Marhaenist – Pilkada Kota Yogyakarta bakal digelar November 2024 mendatang. Nama-nama bakal calon Wali Kota/Wakil Wali Kota Yogyakarta pada Pilkada 2024 pun mulai bermunculan. Diantara nama yang muncul salah satunya adalah Gunawan Hartono, atau akrab disapa dengan panggilan Kawier.
Kawier mengatakan, bahwa dirinya yang merupakan putra daerah Yogyakarta juga mantan alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), terdorong untung mengikuti kontestasi pilkada karena niat untuk melakukan perubahan dan perbaikan serta pengabdian untuk kota Yogyakarta, diketahui dimana Kawier untuk mendapatkan tiket Calon Walikota Yogyakarta, dia telah mendaftarkan diri sebagai bakal calon walikota Yogyakarta melalui jalur partai.
Hingga saat ini, Kawier sangat yakin bahwa dirinya punya tekad yang kuat untuk melakukan perubahan dan pengabdian bagi kota Yogyakarta agar menjadi semakin baik lagi kedepan.
Dalam sebuah kesempatan menghadiri acara seminar kebangsaan, pada Minggu (28/07/2024) redaksi bertemu dengan Gunawan Hartono (Kawier) dan melakukan interview atau wawancara langsung terkait dengan kesiapannya mengikuti Pilkada di Kota Yogyakarta. Berikut petikan wawancara yang kami lakukan:
Kami mendengar kabarnya Bung Kawier bakal turut meramaikan Pilkada 2024 di Kota Yogyakarta?
Iya benar.
Maksudnya bung ikut mendaftar? Melalui partai apa?
Iya. Saya mendaftar melalui partai saya, PDI Perjuangan.
Mendaftar sebagai apa bung. Apakah walikota atau wakil walikota?
Saya sih mendaftar sebagai bakal calon walikota ke DPC PDI Perjuangan Kota Yogyakarta. Tepatnya saya mengambil formulir tanggal 6 Mei 2024 dan mengembalikan formulir 20 Mei 2024.
Apa yang mendasari atau latar belakang bung mendaftar bakal calon walikota Yogyakarta?
Yah sebagai warga Kota Yogyakarta dan aktivis politik, di usia saya yang sudah di atas lima puluh tahun ini saya ingin mewakafkan diri saya untuk Kota Yogyakarta tercinta melalui PDI Perjuangan.
Sebagai kader partai kalau boleh tahu sejak kapan bung Kawier aktif di PDI Perjuangan?
Sebelum aktif di partai saya sejak di SMP-SMA sudah ikut-ikutan kampanye PDI (merah nomor 3). Nah waktu masuk kuliah di Fisipol UGM tahun 1987, setahun berikutnya ikut menjadi anggota GMNI karena senang berorganisasi. Sejak ikut GMNI itu semakin mengenal politik, terutama pemikiran Bung Karno. Dan diluar kampus jadi simpatisan PDI, yaaa…ikut kampanye karena seneng dengan kemeriahan dan hura-hura di jalanan ketika kampanye. Dan saya cukup aktif menjadi simpatisan seperti mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh pengurus kecamatan atau kelurahan.
Sekitar tahun 1990an saya sering ditawari atau tepatnya diajak masuk partai PDI waktu itu, tetapi saya nggak mau karena lagi seneng-senengnya menjadi aktivis mahasiswa selalu kritik terhadap partai. Di kalangan kawan-kawan dulu kita menyebut PDI itu Partai Dagelan Indonesia, hehehe….tetapi kalau saatnya kampanye kita tetep ikut turun muter-muter kota sambil kibarkan bendera partai dan acungkan 3 jari.
Pernah saya menyampaikan kepada salah satu aktivis/pengurus PDI di kampung saya, “PDI itu akan besar kalau dipimpin anaknya Bung Karno” begitu.
Maka ketika Mbak Mega pada tahun 1993 saat munas PDI di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya yang diganjal atau tidak diakui oleh rezim waktu itu. Pada waktu itu saya ingat persis baca headline koran, Mbak Mega mengatakan “de facto saya ketua umum!”.
Maka setelah kemudian tanpa diminta atau ditawari lagi saya mendaftar menjadi anggota PDI (segilima) tahun 1994. Kemudian 1996 muncul Pro-Meg dan seterusnya hingga sekarang saya tercatat anggota PDI Perjuangan dan salah satu Guru Kader karena tahun 2002 mengikuti KGKP (Kursus Guru Kader Partai) PDI Perjuangan di Ciawi, Bogor mewakili Badiklat PDI Perjuangan DIY. Panjanglah ceritanya berikut suka dukanya serta dinamikanya.
