MARHAENIST – Indonesia memulai sebuah era baru, memilih presiden secara langsung pada pemilu 2004. Pemilihan secara langsung diasumsikan agar yang terpilih adalah yang bisa menjawab harapan RAKYAT, dapat mengatasi masalah yang sedang melanda bangsa.
Masalah utama yang menggerogoti bangsa ini sejak pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto selama 30 tahun adalah KKN. Karena itu lahirlah reformasi dengan tuntutan utama, menghentikan praktek KKN.
Katakan Tidak
SBY presiden pertama yang terpilih melalui pemilihan langsung. Dengan Demokrat partainya yang juga menjadi pemenang pemilihan legislatif, SBY tampil mengangkat pedang perlawanan terhadap KKN.
Sungguh memukau dan membuat hati RAKYAT seluruh Indonesia berbunga-bunga. Karena tiada hari berlalu tanpa proklamasi perlawanan KKN; ” Katakan tidak pada korupsi”. Proklamasi perlawanan SBY itu tayang setiap saat di semua saluran TV. Dimuat media cetak secara luas. Diulas para pengamat politik dan sosial di berbagai kesempatan. Menjadi perbincangan warga di arisan, di warung-warung, bahkan di terminal saat prnumpang menunggu bus.
Sayangnya perlawanan dengan sejumlah pasukan andalan termasuk Angelina Sondak dan Anas Urbaningrum gegap gempitanya hanya di layar kaca. Hambalang, proyek besar yang awalnya gembar gembor pada akhirnya mangkrak. Mangkrak karena sebagian besar dananya beralih menjadi mobil mewah, rumah mewah pribadi oknum-oknum yang dekat kekuasaan dan atau sedang berkuasa.
Pada akhirnya SBY melangkah dengan lunglai meninggalkan istana karena pedang perlawanan yang diayunkannya sama sekali tak bertuah. Kampanye katakan tidak yang semula gegap gempita menjadi senyap.
RAKYAT kecewa, tertipu, ternyata salah pilih.
Nawa Cita, Harapan Baru
Pilpres 2014, kembali mencuatkan semangat RAKYAT yang semula pudar menatap bangkai Hambalang, simbol korupsi besar pada era SBY. Harapan terhentinya praktek KKN kembali berbunga setelah Jokowi terpilih Jokowi memang tak setegap SBY, juga tidak jreng-jreng kampanye melawan korupsi. Tetapi ia disenangi dan dipercaya mampu memberantas korupsi karena ia hadir dengan konsep yang mendasar, memberi jawaban konkrit terhadap carut-marut birokrasi, hukum dan politik serta visioner membawa bangsa dan negara naik kelas. Itu tertuang dalam Nawa Cita yang saat itu menjadi perbincangan luas.
Menjadi perbincangan karena tidak bombastis, tidak muluk-muluk tetapi seperti dokter ahli yang berhasil mendiagnosa penyakit dan menyiapkan resep yang paten.
Simaklah Cita yang ke 2; Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelolah pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya……
Cita ke 4; Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistim dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
Cita ke 8; Melakukan revolusi karakter bangsa melalui pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan sejarah pembentukan bangsa, nilai2 patriotisme dan cinta tanah air, semangat bela negara dan budipekerti.
Mencermati tiga point tersebut. maka berbungalah hati RAKYAT, bahwa akan ada langkah baru yang konkrit menghentikan praktek KKN yang dimulai dari pembentukan karakter bangsa. Persis dan tentu merujuk kepada niat Bung Karno yang terkenal; “ nation and caracter building”. Berbunga karena ada langkah baru yang terencana apik melalui Nawa Cita yang memukau saat itu. Terlebih karena publik sempat lemas menyaksikan 10 tahun pemerintahan SBY dimana korupsi bukannya ” tidak” tetapj justru menggila dan dimulai dari tubuh Partai Demokrat. Katakan tidak, lakukan ok begitu cadaan masyarakat saat itu.
Terpukau Tampilan Sederhana
Niatan Jokowi yang terkonsep dengan baik melalui diskusinya yang panjang bersama sejumlah pemikir, melahirkan Nawa Cita, menggambarkan keseriusannya untuk menghentikan praktek KKN yang benar-benar telah merusak mental dan perekonomian bangsa. Harapan RAKYAT kian meningkat dengan melihat tampilan Jokowi lebih banyak berkemeja putih dengan lengan separuh tergulung.Keren, begitu pujian diiringi decak kagum saat itu.
