By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Resensi Ekologi Marx – John Belammy Foster
PB Jakarta Bangun Koperasi ‘Bottom Up’
Kisruh Koperasi dan MRT Bikin Iklim Usaha Buruk,  Ketua PB Jakarta Apresiasi Kebijakan Pramono Anung
Resensi Buku Karl Popper: Logika Penemuan Ilmiah
Kenapa Harus Adili Jokowi?

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

May Day is Not Holiday

Marhaenist Indonesia
Marhaenist Indonesia Diterbitkan : Senin, 5 Mei 2025 | 20:44 WIB
Bagikan
Waktu Baca 6 Menit
Bima Satrya Agnas Basid, Prodi S-1 Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Kader GMNI UINSA Ahmad Yani. Dokumen Istimewa.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Setiap kali tanggal 1 Mei tiba, media massa akan ramai menurunkan berita soal aksi buruh. Lalu sorenya, berita itu akan tenggelam, dan esoknya menjadi rutinitas kembali: buruh bekerja dalam sistem yang masih timpang, pemerintah kembali sibuk menata narasi pembangunan, dan sebagian masyarakat mungkin hanya mengingat tanggal merahnya saja. Padahal,

May Day bukan sekadar hari libur. Ia adalah penanda sejarah, bahwa hak-hak dasar pekerja tidak lahir dari kemurahan hati penguasa, tetapi dari perjuangan yang berdarah dan terus menerus dilanggengkan di jalanan.

Tahun ini, ribuan buruh dari berbagai elemen yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) kembali turun ke jalan. Aksi besar digelar di depan Gedung DPR RI, membawa lima tuntutan utama yang mencerminkan wajah nyata ketidakadilan struktural yang masih menghimpit kelas pekerja. Dalam sorotan spanduk, satu kalimat mencolok terbaca: “May Day is Not Holiday, Harinya Melawan.” Kalimat itu bukan sekadar pernyataan emosional, melainkan seruan politik yang menggambarkan krisis representasi dan pengabaian terhadap suara rakyat pekerja.

Salah satu tuntutan utama yang digaungkan GEBRAK adalah pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja. Sejak awal kemunculannya, UU ini telah menjadi sumber keresahan. Disahkan melalui mekanisme yang dinilai tidak partisipatif, undang-undang ini dianggap memberi keleluasaan berlebihan bagi pengusaha dan menempatkan buruh dalam posisi tawar yang semakin lemah.

Buruh kehilangan kepastian kerja, jaminan sosial, bahkan hak untuk berunding secara adil. Tempo dalam laporannya (1 Mei 2025) mencatat bahwa UU Cipta Kerja kembali menjadi sorotan utama dalam aksi May Day tahun ini karena belum ada tanda-tanda perbaikannya, bahkan di bawah kepemimpinan pemerintahan yang baru.

Tak hanya soal hukum ketenagakerjaan, GEBRAK juga menyoroti ketidakadilan dalam pengakuan dan perlindungan terhadap pekerja sektor informal dan pekerja rumah tangga. Hingga kini, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga masih tertahan di meja legislatif, padahal data dari JALA PRT menunjukkan bahwa lebih dari empat juta pekerja rumah tangga di Indonesia masih bekerja tanpa jaminan hukum, upah layak, atau perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi. Di sektor informal seperti ojek daring dan jasa pengantaran, pekerja menghadapi jam kerja panjang, risiko tinggi, dan tanpa kejelasan status sebagai buruh formal.

Baca Juga:   Ironi Sebuah Nasionalisme

Ketimpangan juga hadir dalam bentuk penggusuran paksa dan konflik agraria yang masih marak. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam catatan akhir tahunnya (2024) mencatat lebih dari 200 konflik agraria sepanjang 2023, mayoritas dipicu oleh proyek infrastruktur dan investasi skala besar yang menyingkirkan masyarakat kecil dari tanahnya sendiri. GEBRAK menolak model pembangunan yang berwatak eksklusi ini dan menyerukan pelaksanaan reforma agraria sejati yang berpihak pada rakyat, bukan pada kepentingan pemodal.

Aksi May Day 2025 pun tidak luput dari sorotan karena adanya insiden simbolik berupa pembakaran ban di depan DPR. Namun penting dicatat bahwa aksi tersebut secara umum berlangsung damai dan terorganisir. Tempo melaporkan bahwa pembakaran ban itu adalah bentuk ekspresi politik terhadap minimnya respons negara atas lima tuntutan GEBRAK, bukan tindakan anarkis tanpa arah. Bahkan, banyak peserta aksi datang membawa anak-anak mereka, menunjukkan bahwa perjuangan ini bukan soal ideologi semata, tapi soal keberlangsungan hidup.

May Day tahun ini juga menjadi cermin awal bagi pemerintahan baru Prabowo-Gibran. Belum ada tanda-tanda konkret bahwa kepemimpinan yang baru ini akan membawa angin segar bagi dunia perburuhan. Dalam berbagai orasi, perwakilan buruh menyampaikan kekecewaan karena isu kesejahteraan buruh dan perlindungan sosial belum menjadi prioritas dalam program kerja pemerintah. Banyak yang melihat bahwa orientasi ekonomi pemerintah masih berpusat pada investasi dan proyek infrastruktur, bukan pada pemenuhan hak-hak dasar warga pekerja.

