By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Arjuna Putra Aldino Lantik Pengurus DPC GMNI Halut Periode 2025-2027
DPD PA GMNI Kaltim Tolak Pemangkasan DBH yang Dinilai Sangat Tidak Adil
Tambang Rampok Hak Rakyat, Ketua PA GMNI Kaltim Desak Presiden Prabowo Hentikan Operasi 13 Perusahaan Raksasa
Gelar Konfercab Persatuan, Rifki Pratama dan Andi Supriyanto Resmi Pimpin GMNI Bima
Refleksi Hari Jadi Kabupaten Rohul Ke-26 Tahun, GMNI: Momentum Evaluasi Pembangunan dan Penguatan Nasionalisme Kerakyatan

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Belajar KoperasiOpini

Pajak untuk Keadilan

Marhaenist Indonesia
Marhaenist Indonesia Diterbitkan : Selasa, 24 Desember 2024 | 10:52 WIB
Bagikan
Waktu Baca 5 Menit
Ilustrasi Pajak. Sumber: Freepik
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Perdebatan soal kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen terus bergulir. Pemerintah sepertinya akan tetap bersikukuh menjalankan kebijakan tersebut di awal tahun. Kenaikan ini dianggap terkait amanah UU Omnibus Law Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP).

Hal penting yang jadi pertanyaan adalah, kenapa pemerintah tetap ngotot untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen? padahal kondisi ekonomi masyarakat pada umumnya sedang dalam masa sulit?. Kenapa amanat UU itu dianggap sebagai semacam kitab suci? yang harus dan wajib dilaksanakan. Kenapa pemerintah tidak mau mendengarkan aspirasi masyarakat yang masif menolak kenaikan tarif pajak ini? Ada apa sebenarnya?

Pajak memang lembaga yang sudah tua, seusia dengan sistem kekuasaan. Pemerintah memerlukan dana dalam bentuk pajak untuk menunjang kegiatan pemerintahannya. Umumnya hal itu dilaksanakan dengan menggunakan kekuasaan yang setengah ” memaksa”. Namun perlu diingat, revolusi di Amerika, misalnya, diawali oleh perlawanan terhadap Pajak Teh (Boston Tea Party), semacam pajak atas PPN termasuk teh. Ketika itu Amerika merupakan salah satu wilayah jajahan Inggris.

Salah satu tujuan penting dari pajak di negara demokrasi adalah untuk keadilan. Jika hal ini dilupakan, maka esensi dari pajak itu telah kehilangan maknanya. Pajak yang adil itu harus memenuhi dua unsur penting, baik adil dalam pemungutanya maupun dalam alokasinya.

Dalam konteks pemungutan yang adil, maka salah satunya berlaku sistem keadilan vertikal. Artinya pemungutan pajak yang adil itu harus mempertimbangkan kemampuan bayar (ability to pay) dari subyek pajak. Semakin besar kemampuan bayar subyek pajak, maka semakin besar mereka musti dikenai pajak. Bukan justeru sebaliknya. Bebas pajak ( tax holiday) untuk elit kaya, dan pajak untuk rakyat biasa.

Baca Juga:   Hipotetis: Relevansi Gerak Marhaenis tehadap Marhaenisme dalam Melawan Tantangan Zaman Diera Kekinian

Kalau pemerintah itu adil, maka orang super kaya yang mustinya dipajaki lebih banyak. Dalam simulasi sederhana saja, target 75 trilyun rupiah dari asumsi kenaikan tarif pajak PPN dari 11 persen menjadi 12 persen itu sesungguhnya cukup ditutup dengan memajaki harta bersih 5000 an orang superkaya di Indonesia dengan harta di atas 144 milyard rupiah. Ini selain lebih adil juga lebih jelas dampaknya bagi masyarakat kecil.

Pajak harta (wealth tax) adalah pajak yang dikenakan atas aset pribadi seperti uang tunai, properti, deposito, saham, dan kepemilikan bisnis setelah dikurangi utang. Pajak harta ini lebih mencerminkan prinsip keadilan karena disasarkan kepada mereka yang benar-benar memiliki kemampuan membayar.

Pajak harta ini juga lazim dijalankan di negara lain. Sudah ada 36 negara yang menerapkan sistem pajak harta ini. Sebut saja misalnya Norwegia, Spanyol, Swiss dan lain lain. Tarifnya juga cukup bervariasi dari angka 0,5 persen hingga 3,75 persen. Negara negara ini justru menjadikan kemakmuran merata dan ini dapat dilihat dari rasio gini pendapatan maupun kekayaan mereka yang rendah.

Semestinya, ketika ekonomi rakyat sedang lesu, dimana daya beli rakyat kelas menengah dan bawah sedang terus mengalami penurunan itu maka pemerintah harusnya justru memberikan banyak insentif agar roda ekonomi segera membaik. Bukan justru membebaninya dengan pajak yang semakin tinggi. Kebijakan untuk menaikkan tarif PPN adalah jelas tindakan sewenang wenang terhadap rakyat sebagai pemegang kekuasaan negara.

