By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

Save Raja Ampat? Gugat Kolonialisme Ekologis, Kembalikan Kedaulatan ke Tanah Papua!

La Ode Mustawwadhaar
La Ode Mustawwadhaar Diterbitkan : Minggu, 8 Juni 2025 | 23:27 WIB
Bagikan
Waktu Baca 5 Menit
Foto: Kondisi Tambang Nikel di Raja Ampat Papua/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Di ujung timur Indonesia, tersembunyi sebuah mahakarya alam yang kerap disebut sebagai surga terakhir di bumi, ya itulah Raja Ampat. Di tempat inilah, laut biru bertemu gugusan pulau-pulau karst yang hijau, terumbu karang menari di bawah air jernih sebening kristal, dan kehidupan bawah laut berkembang dengan kekayaan yang sulit ditandingi tempat lain di dunia.

Segalanya masih alami, seolah belum tersentuh waktu. Raja Ampat bukan hanya destinasi wisata tapi ia adalah oase keheningan, rumah bagi harmoni antara manusia dan alam, serta simbol dari keindahan yang belum tercemar. Di tengah dunia yang terus berubah, Raja Ampat berdiri sebagai pengingat bahwa masih ada surga yang nyata di bumi ini.

Namun keindahan itu kini terganggu akan adanya ancaman nyata yang kini menghampiri, sebanyak 4 perusahaan tambang nikel telah memulai aktivitas eksploitasi diwilayah ini. Lagi dan lagi kolonialisme ekologis hadir dengan mengubah “surga biodiversitas” menjadi makanan bagi elite elite global. Jika di masa lampau kolonialisme hadir melalui senjata dan monopoli dagang, kini ia datang dalam bentuk investasi asing, smelter, dan perizinan tambang yang dipaksakan. Sumber daya alam digali bukan untuk kebutuhan rakyat lokal, melainkan untuk memenuhi permintaan global terhadap logam baterai. Nilai tambah yang dijanjikan sering kali tak benar-benar dirasakan oleh masyarakat sekitar, melainkan mengalir ke perusahaan-perusahaan besar, baik nasional maupun internasional.

Nikel: Kutukan “Emas Hijau” di Tanah Surga

Nikel kini disebut sebagai “logam strategis” untuk masa depan energi bersih. Pemerintah mendorong hilirisasi besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan global akan baterai kendaraan listrik. Namun di Papua khususnya Raja Ampat narasi ini menyembunyikan luka ekologis yang mendalam. Konsesi tambang telah diberikan di kawasan hutan primer Raja Ampat, yang merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia. Lebih dari 60% tutupan hutan terancam hilang, padahal wilayah ini menyimpan sekitar 75% spesies karang dunia dan ekosistem laut yang sangat sensitive (Auriga Nusantara, 2022) dan (TNC & Universitas Papua, 2014).

Baca Juga:   Fadli Zon dan Sikap Anti Kritik

Dampak limbah berat dan sedimen dari pertambangan nikel tidak hanya mencemari daratan, tetapi juga mengalir ke laut. Akibatnya terumbu karang mati, ikan menghilang, dan mata pencaharian masyarakat adat hancur. Ekosistem yang telah dijaga selama ratusan tahun kini terancam dalam hitungan dekade. Ironisnya, semua kerusakan ini terjadi demi memasok bahan baku untuk “energi hijau” dunia. Kendaraan listrik yang dijual atas nama keberlanjutan justru dibangun di atas kehancuran tanah Papua. Ini bukan transisi energi bersih, tapi bentuk baru kolonialisme: perampasan sumber daya alam atas nama iklim.

Destruksi Berkedok “Kemajuan Nasional

Di balik jargon hilirisasi dan “kemajuan nasional”, berlangsung perampasan ruang hidup dan ekologi yang sistematis. Program hilirisasi nikel dijadikan dalih untuk melegitimasi proyek-proyek tambang dan industri berat, tanpa menghormati hak-hak dasar masyarakat adat. Masyarakat adat dipaksa meninggalkan tanah leluhur mereka demi berdirinya pabrik smelter, tanpa persetujuan yang adil dan transparan.

Relokasi paksa ini adalah bentuk kekerasan struktural yang membungkam hak untuk menentukan nasib sendiri. Pembangunan ini dinilai juga dapat mengorbankan ekologi secara besar besaran, limbah dari smelter berpotensi besar mencemari perairan Laut Fam yang salah satu kawasan laut paling kaya di dunia.

