendy melakukan hal yang dianggap tidak sesuai dengan AD/ART GMNI Tahun 2017/2019 di Hotel Amaris?’ Sementara secara Tekstual hanya berbicara bahwa mereka melakukan hal yang dianggap yang tidak sesuai dengan AD/ART GMNI dan tidak berbicara tentang ‘Penyebabnya apa?’.
Dalam proses hukum, antara penyebab (Kontekstual) dan apa yang ia lakukan hingga dianggap melanggar AD/ART GMNI (Tekstual) harus menjadi satu kesatuan untuk menentukan amar putusan agar tidak memberikan penilaian yang subyektif atau berpihak sehingga amar putusan itu berkeadilan dengan mempelajari penyebab petitum itu diajukan dalam gugatan.
Ada hal yang harus dipahami dalam Petitum Hukum tersebut, tentang penyebab ‘Mengapa prosesi kongres yang dilakukan Arjuna-Dendy di Hotel Amaris dianggap tidak sesuai dengan AD/ART GMNI? Hal-hal tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Dilokasi pelaksanaan Kongres, yakni di Cristian Centre ditumpangi dengan aksi premanisme, sehingga banyak orang yang dipersekusi dan orang-orang itu adalah para pendukung Arjuna-Dendy yang tidak diberikan hak bicara untuk mengemukakan pendapat dihadapan forum kongres.
2. Karena keadaan di Cristian Centre tidak memungkinkan untuk dilangsungkan Kongres, maka Roy dan Teddy sebagai Penanggung Jawab penuh atas kongres, memindahkan lokasi kongres secara diam-diam. Mengapa diam-diam? Itu karena mereka mendapatkan ancaman untuk dipersekusi, bahkan Teddy sebagai Sekjend mendapat jambakkan (Rambutnya ditarik) oleh Imanuel Chayadi dan ada beberapa orang disampingnya yang ingin memukul tetapi ditahan oleh seorang wanita berhijab (Videonya Viral dijagad maya).
3. Saat perpindahan arena Kongres ke Hotel Amaris, ancaman masih terus menghantui dan demi keselamatan para peserta Kongres maka kongres dipercepat untuk mengantisipasi hal-hal buruk yang bisa mencederai peserta.
4. Kesepakatan pelaksanaan Kongres di Hotel Amaris hanya memilih Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP GMNI dan segalah sesuatunya yang tidak dibahas di Kongres sesuai AD/ART GMNI akan dibahas Lokakarya Nasional (Loknas) GMNI. Red: Prosesi pelaksanaan Loknas GMNI sama halnya dengan pelaksanaan kongres GMNI yang didalamnya membahas mengenai draf materi kongres yang tidak sempat dibahas di Kongres Ambon di Hotel Amaris dengan alasan keamanan (Kerena adanya ancaman yang begitu masif).
5. Yang harus dipahami jika dalam keadaan darurat atau organiasi dalam genting, maka Ketua dan Sekretaris dapat mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menyelamatkan organisasi (Bahasa ART GMNI, Pasal 9 RAPAT DEWAN PIMPINAN PUSAT Pasal 6 yang berbunyi: ‘Dalam hal menyangkut keselamatan/eksistensi organisasi dan atau kepentingan organisasi yang mendesak, keputusan diambil melalui hak prerogatif Ketua Umum’).
6. Jika Petitum Hukum yang telah menjadi amar putusan pengadilan tidak melihat penyebab, maka amar putusan yang telah diputuskan, tidaklah berkeadilan dan terkesan subyektif.
Dalam persidangannya, tidak mendengar keterangan atau sanggahan dari para tergugat sebagai Pledoi agar bisa menjadi pembanding dalam menentukan amar putusan sehingga tidak melihat secara sepihak dalam menentukan amar putusan tersebut.
Gugatan yang Catat Secara Hukum
Gugatan Imanuel dikabulkan saat masa berlaku SK Kemenkumhannya telah berakhir yakni 3 tahun sejak kepemimpinan di 2019 sampai 2023. Ini merupakan hal yang cacat secara hukum.
