Marhaenist – Gerakan Bhinneka Nasionalis (GBN) turut berbelasungkawa sekaligus menyatakan prihatin, atas 174 korban jiwa, termasuk dua petugas polisi, dalam kerusuhan suporter sepakbola di Kabupaten Malang pada 1 Oktober 2022 semalam.
Kerusuhan antar supporter dampak dari kekalahan Arema FC dari Persebaya dengan skor 2-3 dalam laga Derby itu juga membuat 100 orang lebih harus segera mendapatkan perawatan darurat di RSUD Kanjuruhan, Malang.
Gerakan Bhinneka Nasionalis (GBN) mendesak Presiden Joko Widodo segera me-Reformasi Total Polri. Mengingat potensi dari Tragedi Kanjuruhan akan memicu eskalasi luas berupa destabilisasi sosial politik.
Oleh karena itu, Sekjen DPP GBN, Dhia Prekasha Yoedha, mengungkapkan adanya rasa kesal yang muncul dari masyarakat terhadap ulah sejumlah oknum Polisi, yang membuat pihak publik marah dan hilang simpati serta kecewa dengan institusi itu.
“Bahkan mungkin dendam,” ungkapnya.
Tragedi Kanjuruhan, menurut Kriminolog alumni UI ini, jelas merupakan kesalahan prosedural. Bahkan pelanggaran ketentuan FIFA terkait penggunaan gas air mata. Sehingga tidak bisa tidak, khalayak akan menuding tragedi itu adalah kesalahan dari petugas Polri.
Ditambah dengan jumlah korban tewas yang masih 170an lebih, menurut Yoedha akan membakar reaksi masyarakat semakin masif. Padahal khalayak ramai tengah geram atas penyelesaian kasus Irjen Ferdi Sambo yang tak kunjung tegas.
“Belum lagi tertimbunnya ingatan khalayak atas banyak kasus lama terkait oknum petinggi Polri,” imbuh pendiri dan Ketua pertama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini.
Yoedha menyebut, mulai dari misteri munculnya slogan Bersatu, Keselamatan Nomer Satu sejak kasus Kakorlantas IrJen Djoko Susilo diadili KPK, lalu adanya rumor Rekening Gendut sejumlah Pati dan Pamen Polri. Kasus Ferdi Sambo. Misteri Satgassus 303, begitu pula gaya hidup mewah berbagai oknum Polri dan keluarganya.
Menurut Yoedha semua hal tersebut merupakan luapan kekesalan publik atas Polri yang dinilainya sebagai indikator kegeraman rakyat.
“Jadi lebih baik Presiden Jokowi selaku Kepala Negara sekaligus Panglima Tertinggi TNI, yang mereformasi Polri,” kata mantan Tim Forum Mahasiswa Pascasarjana UI yang merumuskan Pemisahan Polri dari ABRI pada tahun 1998 ini.
“Tanpa ada tindakan koreksi tegas dan luas atas oknum Polri, menunjukkan seakan memiliki sistem Internal sendiri yang tak tersentuh oleh pihak luar, seakan ada organisasi di dalam organisasi, maka itu sama saja membiarkan lembaga Polri akan direformasi dan dikoyak oleh ledakan amarah rakyat luas yang selama ini merasa dizalimi,” pungkasnya.
Diketahui sebelumna, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta menyatakan korban tewas akibat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang tercatat 127 orang. Dan dua di antaranya petugas Polri, namun update terakhir, kini menjadi 174 korban jiwa.
Statemen Lengkap GBN
Dukungan dan loyallitas memang layak diberikan. Tapi aksi kekerasan, terutama oleh suporter, apalagi dalam event olahraga justru cermin buruk ketidaksportifan.
Duka dan keprihatinan GBN ini bukan hanya atas ratusan korban jiwa yang sia-sia. Namun terutama atas sirnanya nilai sportivitas dan budaya ksatria di Indonesia.
Tragedi kemanusiaan dan budaya kekerasan ini merupakan peringatan keras tanpa ampun atas:
1. Kelalaian aparat yang tidak bersikap antisipatif, terutama dari pihak intelijen dan reserve yang kurang menyiapkan langkah preventif sedini mungkin.
2. Penyelenggara pertandingan yang kurang bertanggung jawab, karena cenderung mengejar keuntungan materil semata.
3. Sikap pemilik klub yang lepas tangan, nyaris tidak pernah memberikan edukasi dan pentingnya budaya anti kekerasan, jiwa ksatria dan sportsmanship terhadap para pendukung atau fans klub mereka.
4. Kegagalan tupoksi Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam melakukan pembinaan olahraga, terutama atas berbagai Cabor yang terindikasi dikuasai oleh mafia judi. Juga atas tupoksi Kemenpora RI dalam menanamkan nilai-nilai luhur olahraga sebagai salah satu instrumen juang nation and character building.
5. Seluruh elemen bangsa Indonesia agar mau lagi kembali bersikap jujur, sportif dan ksatria, terutama dalam menghadapi kekalahan, tanpa mengedepankan lagi jiwa korsa yang tidak pada tempatnya, apalagi secara berlebihan.
Untuk itu GBN mendesak agar tragedi ini segera diusut tuntas sehingga jelas siapa saja yang wajib bertanggungjawab atas 174 nyawa yang tewas percuma itu.
Semoga hari esok, dunia olahraga Indonesia bisa sehat membaik, dan menjunjung budaya sportifitas, tidak lagi didominasi oleh mafia judi dan petualang yang mempolitisaai olahraga.
Merdeka
Salam Bhinneka Nasionalis
Jakarta, 2 Oktober 2022