Marhaenist.id, Kendari – Puluhan massa dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Kendari melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Sultra dan Polda Sultra terkait penyerobotan tanah masyarakat oleh pihak Pemerintah Desa Polindu, Kecamatan Mawasangka, Buton Tengah (Buteng), Provinsi Sulawesi Tenggara, pada Selasa (2/7/2024).
Ketua Bidang Agitasi dan Propaganda Aksi DPC GMNI Kendari, Aji Darmawan mengatakan bahwa berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, konflik kepemilikan tanah tersebut telah lama terjadi, dimana pemilik tanah dan Pemerintah Desa Polindu sama-sama mengklaim memiliki bukti kepemilikan tanah.
Meskipun masih dikonflikkan, kata Aji Dermawan, Pemerintah Desa Polindu tetap melakukan pembangunan Gedung Kesenian Serbaguna pada tahun 2023 silam.
“Sebelumnya kita telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Buteng dan hasil keputusan DPRD melalui Komisi I mengatakan bahwa terkait pembangunan harus digeser ke tempat tanah yang tidak bersengketa. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, Kades Polindu yang mengklaim dengan dasar kepemilikan Sertifikat Hak Pakai tetap bersekukuh melakukan pembangunan dan menjual batu yang telah digarap berada diatas tanah masyarakat yang bersertifikat,” ungkap Aji.
Disisi lain, Diman Safa’at selaku pemilik tanah yang ikut dalam aksi tersebut mengatakan bahwa berdasarkan pelampiran bukti alas hak, Kades Polindu menunjukan Sertifikat Hak Pakai atas klaimnya itu diterbitkan pada tahun 1989, sedangkan ia sebagai masyarakat memiliki sertifikat hak milik terbitan tahun 2000. Pada Prona tahun 2018 sebidang tanah yang berada dibelakang sertifikat terbitan tahun 2000 itu kembali diukur untuk disertifikatkan, dalam pengukuran lahan tersebut didampingi langsung oleh pihak keterwakilan BPN dan perangkat Desa Polindu.
“Setalah selesai melakukan pengukuran kompensasi pun telah di lunasi sebagai tujuan untuk mendapatkan sertifikat atas tanah tersebut, anehnya pada pendistribusian tahun 2021 sertifikat itu yang di harapkan malah tidak diberikan atau terbitkan,” ujar Diman.
Lanjut daripada itu, dalam ke janggalan proses penerbitan sertifikat itu pihak keluarga korban berinisiatif untuk mencroscek kembali data pengukuran tanah tahun 2018 itu melalui BPN Buteng, mirisnya pihak BPN menyampaikan bahwa pensertifikatan tahun 2018 itu sudah di terbitkan semua, hanya saja anehnya bukan lagi nama masyarakat yang mengukur itu yang di terbitkan, melainkan nama masyarakat lain.
“Karena adanya nama yang tidak sesuai dengan pemilik yang sesungguhnya dalam sertifikat itu, maka besar dugaan kami, ada unsur kesengajaan mengapa sertifikat itu tidak diterbitkan atas nama pemilik sesungguhnya yang ikut mengukur, pasalnya sertifikat tahun terbitan 2000, dan pengukuran pensertifikatan tanah tahun 2018 itu dilingkupi dalam Sertifikat Hak Pakai yang berluasakan 42.746 m². Hal itu sebagai dasar untuk memperkuat dasar klaimnya Kedes Polindu,” sambung Diman.
Dugaan berikutnya kami bahwa penunjukan titik koordinat oleh kepala Desa Polindu diatas tanah kami yang sudah bersertifikat hak milik itu bukan disitu lokasi tanah nya yang memiliki luas 42.746 m², melainkan berada di sebrang jalan sisi kiri, hal itu di perkuat oleh kesaksian salah satu perangkat desa yang mendampingi BPN untuk memasang plan aset desa.
“Dalam kesaksian perangkat desa menyampaikan bahwa luas ukuran tanah yang dipasang oleh BPN dalam plan aset desa yang bersebrangan jalan dengan tanah yang di klaim itu memiliki luasan yang SMA dengan tanah yang diklaim Kepala Desa diatas tanah kami yaitu 42.746 m². Hal ini kuat dugaan kami bahwa lokasi tanah ukuran 42.746 m² tersebut berada di sebrang jalan sisi kiri tapi bukan diatas tanah kami, karena dalam bergulirnya masalah ini tiba-tiba plan aset desa dihilangkan yang dipasang oleh BPN untuk bagaimana bisa menghilang jejak,” pungkas Diman.
Foto: GMNI Kota Kendari melakukan hearing dengan BPN Provinsi Sultra/sekitarSULTRA.com. |
Selain itu, Sahril, Ketua DPC GMNI Kota Kendari menyebut bahwa Kades Polindu dengan dasar yang tidak kuat telah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf (a) PERPU No. 51 tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya yang sah dan Pasal 385 ayat (1) KUHP tentang Penyerobotan Tanah Tanpa Hak secara melawan hukum.
Kades Polindu juga melanggar Pasal 424 KUHP tentang Pegawai Negeri dengan maksud akan menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melawan hak serta dengan sewenang- wenang memakai kekuasaannya menggunakan tanah pemerintah yang dikuasai (milik) dengan hak Bumiputera (warga negara), dihukum penjara selama-lamanya (6) enam tahun.
“Dengan dasar yang kurang kuat, Kades Polindu telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf (a) PERPU No. 51 tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya yang sah dan Pasal 385 ayat (1) KUHP tentang Penyerobotan Tanah Tanpa Hak, serta Pasal 424 KUHP tentang Pegawai Negeri dengan maksud akan menguntungkan dirinya atau orang lain,” sebut Sahril.
Lanjut, Sahril juga mengatakan bahwa mereka akan terus mengawal kasus tersebut sampai selesai, sebagaimana prinsip perjuangan GMNI yakni berjuang untuk rakyat dan berjuang bersama-sama rakyat.
“Kami akan terus mengawal kasus ini sampai masyarakat mendapatkan haknya. Melalui aksi ini pula, kami meminta BPN Sultra untuk segera melakukan langkah-langkah penyelesaian sengketa tanah antara kepala desa dan salah satu masyarakat yang ada di Desa Polindu, Buteng, serta melakukan investigasi dan pengkajian secara mendalam terkait sengketa lahan tersebut,” tutupnya.
Saat massa aksi dari GMNI Kota Kendari di Kantor Pertanahan Sultra, diterima langsung oleh Bidang Penyelesaian konflik lahan BPN Sultra dan melakukan hearing bersama GMNI dan akan membentuk tim khusus dan melakukan investigasi di lokasi tanah tersebut.
Sebelumnya, aksi sudah pernah dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat Desa Polindu akan tetapi tidak menemukan titik temu dan hasil yang baik. (Red)***