Melihat dinamika ini, jelas bahwa May Day tidak boleh didegradasi menjadi seremoni tahunan yang penuh formalitas dan pidato kosong. Ia adalah arena di mana rakyat pekerja memperjuangkan hak hidup yang semakin terdesak. Ketika suara buruh dibungkam di ruang-ruang legislasi, maka jalanan menjadi ruang artikulasi terakhir. Dan selama ketimpangan dibiarkan, selama hukum ditegakkan secara berat sebelah, May Day akan terus menjadi hari perlawanan, bukan sekadar tanggal merah di kalender.

Baca Juga:   Polemik Tapera: Masalah atau Solusi?

Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa perjuangan buruh bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan dalam satu hari peringatan. May Day seharusnya menjadi pengingat bahwa masih banyak masalah struktural yang belum selesai dari ketimpangan upah, ketidakpastian kerja, hingga minimnya perlindungan hukum bagi pekerja informal. Selama hak-hak dasar buruh masih diabaikan dan kebijakan publik belum benar-benar berpihak pada mereka, maka aksi turun ke jalan adalah bentuk protes yang sah.

Penulis melihat bahwa suara buruh perlu didengar dan dijadikan dasar dalam merumuskan kebijakan yang adil. Seperti yang pernah dikatakan oleh Bung Karno, “Barang siapa ingin mutiara, harus berani terjun ke laut yang dalam.” Dalam konteks ini, keberanian buruh untuk terus menyuarakan tuntutan mereka adalah upaya nyata dalam mencari keadilan yang selama ini belum mereka dapatkan. Seperti yang juga pernah disampaikan oleh Bung Karno, “Revolusi belum selesai,” yang mengingatkan kita bahwa perjuangan untuk keadilan sosial dan hak buruh terus berlanjut, hingga tercapainya sebuah sistem yang benar-benar berpihak pada kesejahteraan mereka.


Penulis: Bima Satrya Agnas Basid, Prodi S-1 Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Kader GMNI UINSA Ahmad Yani.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Resensi Ekologi Marx – John Belammy Foster
Jumat, 12 September 2025 | 00:53 WIB
PB Jakarta Bangun Koperasi ‘Bottom Up’
Senin, 8 September 2025 | 00:15 WIB
Kisruh Koperasi dan MRT Bikin Iklim Usaha Buruk,  Ketua PB Jakarta Apresiasi Kebijakan Pramono Anung
Senin, 8 September 2025 | 00:07 WIB
Resensi Buku Karl Popper: Logika Penemuan Ilmiah
Minggu, 7 September 2025 | 23:24 WIB
Kenapa Harus Adili Jokowi?
Minggu, 7 September 2025 | 21:46 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Lukisan Pakde Karwo Menolak Terbakar: Isyarat Zaman dari Api Grahadi, Ramalan Jayabaya yang Hidup
Marhaenis
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, berolahraga dengan bersepeda di Kota Surabaya, bertajuk “Gowes Keliling Surabaya”, Sabtu (15/10/2022) pagi. FILE/IST. Photo
Polithinking

Bersepada Keliling Surabaya, Hasto Sampaikan Pesan Megawati

Marhaenist - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berolahraga dengan bersepeda di Kota…

Kabar GMNI

Aliansi Jombang Bergerak: GMNI dan IKABEMJO Desak DPR dan KPU Patuhi Putusan MK

Marhaenist.id, Jombang – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin. REUTERS
Infokini

Indonesia Berharap Kehadiran Xi Jinping di KTT G20

Marhaenist - Indonesia selaku tuan rumah KTT G-20 kembali menyampaikan harapannya agar…

Opini

Refleksi Perjuangan R.A Kartini: Emansipasi Perempuan dalam Ruang Ketenagakerjaan

Marhaenist.id - Emansipasi perempuan bukan lagi wacana baru, tetapi realitas yang masih…

Polithinking

PDIP Lantik Pengurus Baru, Diantaranya Alumni GMNI, Siapa Aja Yang Kamu Kenal?

Marhaenist - Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto dalam acara pelantikan pengurus…

ArtikelStudy Filsafat

Aristoteles: Kegagalan adalah Pelajaran, Tetapi Menyerah adalah Kekalahan Sejati

Marhaenist.id - Aristoteles mengungkapkan bahwa Hidup adalah perjalanan penuh tantangan. Di setiap…

Kabar GMNI

DPC dan DPK GMNI Se-Bangka Belitung Resmi di Lantik

Marhaenist.id, Bangka - Dengan mengusung tema “Mewujudkan Tri Sakti Bung Karno yang…

Opini

Nominasi OCCRP dan Beban Berat Presiden Prabowo

Marhaenist.id - Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) adalah lembaga independen jaringan…

Kabar GMNI

Lanyangkan Pernyataan Sikap, GMNI Sulut: Akhiri Dualisme, Tolak Intervensi dan Jaga Persatuan

Marhsenist.id, Manado – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?