Kita paham, bahwa beban fiskal pemerintah saat ini sudah dalam kondisi berdarah darah. Dimana untuk menutup defisit fiskal itu kondisinya sudah bukan lagi gali lobang tutup lobang, tapi sudah dalam posisi gali lobang membuat jurang. Hal ini dapat dilihat dari angsuran dan bunga dari utang yang ada itu dalam tahun fiskal harus ditutup dengan utang bari sehingga utang negara tiap tahun terus meningkat.

Baca Juga:   Merdeka dalam Bayang-Bayang Kekerasan dan Kebijakan Serampangan: Refleksi 80 Tahun Republik Indonesia

Melihat kondisi ekonomi rakyat yang sedang menburuk justru harusnya pemerintah itu menjadi semakin rasional. Selain perlu kebijakan pengeluaran ketat juga semestinya dicari alternatif untuk mencari solusi jangka pendek yang mungkin, seperti misalnya mencegah kebocoran anggaran pemerintah yang selama ini dijadikan kampanye Presiden, disamping menggenjot program hilirisasi yang sudah dijadikan janji politik pemerintah. Jangan sampai hal ini juga menguap jadi janji manis belaka.

Dalam urusan pajak ini berlaku hukum yang sifatnya aksiomatik, jangan kuliti kulit dan daging dombanya jika ingin mendapatkan bulunya. Lebih penting lagi, jangan buat penderitaan rakyat kalau hanya untuk tujuan memberikan kenikmatan bagi segelintir elit politik dan elit kaya. Ini adalah negara demokrasi, dimana pemerintah adalaj mereka yanh dipilih rakyat untuk diperintah bukan memaksa dan bertindak sewenang wenang terhadap rakyat.

Tujuan pembangunan yang terpenting adalah bukan untuk mempertinggi pendapatan negara, namun bagaimana menciptakan kue ekonomi yang semakin besar dan dinikmati secara adil oleh rakyat. Agar pembangunan berjalan secara berkelanjutan serta mampu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakatnya. Dorong rakyat untuk memiliki kemampuan mengkreasi pendapatan bukan justru memampatkanya, dengan pajak.***


Suroto, Ketua Asosasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES).

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Arjuna Putra Aldino Lantik Pengurus DPC GMNI Halut Periode 2025-2027
Senin, 13 Oktober 2025 | 14:51 WIB
DPD PA GMNI Kaltim Tolak Pemangkasan DBH yang Dinilai Sangat Tidak Adil
Senin, 13 Oktober 2025 | 12:24 WIB
Tambang Rampok Hak Rakyat, Ketua PA GMNI Kaltim Desak Presiden Prabowo Hentikan Operasi 13 Perusahaan Raksasa
Senin, 13 Oktober 2025 | 11:36 WIB
Gelar Konfercab Persatuan, Rifki Pratama dan Andi Supriyanto Resmi Pimpin GMNI Bima
Senin, 13 Oktober 2025 | 00:21 WIB
Refleksi Hari Jadi Kabupaten Rohul Ke-26 Tahun, GMNI: Momentum Evaluasi Pembangunan dan Penguatan Nasionalisme Kerakyatan
Minggu, 12 Oktober 2025 | 16:32 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Heri Purnomo Kembali Terpilih Secara Aklamasi sebagai Ketua PA GMNI Kota Bekasi
Kabar PA GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Kabar PA GMNI

Peduli Warga TPA Sampah Batu Layang, PA GMNI Pontianak Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Marhaenist - Dalam rangka Dies Natalies Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ke-68…

Opini

Anggaran MBG Mencair

Marhaenist.id - Di negeri ini, ada satu hukum alam yang tak tertulis…

Polithinking

Ahok: Mas Ganjar Paling Pantas Jadi Presiden, Layak Diperjuangkan

Marhaenist.id, Jakarta - Basuki Tjahaja Purnama yang baru saja mundur dari Komisaris…

Kabar GMNI

Telah Lahirkan Tokoh-Tokoh Nasional, Siapa Sajakah Mereka yang Pernah Berorganisasi di GMNI?

Marhaenis.id - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia atau yang sering disebut GMNI merupakan…

Infokini

Skenario Perbaikan Demokrasi dan Pemerintahan Dibutuhkan Oleh Masyarakat Sipil

MARHAENIST - Di tengah kondisi kehidupan bangsa yang tengah menurun dalam berbagai…

Kabar GMNI

Soal Kekurangan Tabung Oksigen, Aktivis GMNI di Mamasa Pertanyakan Keseriusan Pemda dalam Pelayanan Keseheatan

Marhaenist.id, Mamasa - Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Rihardes Langi’ Memanna…

Kabar GMNI

Raker DPD GMNI Jatim: Digitalisasi sebagai Upaya Penguatan Organisasi

Marhaenist.id, Surabaya - Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Jawa Timur…

Internasionale

Kamala Harris Kini Resmi Jadi Kandidat Capres AS Dari Demokrat

MARHAENIST - Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris resmi menerima nominasi presiden…

Artikel

Bung Karno: Semboyan Kita Banyak Bicara, Banyak Bekerja

Marhaenist.id - Salah besar jika kita berpegang pada perkataan: "jangan banyak bicara…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?