Marhaenist.id – Tanggal 12 Mei 1998, 4 Mahasiswa Universitas Trisakti tewas ditembak aparat keamanan dan puluhan lainnya luka-luka. Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie ditembak saat berdemonstrasi bersama rekan-rekannya di Universitas Trisakti.
Mereka menuntut Soeharto segera lengser dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia, yang telah 32 tahun berkuasa dan menyebabkan Indonesia alami krisis multidimensi mulai ekonomi, politik, sosial, hingga kepercayaan masyarakat.
Korban kembali berjatuhan selama rentang 13-15 Mei 1998 di Jakarta, Bandung, Solo dan beberapa kota besar lain. Sebanyak 1.300 lebih orang tewas dan ratusan perempuan diperkosa tanpa pernah diungkap.
Penjarahan dan perampasan harta benda masyarakat secara paksa pun terjadi secara masif di tengah masyarakat, kala itu.
Reformasi di Indonesia memuncak pada Mei 1998, dengan mahasiswa sebagai motor utama yang menggerakkan gerakan rakyat berhasil memaksa Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, pada 21 Mei 1998.
Peristiwa kelam tersebut dikenal dengan Tragedi Trisakti. Komnas HAM menyebutkan terdapat kejahatan kemanusiaan pada kedua peristiwa tersebut.

Tahun 1999, Universitas Trisakti mendirikan Museum Tragedi 12 Mei 1998 (Museum Pahlawan Reformasi) untuk mengenang dan menghormati peristiwa tragis tersebut, sekaligus mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.
Museum yang berada di Kampus Universitas Trisakti, Jakarta ini menyimpan berbagai koleksi terkait peristiwa tragedi Trisakti seperti foto, video, kliping berita, dan benda-benda memorabilia.
Pada 2005, Pemerintah menganugerahi Bintang Jasa Pratama kepada Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977-1998), Hafidin Royan (1976-1998) dan Hendriawan Sie (1975-1998).
Tahun 2025, Civitas Akademika Trisakti mengusulkan 4 mahasiswa yang gugur kala Reformasi 1998 menjadi Pahlawan Nasional, sebagai bentuk penghormatan atas perjuangan mereka dalam Reformasi 1998.***
Sumber: Media Sosial PDI Perjuangan.