Marhaenist.id – Pada 27 Maret 2025, sebuah artikel dari CNBC Indonesia menarik perhatian dengan judul “Dunia Berubah Total 5 Tahun Lagi”. Seorang petinggi Google di bidang komputer kuantum menyatakan keyakinannya bahwa dunia akan mengalami transformasi besar dalam lima tahun ke depan, yakni menjelang tahun 2030.
Pernyataan ini bukan sekadar prediksi kosong, melainkan refleksi dari perkembangan teknologi yang semakin cepat, khususnya dalam bidang komputer kuantum. Teknologi ini, yang telah lama menjadi fokus penelitian raksasa teknologi seperti Google, diyakini akan membawa dampak revolusioner pada berbagai sektor kehidupan manusia.
Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan “perubahan total” ini, dan bagaimana kita dapat memahaminya dalam konteks yang lebih luas?
Komputer kuantum, tidak seperti komputer klasik yang kita gunakan sehari-hari, memanfaatkan prinsip-prinsip mekanika kuantum seperti superposisi dan belitan (entanglement) untuk memproses informasi dengan cara yang jauh lebih efisien.
Google, melalui divisi penelitiannya, telah mencapai tonggak penting dalam bidang ini, seperti klaim “quantum supremacy” pada tahun 2019, meskipun pencapaian tersebut masih diperdebatkan oleh para ahli.
Dalam lima tahun ke depan, jika prediksi ini benar, komputer kuantum bisa mulai keluar dari laboratorium dan masuk ke aplikasi praktis.
Bayangkan kemampuan untuk memecahkan masalah kompleks seperti simulasi molekul untuk pengembangan obat baru, optimasi rantai pasok global, atau bahkan pemecahan kode enkripsi yang saat ini dianggap tak tertembus. Ini adalah jenis perubahan yang dapat mengguncang fondasi ilmu pengetahuan, ekonomi, dan keamanan global.
Namun, pernyataan dari bos Google ini tidak berdiri sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir, pemimpin teknologi lainnya juga telah menyuarakan visi serupa tentang masa depan. Misalnya, Mark Zuckerberg, CEO Meta, pernah berbicara tentang kacamata pintar (smart glasses) yang akan menggantikan ponsel pintar dalam dekade mendatang, sebagaimana dilaporkan CNBC Indonesia pada Oktober 2024.

Sementara itu, Bill Gates, dalam wawancara pada Januari 2024, meramalkan bahwa kecerdasan buatan (AI) akan merevolusi sektor kesehatan dan pendidikan dalam lima tahun ke depan.
Jika kita tarik benang merah dari prediksi-prediksi ini, tampak jelas bahwa teknologi tidak hanya berkembang secara terpisah, tetapi saling berkaitan. Komputer kuantum dapat mempercepat pengembangan AI, yang pada gilirannya mendukung inovasi seperti kacamata pintar atau solusi medis berbasis data.
Itulah yang mungkin dimaksud dengan “dunia berubah total”: sebuah konvergensi teknologi yang menciptakan efek domino di seluruh aspek kehidupan.
Tentu saja, perubahan ini tidak datang tanpa tantangan. Salah satu implikasi dari komputer kuantum adalah potensinya untuk merusak sistem keamanan digital saat ini. Enkripsi yang melindungi data sensitif, seperti transaksi keuangan atau rahasia negara, bisa menjadi usang jika komputer kuantum mampu memecahkannya dalam hitungan detik. Di sisi lain, ada juga peluang untuk menciptakan sistem keamanan baru yang lebih kuat berbasis kuantum.
Selain itu, akses terhadap teknologi ini kemungkinan besar tidak akan merata. Negara-negara atau perusahaan dengan sumber daya besar, seperti Google, mungkin mendominasi, sementara yang lain tertinggal, memperlebar kesenjangan teknologi dan ekonomi.
Dari perspektif sosial, perubahan ini juga bisa mengubah cara kita bekerja dan berinteraksi. Jika AI dan komputer kuantum mampu mengotomatisasi tugas-tugas yang sebelumnya membutuhkan tenaga manusia, jutaan pekerjaan bisa hilang, sebagaimana diperingatkan oleh laporan IMF pada 2024 yang menyebut 40% pekerjaan global berisiko terdampak AI.
Namun, seperti yang dikatakan Bill Gates, sejarah menunjukkan bahwa teknologi baru juga menciptakan peluang baru. Revolusi industri membawa ketakutan serupa pada awal abad ke-20, tetapi akhirnya menghasilkan pekerjaan dan industri yang sebelumnya tak terbayangkan.
Pertanyaannya adalah, apakah masyarakat siap untuk beradaptasi secepat yang dibutuhkan oleh percepatan teknologi ini?
Kembali ke pernyataan bos Google, kita bisa melihat bahwa visi tentang 2030 bukan hanya tentang teknologi itu sendiri, tetapi tentang bagaimana teknologi tersebut akan membentuk ulang dunia. Ini adalah panggilan untuk tidak hanya mengagumi kemajuan, tetapi juga untuk mempersiapkan diri menghadapi konsekuensinya.
Dalam lima tahun, kita mungkin tidak hanya menyaksikan komputer kuantum menjadi kenyataan sehari-hari, tetapi juga pergeseran paradigma dalam cara kita hidup, bekerja, dan berpikir.
Dunia memang bisa berubah total—dan tugas kita adalah memastikan bahwa perubahan itu membawa lebih banyak manfaat daripada kekacauan.
Sementara kita, bangsa Indonesia masih ribut mengenai program makan gratis, masuknya TNI ke ranah sipil, Ridwan Kamil selingkuh dan selingkuhannya telah memiliki anak, bangsa lain di luar sana selalu berfikir bahwa masa depan ada di tangan mereka yang berani bermimpi besar.***
Penulis: Edi Subroto, Alumni GMNI Yogyakarta.