Marhaenist.id – Tepat pada 1 Mei di seluruh belahan dunia sedang merayakan hari dimana buruh sebagai kelas pekerja “di hargai atas kerja kerasnya” setidaknya itu yang kita ketahui di era sekarang ini, tak heran karena hal tersebut datang dari maraknya ucapan “Selamat Hari Buruh” serta kata-kata motivasi yang datang dari para Politisi, Pejabat, Pengusaha, Aparat, Elemen Masyarakat dan Lain – Lain.
Namun dibalik apa yang terjadi hari ini, pada intinya hari buruh perlu kembali pada semangatnya, bahwa apa yang terjadi di Mayday bukan sekedar perayaan atau penghargaan, hal ini jelas ketika kita secara lebih dalam melihat kembali perjalanan panjang sejarah 1 mei yang bagaimana bisa kemudian di tetapkan sebagai hari dimana milik kaum buruh se-dunia dan tentu termasuk buruh di Indonesia.
Mulanya hari “perayaan” ini dapat ada akibat dari demonstrasi besar-besaran gerakan kaum buruh untuk menyuarakan hak – haknya yaitu berupa jam kerja dan juga upah yang layak pada tragedi kelam yang di kenal sebagai Haymarket Affair di Amerika Serikat, tepatnya di Chicago pada 1 mei 1886. Sebuah tragedi kerusuhan yang tak terhindarkan hingga memakan korban jiwa demi sebuah perbaikan nasib kaum buruh.
Tragedi ini yang kemudian menghasilkan solidaritas dari kaum buruh sedunia (tidak terlepas di Indonesia) untuk turut bergerak dan mendorong perubahan atas nasibnya. Secara instan, solidaritas yang terbentuk pada dasarnya berangkat dari kesamaan nasib buruh dan impian yang sama berupa kesejahteraan serta impian mengakhiri hubungan kerja yang ekploitatif.
Era memang terus berganti dan bukan berarti perbaikan nasib kaum buruh datang begitu saja dari langit dan di berikan secara cuma-cuma oleh orang yang berhati malaikat. Namun perlu di catat apa yang menjadi perubahan nasib buruh di era sekarang (jam kerja, upah, jaminan hak) merupakan hasil dari pada tuntutan kerja keras Gerakan kaum buruh kemarin dan lampau, meskipun perubahan tersebut masih timpang dan jauh untuk di katakan “layak”.
Berdasarkan hal tersebut sudah sepatutnya para politisi, pejabat, pengusaha, aparat dan masyarakat lainnya mengembalikan semangat hari buruh dan tidak membuat pergeseran makna yang kemudian menimbulkan acara ceremonial belaka. pada esensinya semangat Mayday dapat untuk membuka pemahaman atas permasalahan yang ada dan turut bersolidaritas bersama perjuangan kaum buruh.***
Penulis: Rifqi Sukarno (Founder Depok Youth Movement).