Kembali ke masalah pencalonan bung. Jadi sekarang prosesnya sampai dimana? Kapan rekomendasi dari DPP dikeluarkan?
Nah kalau mengenai proses sampai dimana yah sekarang menunggu. Kapan rekomendasi saya juga tidak tahu, kapan dan untuk siapa. Kan yang mendaftar melalui PDI Perjuangan cukup banyak. Kalau gak salah ada 7 orang, baik yang mendaftar walikota maupun wakil walikota. Sebagai kader partai kan saya harus taat pada aturan dan proses yang sudah ditentukan oleh partai.
Nah terus selama menunggu rekomendasi apa yang sudah bung lakukan?
Yah selama ini saya blusukan saja, baik ke kampung maupun kampus. Istilahnya belanja masalah ke warga dan kulak ide ke kalangan kampus maupun LSM/NGO. Nongkrong di angkringan sambil ngobrol, kadang muter-muter kota menikmati macet dan memperhatikan timbunan sampah diberbagai tempat. Intinya ngobrol dengan kawan-kawan di jaringan kampus, LSM dan konstituen partai serta warga kampung.
Kegiatan seperti itu kira-kira mengeluarkan biaya berapa bung?
Nggak keluar biaya lah. Maksudnya yah paling isi bensin motor plus beli rokok sambil bawa duit yang saya punya untuk “ngangkring”. Malah sering dijamu oleh kawan-kawan.
Berarti sejak awal pendaftaran sampai sekarang jika dikalkulasi sudah habis berapa?
Waduuh….berapa yah. Tidak terhitung kalee. Maksudnya tidak pernah saya hitung, bahkan saya banyak dibantu oleh kawan-kawan. Jadi ngalir saja jalan sambil ngobrol tentang pilkada hingga ujungnya bantingan alias gotong royong, hahahaha.
Terus terang saja saya meyakini kekuatan gotong royong ketika digerakkan benar atas dasar kepercayaan memiliki energi yang luar biasa dan sulit dikalahkan. Gotong royong itu dalam ujud pemikiran atau ide, tenaga, waktu bahkan dana/uang. Iya bung, saya tidak malu menyampaikan itu ke kawan-kawan, yang punya ide saya minta bantuan idenya, bahkan yang punya duit dan ikhlas saya minta bantuannya. Ada yang mau bantu seribu, sepuluh ribu, dua puluh ribu, lima puluh ribu, seratus ribu, dua juta, lima juta, bahkan sepuluh juta.
Begitu yah bung. Terus sekarang sudah terkumpul berapa?
Hehehe….sementara rahasia yah. Tetapi setidaknya sudah puluhan juta lah. Kalau anda tertarik dan ikhlas mau nyumbang gotong royong juga boleh lho. Silakan nanti aku kirimi nomor rekening.
Maaf bung, kalau saya perhatikan di Kota Yogyakarta ini kok belum ada gambar anda? Kan itu sudah cukup banyak baliho maupun billboard yang dipasang calon-calon lain.
Iya. Selama ini saya gak pasang gambar. Dan saya gak suka pasang yang gitu-gitu karena menurut saya di Jogja itu merupakan sampah visual. Lewat medsos sajalah kan lebih murah, hahaha. Daripada untuk cetak sampah visual kalau saya mendingan dananya untuk bikin pertemuan dengan warga. Bisa serap aspirasi sambil minum kopi dan camilan. Yang penting tatap muka dan komunikasi langsung menurut saya lebih siiip.
Setelah mengembalikan formulir apakah bung sudah diundang partai, maksudnya DPC, DPD atau DPP gitu?
Pertanyaan menarik. Saya dan semua pendaftar sudah pernah diundang pengurus DPC PDI Perjuangan Kota Yogyakarta satu kali, dan kebetulan saya pas berbarengan dengan kegiatan ngisi kaderisasi GMNI di luar kota, maka saya ijin tidak bisa hadir. Selebihnya belum diundang lagi, bahkan oleh DPD maupun DPP. Dan semua yang daftar memang tidak atau belum diundang oleh partai, bahkan ketika DPC mengadakan acara konsolidasi internal yakni apel siaga, kami tidak diundang. Sehingga secara resmi hingga sekarang kami para bakal calon yang mendaftar belum pernah dikenalkan atau disosialisasikan dengan pengurus PAC, Ranting maupun anak ranting. Jadi yah kami hanya menunggu saja perintah partai. Saya taat pada aturan dan proses yang berlaku.
Anda tidak lobby langsung saja ke DPP?
Maksudnya lobby untuk apa?
