Marhaenist.id, Jakarta – Walaupun mendapat penolakan di masyarakat, DPR tetap mengesahkan revisi UU TNI dalam rapat paripurna pada Kamis (20/03/2025) pagi. Elemen mahasiswa, organisasi kemahasiswaan dan pegiat prodemokrasi di sejumlah daerah menggelar unjuk rasa untuk menolaknya.
Hingga Kamis (20/03/2025) malam, massa masih menggelar aksi demonstrasi di gedung DPR, Jakarta. Sekitar pukul 19.00 WIB, massa merangsek masuk gedung parlemen setelah menjebol pagara depan sebelah kiri.
Mereka kemudian masuk ke halaman DPR sambil meneriakkan “Revolusi”.
Mahasiswa yang berdemo menegaskan bahwa perjuangan tidak bisa berhenti karena ketok palu dari pengesahan RUU TNI.
Salah satu kekhawatiran masyarakat sipil jika RUU TNI disahkan, kembalinya dwifungsi TNI.
Rupanya DPR menggelar rapat paripurna dengan agenda persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi UU. Dalam proses pembahasan, penolakan dari berbagai komunitas masyarakat.
Berbagai elemen dan ragam masyarakat hingga profesional khawatir mengenai RUU TNI ini jika disahkan menjadi UU. Akibatnya, aksi demo dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat dan mahasiswa sebagai bentuk penolakan terhadap RUU ini.
RUU TNI 2025 memuat sejumlah pasal yang dinilai bermasalah dan berpotensi memperluas peran TNI dalam kehidupan politik dan sipil. Beberapa pasal yang dianggap bermasalah menjadi sorotan, lantaran dinilai akan memperkuat dominasi militer dalam berbagai sektor yang seharusnya dikelola sipil.
Kekhawatiran yang muncul adalah kembalinya peran dwifungsi militer, seperti yang pernah diterapkan pada era Orde Baru. Kondisi tersebut dapat kembali terjadi masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto jika RUU TNI disahkan tanpa kajian yang matang dan partisipasi publik yang memadai.

Salah satu kekhawatiran masyarakat sipil jika RUU TNI disahkan, kembalinya dwifungsi TNI.
Seruan massa aksi membawa 7 tuntutan. Yakni menolak revisi UU TNI, menolak dwifungsi militer, menarik militer dari jabatan sipil dan mengembalikan TNI ke barak, menuntut reformasi institusi TNI, membubarkan komando teritorial, dan mengusut tuntas korupsi dan bisnis militer.
Sebelumnya, isi RUU TNI mengubah beberapa pasal yang dinilai kontroversial, di antaranya TNI aktif dapat menempati 16 kementerian/lembaga. Pasal ini mulanya membatasi TNI aktif hanya bisa menjabat di 10 jabatan sipil di lembaga pemerintahan. Namun, pasal tersebut direvisi dengan penambahan lembaga yang bisa diduduki oleh TNI aktif menjadi sebanyak 16 lembaga pemerintahan.
Pasal kontroversial berikutnya adalah usia pensiun prajurit TNI yang dibuat semakin lama. Pada Pasal 53 draf RUU TNI mengatur pensiun prajurit TNI bervariatif antara usia 55-62 tahun. Kemudian, pembahasan soal kewenangan dan tugas TN juga bertambah menjadi 17 tugas yang sebelumnya hanya 14 tugas operasi militer selain perang.
Dalam aksi hari ini, sebanyak 5.021 personel gabungan dikerahkan untuk mengamankan aksi unjuk rasa penolakan RUU TNI di depan Gedung DPR. Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Susatyo Purnomo Condro, menyampaikan personel yang dikerahkan berasal dari berbagai unsur. Terdiri dari anggota Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, serta sejumlah instansi terkait lainnya.

“Pengamanan dilakukan untuk memastikan aksi berjalan tertib, serta mencegah peserta unjuk rasa masuk ke dalam Gedung DPR RI,” ujar Susatyo, dikutip dari Antara, Kamis (20/03/2025).
Organisasi-organisasi mahasiswa pun kali ini serentak turun kejalan, mulai dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) serta seperti dikutip laman media sosial BEM SI, seruan aksi ini juga serentak dilakukan di Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan sebagainya, sebelumnya juga massa Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Mahasiswa Universitas Trisakti berunjukrasa di gerbang belakang Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/03/2025).***
Penulis: Redaksi/Editor: Redaksi.