Marhaenist.id, Jakarta – Salah satu Eksponen Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) memberikan tanggapan atas beredarnya foto Imanuel Chayadi dan Koleganya dengan mengatasnamakan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GMNI menemui Menteri Hukum Rebublik Indonesia (RI), Supratman Andi Agtas yang tidak diketahui ‘kapan itu berlangsung?’.
Dalam keterangan persnya, Bung Fais Eksponen GMNI itu, mengatakan bahwa bertemunya mereka dan Menteri Hukum RI adalah upaya pengambilalihan SK Kemenkumham dari tangan Arjuna-Dendy sebagai DPP GMNI yang sah dengan memberikannya sebundel berkas.
“Tujuan utama dari pertemuan itu adalah lobi-lobi untuk merebut SK Kemenkumham dari tangan Arjuna-Dendy sebagai DPP GMNI yang telah sah karena terlihat mereka hanya memberikan sebundel berkas sebagai upaya perebuatan SK Kemenkumhan dari tangan Arjuna-Dendy,” kata Bung Fais, Minggu (15/12/2024).
Bung Fais juga mengatakan jika Menteri Hukum RI memberikan legitimasi kepada mereka maka berarti Menteri Hukum RI telah merusak citranya sendiri dipublik karena tidak mempertimbangkan bahwa Menteri (Yasona Laoli) sebelum telah sah memberikan legitimasi kepada Arjuna-Dendy dengan pertimbangan yang matang dan yang mestinya mendapatkan SK selanjutnya adalah turunan dari Arjuna-Dendy pasca kongres nantinya.
“Dari info yang beredar Nuel dan Koleganya mengurus SK Kemenkumham untuk legitimasi kongresnya, tetapi kalau Menteri Hukum RI mau membuat SK Baru untuk mereka, sama halnya Menteri membuat dirinya sebagai menteri yang mempermaikan hukum dimuka Publik dan kalau itu terjadi ia tak pantas menjadi Menteri Hukum. Jikalau pun ada SK Kemenkumham baru, itu akan didapatkan setelah kongres dan yang berhak mendapatkanya adalah turunan dari kepemimpinan Arjuna-Dendy,” sambung Bung Fais.
Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, SK Kemenkumham menjadi salah satu penentu legalitas kepemimpinan dalam organisasi. Hal ini karena SK tersebut menegaskan pengakuan negara terhadap kepengurusan yang sah, baik untuk partai politik, organisasi masyarakat, maupun perkumpulan lainnya. Olehnya itu, sejak diterbitkan SK Kemenkumham, dualisme organisasi di GMNI telah berakhir.
“Berdasarkan UU Organisasi Kemasyarakatan Nomor 16 Tahun 2017, SK Kemenkumhan adalah penentu berkarhirnya pertikaian dualusme. Jadi karena SK itu telah lama terbis dan telah menjadi status quo yang tidak bisa lagi digugat maka selamanya SK itu masih dimiliki Arjuna-Dendy sampai diambil alih lagi oleh penerusnya berdasarkan hasil kongres yang dibuatnya,” lanjut Bung Fais lagi.
Apalagi tutur Bung Fais, Imanuel saat ini tak pantas lagi mengatasnamakan GMNI, karena ia telah melanggar independen GMNI bergabung sebagai Tim TKN Prabowo-Gibran yang secara otomatis membuat dirinya tak lagi menjadi GMNI aktif karena telah melanggar independensi GMNI yang diatur dalam AD/ART GMNI.
“Setahu saya Imanuel bukan lagi kader GMNI aktif karena kemarin ia telah masuk dalam skuad TKN Prabowo-Gibran yang melanggar Independensi GMNI yang membuatnya secara otomatis kelihangan statusnya sebagai GMNI aktif sehingga membuatnya sudah tidak pantas lagi membawa nama GMNI aktif. Apalagi ia juga telah menjadikan GMNI sebagai alat transaksi kekuasaan untuk kepentingan pribadinya dan memenangkan Prabowo-Gibran. Ini hal yang sangat memalukan buat GMNI se-Indonesia,” tutur Bung Fais.
Selain itu, Bung Fais sebagai Kader GMNI yang sangat mencintai organisasinya, juga berkisah tentang kebrutalan yang dilakukan oleh Kubu Imanuel saat kongres di Ambon yang menjadi penyebab utama ia tak pantas mendapatkan SK Kemenkumham dengan mempersekusi (Memukul hingga melemparinya dengan kursi) pendukung Arjuna agar memperoleh kemenangan.
“Untuk diingat kembali bahwa di Kongres Ambon telah terjadi keributan dan keributan itu diinisiasi oleh Kubu Imanuel sendiri termasuk mempersekusi Sekjend hasil Kongres Manado. Tujuan keributan untuk mengusir orang-orang yang tidak mendukung Imanuel sebagai ketua DPP GMNI. Karena jumlah mereka sangat sedikit maka keributan adalah jalan kemenangan dan ini sangat kontra marhaenisme dan tidak dibenarkan dalam GMNI,” ujar Bung Fais.
Bung Fais juga memprediksikan bahwa kemungkinan mereka juga akan merekomendasikan IKA GMNI sebagai organisasi Alumni GMNI yang sah untuk menggeser posisi PA GMNI. Pasalnya menurut Bung Fais, PA GMNI adalah organisasi yang telah mendukung GMNI Arjuna dan berkontribusi besar terhadap diterbitkannya SK Kemenkumham.
“Kemungkinan besar Imanuel akan bekolabarasi dengan IKA-GMNI untuk menggeser posisi PA GMNI sebagai organisasi Alumni GMNI yang kini telah terafiliasi dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Bisa jadi mereka juga akan membisik Menteri Hukum untuk segera melegitimasi IKA GMNI sebagai orgsnisasi Alumni GMNI yang sah di Indoesia karena PA GMNI sebagian besar telah berada di Kubu Arjuna-Dendy dan serta turut andil dalam penerbitan SK Kemenkumham ditangan Arjuna,” tambah Bung Fais.
Diakhir, Bung Fais bersama Kader GMNI se-Indonesia akan tetap memberikan perlawanan untuk mempertahan GMNI agar tetap satu pasca diterbitkannya SK Kemenkumham usai kongres Ambon serta tak ingin juga organisasi Alumni GMNI turut pecah belah oleh siapapun juga.
“Saya mewakili Kader GMNI se-Indonesia tak ingin organisasi GMNI di pecah-pecah baik GMNI aktif maunpun Organisasi Alumni GMNI. Kami akan terus mengadakan perlawanan terhadap keserakahan mereka yang ingin GMNI terus terpecah-belah. Kami akan tetap berada pada garis Marhaenisme yakni Sosio Nasionalisme untuk mempertahankan GMNI dari perpecahan,” tandas Bung Fais.***
Penulis: Redaksi/Editor: Redaksi.