Marhaenist – Penulis tak sengaja membaca perkembangan isu terkini dalam pemberitaan media massa, terdapat dua isu yang berbeda muncul di Headline news yakni mengenai topik “Rakernas V Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) tahun 2024” dan “Penyerangan Israel terhadap warga pengungsi Palestina di Kota Rafah.” Sebagai pengantar awal, penulis berupaya mengungkapkan perseteruan antara Israel-Palestina, yang menjadi sorotan jagad dunia maya.
Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dalam penggunaan sosial media (bermunculan di Instastory), postingan yang seragam dengan slogan “All Eyes on Rafah,” merespon serangan membabi buta yang dilancarkan oleh Israel terhadap warga Palestina yang mengungsi di Kota Rafah (perbatasan dengan Mesir), selatan Gaza. Rafah merupakan pengungsian terakhir bagi Warga Palestina (khususnya 1,4 juta warga Gaza), setelah Gaza Utara, Gaza, dan Tepi Barat diserang secara masif oleh militer Israel, yang menyebabkan warga yang mengungsi di kamp banyak yang meninggal dunia.
Kebrutalan Israel menyerang warga Palestina yang mengungsi di Kota Rafah awal Mei (hampir 8 bulan sejak bulan Oktober 2023, Otoritas Kesehatan di Gaza menginformasikan 36.171 tewas) merupakan kejahatan genosida. Berdasarkan keterangan Otoritas Kesehatan Gaza, sejumlah 45 orang meninggal akibat kamp pengungsi terbakar karena serangan Israel pada Minggu (26/5/2024), termasuk 23 wanita, anak-anak dan lanjut usia (CNBC). Meskipun Israel berdalih bahwa penyerangannya tertuju pada kelompk Hamas. Sejumlah negara yang tergabung dalam komunitas internasional, turut memberikan kecaman terhadap Israel. Bahkan, Mahkamah Internasional/Internationl Court Justice (ICJ) memberikan perintah agar Israel menghentikan serangannya.
Berdasarkan pengungkapan media massa, awal mula perseteruan antara Israel – Palestina meletus pada 7 Oktober 2023. Yang mana, terdapat penyerangan kelompok militan Islam Palestina, seperti Harakah Muqawqamah al-Islamiyah (Hamas)/Gerakan Perlawanan Islam di Palestina, melakukan serangan mendadak dari jalur Gaza terhadap kawasan pemukiman Israel. Penyerangan tersebut dimanfaatkan oleh Hamas, untuk melancarkan serangan kepada masyarakat Israel yang mayoritas beragama Yahudi, pada hari Sabtu (Shabbat merupakan hari istirahat yang dikenal dalam Judaisme). Kemudian Israel melancarkan serangan balik secara masif hingga sampai saat ini.
Laporan The New York Times mewartakan lebih dari satu tahun sebelum kejadian, bahwa militer Israel memprediksi bahwa Hamas akan melancarkan serangan, namun asumsi hanya sebatas keinginan, dan bukan perkara mudah untuk menyerang kawasan teritorial yang di klaim oleh Israel, dengan pertahanan Iron Dome. Bahkan sejumlah elit Hamas dan Israel menunjukkan adu kekuatan. Misalnya yakni pidato kemenangan klaim tokoh Hamas, Ismail Haniyeh seolah-olah keinginan tercapai dengan menghujani roket wilayah Israel, dengan seruannya “nasrum minallah wa fathun qarib” (pertolongan Allah dan kemenangan yang sudah tercapai didepan mata) serta takbir berkali-kali.
Mencermati tak kunjung usainya perseteruan antara Israel-Palestina dalam upaya menguraikan ketegangan konflik, menjadi isu prioritas konflik kawasan Timur Tengah. Maka perlu adanya upaya dalam menguraikan ketegangan konflik dikawasan tersebut, terutama bagaimana Indonesia memperjuangkan Palestina sebagai bangsa dan negara yang berdaulat dan mendapatkan kemerdekaannya, tanpa adanya intervensi dan cawe-cawe secara politik yang menyebabkan tidak independen.
Politik Luar Negeri PDI Perjuangan: Perjuangan Bangsa Palestina
Sejauh penelusuran penulis, tak banyak scholar maupun akademisi yang konsen meneliti maupun mengkaji secara mendalam mengenai “Partai Politik dalam Politik Luar Negeri/Hubungan Internasional” bisa jadi menjadi pengembangan mata kuliah pada Program Studi “Hubungan Internasional” dibeberapa kampus di Indonesia maupun mancanegara.