Ya kan biasanya para bakal calon kan lobby ke DPP untuk mendapatkan rekomendasi?
Wah, saya manut aturan saja. Yah sebagai kader partai saya juga kenal dekat dengan beberapa pengurus DPP. Terus ngapain kalau kenal, kan sebagai pengurus DPP ya semua kan mesti tahu dan kenal. Semua bakal calon yang daftar saya kira juga kenal.
Kalau menurut anda bagaimana seharusnya?
Waah…pertanyaan anda seperti menggiring saya seperti penguasa saja harusnya begini begitu. Saya ini kader partai yang mendaftar kemudian menunggu saja. Kalau harapan saya sih semua bakal calon yang mendaftar itu bisa dipanggil semua oleh partai kemudian diskusi tentang banyak hal, misalnya bagaimana pemetaan, apa misi atau program kerja yang akan disampaikan, bagaimana cara menang, dan lain lain dan lain lain. Intinya semuanya “diuji” melalui wawancara, diskusi, musyawarah. Gitu, itu harapan.
Kan saya pinginnya PDI Perjuangan yang menang di Kota Yogyakarta, bukan memenangkan si A, si B atau siapa gitu. Tetapi lebih memenangkan rakyat Kota Yogyakarta dengan tawaran-tawaran misi PDI Perjuangan di Kota Yogyakarta. Jadi rumusan dibuat bareng oleh pengurus partai dan semua para bakal calon kemudian diperjuangkan bareng-bareng juga. Siapapun yang direkomendasi partai wajib membawa visi-misi-program partai untuk diperjuangkan. Dan para bakal calon yang tidak direkomendasi wajib turut andil dalam pemenangan Paslon yang direkomendasi.
Terus untuk biaya pemenangan ditanggung siapa?
Kalau menurut saya sih yah ditanggung bareng-bareng dan dikelola oleh tim pemenangan dalam arahan serta pengawasan partai. Ya intinya gotong royong.
Mungkin ide saya ini dianggap naif yah, dianggap tidak realistis dan macam-macam, namun saya kok tetep meyakini kalau kekuatan PDI Perjuangan salah satunya pada ideologi gotong-royong. Itulah yang mesti diimplementasikan. Apakah bisa? Sekali lagi menurutku bisa, ini masalah political will dan keyakinan yang berlandaskan ikhlas.
Mungkin hal ini dianggap tidak masuk akal dan gila. Menurutku sekarang memang dibutuhkan pemimpin gila. Tetapi yang penting kompeten, konsisten dan tidak korup sekaligus jujur dan berani.
Sebagai bakal calon walikota apa sih yang akan anda janjikan kepada warga kota Yogyakarta?
Sederhana saja yakni akan lebih baik dan bisa dipercaya daripada walikota sebelumnya.
Terus kalau untuk partai anda?
Lima tahun yang akan datang perolehan suara PDI Perjuangan naik, perolehan kursi di DPRD naik dan yang terpilih adalah kader atau caleg-caleg yang lebih baik.
Untuk visi-misi yang akan bung tawarkan kepada masyarakat Kota Yogyakarta, seperti apa bung?
Kalau untuk visi – misi saya sepakat membawa apa yang sudah ada dalam piagam perjuangan partai yang disesuaikan untuk Kota Yogyakarta. Saya sepakat dengan ide untuk Pilkada nggak perlu menyiapkan visi-misi, tetapi dibikin template saja dari partai kemudian untuk calon tinggal menambahkan yang lokalitas. Kalau tidak salah itu idenya pak Ganjar yang saya saksikan di salah satu podcast. Bagus itu, saya setuju. Kalau itu bisa dijalankan dan menang, berarti yang menang adalah PDI Perjuangan yang bersama rakyat bergotong royong mewujudkan harapannya.
Yang lokal Kota Yogyakarta apa bung?
Saya akan tambahkan “Mewujudkan Kota Yogyakarta yang berbudaya, humanis dan berkemajuan”.
Setidaknya ada tiga hal penting yakni :
Jogja Berbudaya
Jogja Bersih
Jogja Berkemajuan
Ketiganya kalau dibreakdown sangat banyak program kerja yang akan dilakukan selama lima tahun kedepan guna mengatasi berbagai masalah yang ada di Kota Yogyakarta.
Demikianlah kutipan beberapa hasil dari wawancara antara Marhaenist dengan Gunawan Hartono atau akrab disapa Kawier, semoga bisa menjadi bahan literasi warga kota Yogyakarta khususnya dalam memilih dan menentukan calon pemimpin daerahnya, agar rakyat bisa mendapatkan pemimpin yang terbaik. Selamat memilih.