Harapan dan rasa kagum kemudian membubung selangit ketika dua putra Jokowi; Gibran jualan martabak dan Kaesang adiknya menjual pisang goreng.
Luar biasa, lengkap, tak ada keraguan, namun benar kata orang bijak; perjalanan waktulah yang akan membuktikan. Bahkan kata bapak Bangsa Amerika; Abraham Lincoln; ” jika ingin mengetahui karakter asli seseorang, berilah dia kekuasaan”.
Jokowi menjadi bukti. Belakangan Faizal Basri ekonom UI yang konsisten dengan misi reformasi mengungkap ekspor gelap biji nikel di tengah program Jokowi menghentikan pengiriman bahan tambang sebelum diolah. Kecurigaan istana ikut berlumuran KKN mulai merambah dari mulut ke mulut. Perbincangan demi perbincangan kian meluas setelah dari persidangan mantan Gubernur Maluku Utara AGK mencuap kasus Blok Medan.
Menyusul info heboh Kaesang bersama istri naik jet pribadi melintasi Samudera Pasifik.Publik lalu memutar balik pikiran, mengapa UU tentang KPK bisa selesai dalam waktu singkat dan memakan korban dari massa yang berdemo menentang perubahan UU tersebut. Masyarakat pendukung gila Jokowi termasuk saya baru tersadar keteledoran meloloskan UU baru yang menempatkan KPK di bawah presiden yang sebelumnya independen. Akibatnya kini, lembaga yang dibentuk khusus dengan misi khusus memberantas KKN itu tenggang rasa mengusut kasus penggunaan jet pribadi dan kasus Blok Medan dan tentu juga penyelundupan 5.000 ton biji nikel ke China.
Publik juga lalu mempertanyakan urgensi apa PIK, proyek kota satelit di utaravJakarta itu dan BSD yang sudah lama jadi hunian lalu dijadikan proyek strategis nasional?
Itu antara lain tentang bau amis yangmenyeruak dari istana. Belum lagi berbagai kasus korupsi yang mencuat dengan angka pantastis, mencengangkan; t e r i l i u n coy. Maka Nawa Cita yang semula membubungkan harapan RAKYAT ke angkasa kini ambyar. Bahkan UU pun bisa diubah dalam waktu yang sesingkat-singkatnya hanya agar sang putra presiden bisa lolos menjadi calon wakil presiden.
Semua itu menegaskan KKN di negeri yang selalu mengklaim diri religius ini, bukannya layu melainkan tumbuh subur dan meluas membuat RAKYAT menjadi lemas.
“Jangan Kau Korupsi”
Di tengah memudarnya harapan RAKYAT, setelah tertipu SBY dan Jokowi, saluran2 TV, video, WA, media cetak menyiarkan pernyataan Prabowo yang berapi-api di depan kader-kadernya untuk menghentikan praktek korupsi.
“Jangan kau korupsi, jangan kau korupsi. Kalau kau korupsi saya akan kejar sampai di mana pun”, begitu kata Prabowo sambil menunjuk-tunjuk ke arah kader-kader partai Gerindra. Itu peringatan keras kepada sejumlah kader-kader partai Gerindra yang segera akan menduduki sejumlah jabatan legilatif dan eksekutif.
Juga menurut saya, cara mengingatkan dirinya yang tinggal 25 hari lagi akan menduduki jabatan puncak pemerintahan; presiden yang ia buruh selama hampir 20 tahun.
Peringatan yang berapi-api itu kini kembali menumbuhkan tunas harapan RAKYAT. Harapan dihentikannya praktek KKN yang telah menghambat cita- cita pendirian negeri ini yakni hidup sejahtera seluruh warganya.
Kita berharap Prabowo konsisten dengan ucapannya, tidak hanya menampilkan iklan indah yang menjanjikan. Kita berharap karena ibarat pelari yang bertanding, SBY dan Jokowi telah jatuh terjerembat jauh dari garis finish. SBY dan Jokowi gagal total. Kini harapan ada pada Prabowo yang sudah menyatakan perang terhadap KKN.
Kita tunggu, karena:
Konsisten sangat mahal.
Pragmatisme selalu temukan alasan.
Oleh : Jacobus K. Mayong Padang, Kalibata dekat tempat persembunyian salah satu bapak bangsa, Tan Malaka.