Inilah penjelasannya:
1. Status Hukum SK Kemenkumham terhadap Arjuna-Dendy masuk dalam status Quo untuk tidak bisa lagi digugat karena telah lewat 90 hari sejak tanggal diterbitkannya.
~ Ini mengartikan bahwa SK tersebut bersifat ingkra dan berlaku sampai akhir masa jabatannya dan tidak berlaku surut karena telah diberikan masa tenggang selama 90 hari untuk menggugat tak ada satupun gugatan yang dilayangkan.
2. (Cacat Hukum 1) Gugatan Imanuel meskipun dikabulkan oleh PN Jakarta Pusat adalah putusan yang cacat secara hukum mengingat gugatan SK dalam stasus quo untuk tidak bisa lagi digugat atau diganggu gugat. (Coba Pahami Catatan Pada Point 1).
~ Harusnya Imanuel melayangkan gugatan sebelum 90 hari setelah SK itu diterbitkan sebagai masa tenggang untuk menggugat.
3. (Cacat Hukum 2) Gugatan Imanuel tidak memiliki kekuatan hukum untuk diberlakukan karena tidak memiliki arti. Itu karena Imanuel menggugat Arjuna-Dendy yang masa kepemimpinannya sudah kadarluwarsa dan atau menggugat keabsahan SK Kemenkumham yang sudah tidak berlaku.
~ SK yang sudah tidak berlaku atau sudah kadarluwarsa dan atau sudah mati, sudah tidak memiliki arti untuk digugat. Ini sama halnya menggugat orang mati atau meninggal dunia (Yang nyata-nyata diketahuinya telah meninggal dunia) agar dipenjara, sementara ia sudah tak bernyawa dan tinggal tulang belulang.
4. (Cacat Hukum 3) Pihak Penggugat yakni Imanuel sebagai DPP GMNI tertanggal 18 Februari 2025 adalah Pihak yang tak lagi sah sebagai DPP GMNI secara hukum organisasi karena masa jabatanya telah berakhir dan kadarluarsa sejak Desember 2023 lalu.
~ Penggugat yang tak lagi sah berdasarkan hukum AD/ART GMNI, menggugat keabsahan Tergugat yang sudah berakhir masa keabsahannya sejak Desember 2023 berdasarkan SK Kemkumham. (Mau heran tapi Inilah ….?).
~ Sama-sama sudah tidak sah: Imanuel yang sudah tidak sah sebagai DPP GMNI, menggugat Arjuna yang juga sudah tidak sah lagi menjadi DPP GMNI yang sah.
5. Batasan waktu Kepemimpinan dalam SK itu adalah 3 tahun dan setelah itu harus mendapatkan SK baru melalui perubahan kepemimpinan baru yang dipilih melalui forum Kongres sebagai turunan yang telah mendapatkan SK Kemenkumham sebelumnya.
~ Ini mengartikan bahwa yang sah selanjutnya adalah turunan dari yang ber-SK Kemenkumhan.
6. Perubahan SK bisa saja terjadi ditengah jalan kepemimpinan Arjuna-Dendy terkecuali telah KLB di Kubu Arjuna-Dendy dan dianggap sah sesuai dengan AD/ART GMNI yang dihadiri oleh 50 + 1 dari jumlah DPD dan DPC yang ada se-Indonesia.
Mengapa Gugatan itu dikabulkan, Meski Cacat Secara Hukum?
Meskipun perkara gugatan Imanuel di PN Jakarta Pusat adalah Perkara gugatan yang cacat hukum yang petitumnya tetap saja dikabulkan dan menjadi keputusan hukum.
Meskipun demikian, putusan itu dicurigai ada campur tangan orang dalam didalamnya. Jika benar demikian, maka ini justru sangat mencoreng wajah hukum di Indonesia dibawah kepemimpinan Prabowo-Gibran.***
Penulis: Irwan Jaya, S.H,. Kader GMNI.