Studi kasusnya yakni PDI Perjuangan melalui Ketua Umumnya, Megawati Soekarnoputri, melalui pidatonya pada peringatan peringatan Konferensi Asia – Afrika tahun 2017 di Istana Negara, mengungkapkan banyak negara Asia dan Afrika yang sudah merdeka, namun beban sejarah bagi Indonesia masih ada, saat Palestina belum dinyatakan sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu, Megawati terang-terangan akan terus berjuang untuk bangsa Palestina.
Dalam studi kasus ini, penulis berupaya menangkap informasi mengenai dinamika perseteruan antara Israel-Palestina beserta prediksi penulis mengacu rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan tahun 2024 yang diselenggarakan di Jakarta, 24-26 Mei 2024, tertuang dalam poin 15 memuat bahwa PDI Perjuangan merespon adanya kerawanan dunia, dengan fenomena konflik antar negara yang belum menemukan adanya gencatan senjata.
Rekomendasi PDI Perjuangan selaras dengan Preambule UUD ’45 (pada saat itu Bung Karno ikut merumuskan), perjuangan Indonesia dalam Politik Luar Negeri Indonesia bersifat Bebas-Aktif, yang berkewajiban ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sejak awal, PDI Perjuangan secara konsisten dalam menyuarakan Palestina sebagai bangsa yang merdeka, serta bagaimana Palestina sebagai negara yang mendapatkan pengakuan secara internasional, baik secara de facto maupun de jure. Hal ini beralasan dengan pendekatan historis, bahwa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, mendapatkan pengakuan dari bangsa Palestina pada tahun 1948.
Melalui kader-kadernya yang menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), yang ditugaskan di Komisi I (membidangi urusan kebijakan luar negeri), tetap intens dalam mengawal isu-isu kemanusiaan maupun perdamaian dunia.
Penulis mengutip rilis media Sekretaris Jendral PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, pada Kamis (6/6/2024) dengan judul “Ide, Gagasan, Pemikiran, Cita-Cita dan Perjuangan Bung Karno Selalu Relevan bagi Indonesia dan Dunia” dalam poin ketiga, pemikiran Bung Karno dalam perspektif global, menjelaskan tentang gagasan struktur dunia yang demokratis mengedepankan kemanusiaan, persaudaraan dunia, keadilan, ko-eksistensi damai dan kesetaraan setiap negara dalam keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Hal tersebut merespon bahwa kondisi pertarungan geopolitik saat ini, lebih mengedepankan pendekatan realis (untung – rugi). Sehingga PDI-P memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar menjalankan peranan politik luar negeri Bebas-Aktif, berdasarkan prinsip-prinsip yang pernah dibahas dalam forum Konferensi Asia Afrika, Gerakan Non-Blok (GNB), Conference of the New Emerging Forces (Conefo). Menurut Hasto Kristiyano dalam disertasinya berjudul “Diskursus Pemikiran Geopolitik Sukarno dan Relevansinya terhadap Pertahanan Negara”, bahwa pemikiran Bung Karno relevan dengan tantangan geopolitik dunia, ditengah pertarungan hegemoni sumber daya alam, penguasaan pasar dan unjuk kekuatan militer.
Atau merujuk pada rekomendasi perdamaian yang pernah disampaikan oleh Bung Karno melalui pidato dihadapan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) XV pada 30 September 1960, dengan judul “To Build The World A New.” Mengutip dalam buku “PANCASILA: Dari Indonesia untuk Dunia” karya Darmansjah Djumala & Bernanda Rurit, 15 tahun Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, pentingnya membangun suatu dunia yang sehat dan aman, membangun dunia yang penuh keadilan dan kemakmuran untuk semua.
Kemudian penulis mengutip pemikiran Bung Karno dalam buku Dibawah Bendera Revolusi Djilid I, terdapat kemiripan dengan cara pandang nasionalisme Barat (yang hanya memikirkan bangsanya sendiri, menjajah dan mengeksploitasi), sehingga bukan menjadi karakteristik bangsa Timur (mengedepankan kolektif dan persaudaraan universal, saling bergotong royong membangun peradaban semesta).
Aji Cahyono, Magister Interdisciplinary Islamic Studies Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.