Marhaenist.id, Mamasa – Polemik pembebasan lahan Pasar Mamasa masih terus bergulir, hal tersebut semakin menjadi sorotan publik usai pemilik tanah, Zainal Tayeb buka-bukaan soal dokumen yang diduga kuat dipalsukan.
Pemalsuan dokumen dilakukan oknum tertentu bersama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Mamasa, untuk melancarkan proses pencairan tanpa sepengetahuan pemilik tanah.
Tak hanya satu atau dua dokumen saja yang ditemukan palsu, tetapi banyak surat yang dibuat tanpa sepengetahuan pemilik tanah, termasuk tanda tangan palsu. Bahkan, pemilik tanah heran dengan adanya buku rekening yang diterbitkan pihak Bank BRI tanpa sepengetahuannya.
Hal ini terbongkar, setelah kedua bela pihak antara Pemda Kabupaten Mamasa dengan pemilik tanah bertemu di Aula Hotel Sajojo, Lingkungan Tatoa, Kelurahan Mamasa, Kecamatan Mamasa, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar) pada Sabtu (8/3/2025) lalu,
Pada pertemuan itu ditemukan banyaknya kejanggalan dalam proses pencairan dana pembebasan lahan Pasar Mamasa.
Kondisi ini banyak mendapat tanggapan dari berbagai pihak, salah satunya datang dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Mamasa.
Melalui Ketuanya, Gabriel D Swares, DPC GMNI Mamasa mengatakan, Kejati Sulbar tak boleh tutup mata akan hal itu, sebab sudah melanggar prosedur.
Sehingga, pihaknya mendesak Kejati Sulbar agar segera memeriksa semua pihak yang terlibat di dalam drama pembebasan lahan Pasar Mamasa tersebut. Jika tidak diberikan efek jera, maka kejadian serupa berpotensi terus terjadi di Kabupaten Mamasa.
“Kami meminta Kejati Sulbar untuk segera memeriksa para terduga pelaku pemalsuan dokumen tersebut, apa yang dilakukan sangat merugikan masyarakat dan melanggar hukum karena sudah menghambat pembangunan pasar,” kata Gabriel D Swares, Minggu (9/3/2025).
GMNI Mamasa menduga, Pemda Mamasa melakukan penyalahgunaan anggaran pembebasan lahan pasar yang dijanjikan oleh Jokowi, saat berkunjung ke Kabupaten Mamasa pada April 2024 lalu.
“Persoalan maaf memaafkan itu adalah urusan pribadi antara pemilik lahan dengan pelaku, tatapi proses hukum harus tetap berjalan. Jika hal ini dibiarkan maka akan menjadi kebiasaan para pelaku,” tandasnya.***
Penulis: Redaksi/Editor: Bung Wadhaar.