MARHAENIST – Hari-hari terakhir pemerintahan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reshuffle kabinetnya. Alasan yang muncul di permukaan adalah pentingnya keberlanjutan program transisi yang mulus (smooth transition) dari Jokowi ke Prabowo Subianto. Dalam waktu yang kurang dari dua bulan, sepertinya banyak sekali yang harus diobservasi dan dipelajari untuk memastikan apakah program-program strategis akan berlanjut. Walaupun semua itu akan tergantung bagaimana Prabowo Subianto mengeksekusi program-program prioritas yang telah dijanjikannya pada masa kampanye.
Janji adalah utang yang harus dipenuhi dan ditepati, apalagi janji kepada rakyat. Presiden terpilih mempunyai waktu 3 bulan setelah pelantikan untuk menyelesaikan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang ditetapkan dengan Keppres sesuai aturannya yang berlaku (UU 25 tentang SPPN Tahun 2004). Pertanyaaannya adalah, apakah RPJMN Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (PS-GRR) akan menjadikan program prioritas pemerintahan Jokowi sebagai program prioritasnya dalam RPJMN, termasuk PSN (Proyek Strategis Nasional). Apakah pemerintahan PS-GRR lebih mengutamakan janji kampanenya dan hanya sekedar meneruskan program-program prioritas dan PSN Jokowi. Hal ini masih harus ditunggu bagaimana final RPJMN 2024-2029 yang akan ditetapkan sekitar bulan Januari 2025.
RPJMN menjadi pedoman dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebagai landasan penyusunan APBN tahunannya. RAPBN dan Nota Keuangan 2025 yang dipidatokan Presiden Jokowi di DPR pada tanggal 16 Agustus 2024 yang baru lalu disusun oleh pemerintah sekarang dan dilaksanakan oleh pemerintah berikutnya. Sehingga setiap lima tahun akan terjadi proses transisi antar pemerintahan. Proses transisi akan relatif melambat apabila ada lembaga atau organisasi kementerian yang baru. Praktek yang biasa dilakukan adalah menitipkan organisasi baru tersebut kepada K/L yang sudah ada pada tahap awal.
Untuk bisa operasional secara efektif diperlukan Keppres tentang struktur organisasi K/L sebagai landasan hukum untuk Rekening Anggaran K/L dan alokasi anggaran bagi K/L tersebut. Orgainasi baru perlu diisi strukturnya dengan SDM baik melalui recruitment maupun seleksi untuk jabatan tingginya, perlu overhead infrastruktur seperti kantor dan alat-alat kantor serta kendaraan operasional. Semuanya ini memerlukan alokasi anggaran. Usulan Nota Keuangan dan RAPBN 2025 sudah diusulkan ke DPR sebagai bahan untuk pembahasan awal. Apabila substansi organisasi baru dan bidang prioritas baru PS-GRR sudah masuk dalam usulan, ini akan lebih memudahkan dan mempercepat proses dalam pelaksanaannya.
Seorang Menteri yang baru dilantik memerlukan waktu untuk menyesuaikan dengan tugas baru yang diamanahkan, mulai dari tata kelola organisasi termasuk tupoksinya dan substansi atau bidang yang ditugaskan kepadanya. Belum termasuk manajemen SDM di Kementerian/Lembaga yang dipegang. Berdasarkan pengamatan penulis, seorang Menteri sudah termasuk cepat apabila mampu bekerja secara efektif setelah sekitar 6 bulan. Substansi organisasi dan bidang yang ditangani untuk negara sebesar Indonesia ini tidak mudah dikuasai dalam waktu 1-2 minggu. Jadwal Menteri akan ketat karena harus melayani Presiden yang dibantu dan menyiapkan bahan-bahan yang relevan, juga agenda-agenda lain baik yang seremonial maupun yang substantif. Menteri akan sangat beruntung kalau mempunyai pasukan (staff) yang mumpuni sehingga akan bisa langsung berlari mengakselerasi apa yang menjadi janji kampanye Presiden.
Bagi Menteri yang belum pernah masuk di birokrasi hal-hal tersebut di atas akan menjadi tantangan dan hambatan yang harus segera direspon dengan baik. Tidak mudah untuk mengelola birokrasi yang cara bekerjanya sudah dipagari oleh peraturan-perundangan maupun batas-batas dalam alokasi anggaran maupun peraturan-peraturan sektoral. Birokrasi tidak hanya sekedar menjalankan program dan kegiatan sesuai tupoksinya agar tepat target dan tepat waktu, tetapi juga menjaga “governance” agar tidak terjadi penyimpangan maupun malpraktek dalam penyelenggaraan pembangunan.
Birokrasi juga menghadapi kepentingan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang memeriksa K/L setiap tahunnya sesuai tanggung jawab K/L sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Adanya temuan penyimpangan: Melanggar aturan yang berlaku, merugikan negara, memperkaya diri sendiri atau orang lain, akan membuka KPK untuk hadir di K/L terkait untuk memeriksa. Pemeriksaan oleh BPK termasuk konsistensi antara pelaksanaan program dan kegiatan dengan RPJMN dan RKPnya.
Sistem politik yang saat ini berlaku mengatur Calon Presiden/Wakil Presiden untuk menyampaikan gagasan-gagasanya dalam dalam kampanye. Para Capres/Cawapres menyampaikan secara formal rencana lima tahun dan agenda prioritasnya kepada KPU. Proses ini akan selalu terulang dalam lima tahun. Pergantian pemerintahan dalam periode lima tahunan ini mewajibkan Presiden/Wakil Presiden terpilih untuk menjabarkan gagasan-gagasannya dalam RPJMN. Agenda prioritas yang ditawarkan akan sangat bergantung kepada platform ideologis ataupun pandangan pragmatis para Capres/Cawapres. Yang jelas poltical will atau niat baik Capres/Cawapres akan menentukan arah bahtera bangsa lima tahun kedepan. Dalam sistem politik saat ini RPJMN akan cenderung “bias” kepada kekuasaan. Walaupun saat ini sudah disiapkan rancangan Indonesia Emas 2045, hal ini tidak menjamin adanya keberlanjutan jangka menengah maupun janga panjang program-program pembangunan. Rancangan teknokratik yang disiapkan oleh Bappenas masih harus diuji secara “politis” sebelum ditetapkan sebagai Keppres.
Banyak sekali tugas pemerintahan baru untuk mewujudkan Visi dan Misinya selama lima tahun mendatang. Keadaan pun tidak statis dan berubah terus secara dinamis. Lingkungan strategis terus berubah dengan berjalannya waktu dan kemajuan-kemajuan teknologi yang terus berlangsung. Kabinet Transisi mungkin tidak terlalu diperlukan dan lebih diperlukan untuk panggung politik. Yang lebih diperlukan adalah kesiapan “TIM” Presiden terpilih untuk merespon situasi yang terus berubah namun dengan daya terawang kedepan yang lebih tajam. Leadership yang visioner menjadi kunci bagaimana perencanaan pembangunan bisa dilakukan dengan lebih baik, berkualitas dan terukur agar efektif dan realistis. Cara kerja secara business as usual (BAU) harus ditinggalkan. Di era digital ini menuntut kecepatan, namun juga kecermatan dan ketepatan (tepat kualitas, tepat target, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat guna/manfaat).
Oleh : Prasetijono Widjojo MJ, Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).