Marhaenist.id –Lembaga survei memiliki peran penting dalam proses pemilihan calon kepala daerah. Mereka bertanggung jawab untuk menyajikan data yang objektif dan akurat mengenai preferensi serta opini masyarakat terhadap kandidat. Survei yang dilakukan dengan integritas tinggi dapat membantu masyarakat membuat keputusan yang lebih informasi dalam memilih pemimpin yang berorientasi pada pembangunan daerah.
Namun, dalam prakteknya, sering kali terjadi penyimpangan dari tujuan ideal tersebut. Ada lembaga survei yang justru memanfaatkan hasil survei untuk membangun framing tertentu di masyarakat. Ini dapat terjadi melalui berbagai cara, misalnya:
- Manipulasi Data: Mengubah atau mengarahkan hasil survei untuk menunjukkan dukungan yang lebih besar atau lebih kecil terhadap seorang kandidat.
- Pemilihan Sampel yang Bias: Memilih sampel yang tidak representatif sehingga hasil survei tidak mencerminkan pendapat umum.
- Penggunaan Bahasa yang Bias: Menggunakan pertanyaan yang dirancang untuk mendapatkan jawaban tertentu, atau menyajikan hasil survei dengan bahasa yang memihak.
- Publikasi Hasil yang Selektif: Hanya mempublikasikan hasil survei yang menguntungkan kandidat tertentu atau menunda publikasi hasil yang merugikan.
Tindakan-tindakan ini dapat menciptakan persepsi yang salah di masyarakat dan mempengaruhi pemilih untuk berpihak pada kandidat tertentu berdasarkan informasi yang tidak objektif. Oleh karena itu, penting bagi lembaga survei untuk menjaga integritas dan transparansi dalam setiap langkah survei yang mereka lakukan.
Pengawasan dari badan independen dan partisipasi aktif dari media dan masyarakat dalam memverifikasi serta mengkritisi hasil survei juga sangat diperlukan untuk memastikan bahwa lembaga survei tetap menjalankan fungsinya secara jujur dan adil. Dengan demikian, proses pemilihan calon kepala daerah dapat berjalan dengan lebih demokratis dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar berorientasi pada pembangunan daerah.
Manipulasi dalam praktik survei politik bisa dilakukan dengan berbagai cara, yang secara signifikan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kandidat tertentu. Berikut adalah beberapa contoh lebih rinci tentang bagaimana manipulasi survei dapat terjadi:
- Manipulasi Pertanyaan dan Metode Penelitian:
- Contoh: Sebuah lembaga survei dapat menggunakan pertanyaan yang ambigu atau menyesatkan untuk mendapatkan respons yang menguntungkan bagi kandidat yang mereka dukung. Misalnya, pertanyaan seperti “Apakah Anda setuju bahwa kandidat X memiliki visi yang jelas untuk membangun daerah ini?” bisa mengarahkan responden untuk memberikan respons positif tanpa mempertimbangkan opsi lain.
- Pemilihan Sampel yang Tidak Representatif:
- Contoh: Sebuah lembaga survei yang tidak netral dapat memilih sampel responden yang cenderung mendukung kandidat tertentu, misalnya hanya melakukan survei di daerah yang didominasi oleh pendukung kandidat tersebut. Hasil dari survei semacam ini tidak mencerminkan opini masyarakat secara keseluruhan.
- Manipulasi Data Hasil Survei:
- Contoh: Sebuah lembaga survei bisa memilih untuk hanya mempublikasikan hasil yang menguntungkan kandidat yang mereka dukung, sementara hasil yang merugikan diabaikan atau ditunda publikasinya. Hal ini dapat membuat masyarakat percaya bahwa satu kandidat memiliki popularitas yang lebih tinggi daripada yang sebenarnya.
- Framing atau Interpretasi yang Tidak Netral:
- Contoh: Lembaga survei dapat memilih untuk memberikan interpretasi subjektif terhadap hasil survei mereka, misalnya dengan menyoroti satu aspek positif dari kandidat tertentu sementara mengabaikan kelemahan atau kontroversi yang serius.
- Kolusi dengan Pihak-pihak Tertentu:
- Contoh: Ada kasus di mana lembaga survei bekerja sama atau menerima pengaruh dari pihak-pihak tertentu, seperti partai politik atau pengusaha, yang memiliki kepentingan dalam mempengaruhi hasil survei untuk kepentingan politik atau ekonomi mereka sendiri.
Contoh kasus nyata manipulasi survei politik dapat ditemukan di berbagai negara. Misalnya, dalam beberapa pemilihan presiden atau kepala daerah, terdapat laporan bahwa lembaga survei tertentu memanipulasi hasil survei untuk menciptakan persepsi bahwa satu kandidat memiliki dukungan yang kuat di masyarakat, sementara kandidat lain dianggap kurang populer.
Kasus semacam ini sering kali menimbulkan kontroversi dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga survei. Oleh karena itu, penting bagi lembaga survei untuk tetap menjaga independensi, transparansi, dan integritas dalam setiap tahap survei mereka, serta untuk masyarakat dan media untuk mengkritisi hasil survei secara kritis dan menyeluruh.
Oleh : Eko Zaiwan, Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Peneliti Presisi45