Hal ini menyebabkan banyaknya terumbu karang rusak, rantai makanan laut terganggu, dan sekitar kurang lebih 1.765 spesies ikan kehilangan habitatnya. Nelayan adat kehilangan sumber penghidupan, dan keseimbangan ekosistem laut terancam kolaps.

Kemajuan macam apa yang dibangun di atas reruntuhan hak dan kehidupan? Hilirisasi tanpa keadilan ekologis dan sosial hanyalah bentuk baru perampasan destruksi yang dibungkus kata-kata manis pembangunan.

Kita tak bisa lagi terbuai oleh ilusi “pembangunan” yang dijejalkan. Hilirisasi nikel di Raja Ampat bukan kemajuan, tapi pemaksaan logika kolonial abad ke-21! Ketika hutan adat dibabat untuk smelter asing, ketika Laut Fam dikorbankan untuk limbah B3, dan ketika masyarakat dipaksa memilih antara relokasi atau kelaparan maka itu bukan nasionalisme. Itu penghancuran kedaulatan ekologis rakyat Papua!

Baca Juga:   Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo, Prabowo Subianto, Pertandingan Melawan Korupsi

Maka, sebagai mahasiswa yang seharusnya berdiri di garda depan atas keadilan lingkungan, saya menegaskan:

1.“Save Raja Ampat” bukan slogan ia pernyataan politik!

Tolak semua bentuk romantisme konservasi yang bisu pada ketimpangan struktural.

2.Gugat kolonialisme ekologis sampai ke akar!

Cabut izin tambang, bubarkan militer dari tanah ulayat, dan adili korporasi perusak!

3.Kembalikan kendali pada pemilik sah

Hanya masyarakat adat dengan kearifan sasi-nya yang mampu menjaga Raja Ampat tanpa menjualnya ke pasar global.

#SAVERAJAAMPAT.***


Penulis: Muhammad Hugen, Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung, Kader GMNI Bangka Belitung.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Foto: Desain Grafis oleh SP-NTT/MARHAENIST
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Senin, 25 Agustus 2025 | 17:44 WIB
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:34 WIB
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:28 WIB
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
Minggu, 24 Agustus 2025 | 21:13 WIB
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait
Sabtu, 23 Agustus 2025 | 19:24 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Peringati HUT Kemerdekaan RI, DPC GMNI Touna dan DPK GMN Bung Tomo Manajenen Gelar Nobar Sekaligus Bedah Film bersama Masyarakat
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jawa Timur saat adakan orasi di depan gedung Grahadi Surabaya, (26/08/2024). FILE/IST. Photo
Kabar GMNI

Kawal Implementasi PKPU, GMNI Jatim Gruduk Gedung Grahadi Surabaya

MARHAENIST - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jawa Timur bersama dengan Budayawan…

Kabar PA GMNI

Persatuan Alumni GMNI Konsolidasikan Kaum Nasionalis di Sumbar

Marhaenist - Ketua Umum DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA…

Opini

Kesengsaraan Rakyat Indonesia Disebabkan oleh Nekolim

Marhaenist.id - Belajar dari Bung Karno di dalam menghadapi Nekolim, ia mencanangkan…

Bingkai

Komandante ‘Pacul’ Saat Ziarahi Makam Bung Karno

Marhaenist.id, Blitar - Ketua DPD Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMNI) Jawa…

Kabar GMNI

Dukung Putusan MK, GMNI Kalsel Lakukan Unjuk Rasa di Gedung DPRD

MARHAENIST - Aparat kepolisian tetap siaga menghadapi unjuk rasa Gerakan Mahasiswa Nasional…

Kabar GMNIOpini

Kongres GMNI Versi Immanuel: Anti Persatuan dan Klaim Sepihak

Marhaenist.id - Sekitar siang atau sore hari ini pada tanggal 15 Juli…

Opini

Marhaenisme & Pengentasan Kemiskinan: Momentum Hari Raya Idul Fitri

Marhaenist - Hari raya Idul fitri 1445H telah berlalu, menjadi momentum bagi…

Artikel

Megawati, Demokrasi dan Hari Ini

Marhaenist.id - Saya lupa dimana pernah saya baca ketika Sukarno menceritakan bagaimana…

Manifesto

Elemen Perjuangan Kelas Dalam Perjuangan Pembebasan Rakyat Indonesia, Henk Sneevliet 1926

Marhaenist - Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau lebih dikenal sebagai Henk…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?