Marhaenist.id, Samarinda – Gelombang kekecewaan publik terhadap skandal korupsi di sektor tambang kembali memuncak. Terbuktinya praktik korupsi dalam penjualan batubara non-subsidi kepada 13 perusahaan besar yang terafiliasi dengan kelompok oligarki, menjadi tamparan keras bagi wajah keadilan ekonomi nasional.
Mis Heldy Zahri, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalimantan Timur, menyatakan bahwa kasus ini bukan sekadar tindak pidana korupsi biasa, melainkan perampokan sistematis terhadap hak rakyat.
“Dengan terbuktinya korupsi atas penjualan non-subsidi kepada 13 perusahaan tambang besar milik oligarki, semakin panjang daftar hak rakyat yang dirampok oleh pengusaha serakah. Sudah saatnya Presiden Prabowo berani menghentikan operasi perusahaan-perusahaan tersebut,” ujarnya, Minggu, (12/10/2025) di Samarinda.
DPD PA GMNI Kaltim mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat dengan menghentikan seluruh operasi tambang yang terlibat dalam kasus ini, hingga mereka mengembalikan kerugian negara dan masyarakat.
“Jangan biarkan mereka terus beroperasi sementara rakyat hanya mendapat debu dan kerusakan lingkungan. Negara harus hadir! Kalau mereka benar-benar punya itikad baik, tunjukkan dengan mengembalikan hak rakyat dan berjanji tidak mengulangi pelanggaran ini,” ujar Miz Heldy Zahri lagi dengan nada keras.
praktik korupsi di sektor tambang selama ini menjadi sumber terbesar ketimpangan sosial dan kerusakan ekologis di daerah penghasil. Rakyat di lingkar tambang kehilangan tanah, air, dan udara bersih sementara segelintir korporasi menikmati keuntungan supermewah.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa oligarki ekonomi masih mencengkeram kuat kebijakan negara. Di balik jargon “pembangunan dan investasi”, masih ada praktik penjarahan legal yang meminggirkan kepentingan rakyat dan merusak semangat kedaulatan ekonomi bangsa.
Ketua DPD PA GMNI Kaltim itu juga menegaskan bahwa kebijakan ekonomi nasional tidak boleh tunduk pada kepentingan kelompok elite.
“Negara tidak boleh takut pada oligarki. Pemerintah harus menegakkan hukum dengan keberanian revolusioner. Bila Presiden Prabowo ingin tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin sejati, inilah momentum untuk berpihak pada rakyat, bukan pada para perampok sumber daya bangsa,” tegas Mis Heldy Zahri.
Ia juga menyoroti bahwa korupsi tambang bukan hanya soal uang negara yang hilang, tetapi soal martabat bangsa yang diinjak-injak.
Kasus ini menjadi alarm keras agar pemerintah kembali menegaskan arah pembangunan nasional yang berjiwa kerakyatan dan berlandaskan Pancasila.
Sektor strategis seperti tambang seharusnya dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir elit ekonomi.
“Kita tidak anti investasi, tapi kita anti penjajahan ekonomi. Jika sumber daya alam dikuasai oleh segelintir oligarki, maka Indonesia hanya merdeka di atas kertas,” pungkas Mis Heldy Zahri.***
Penulis: Jurnalis LenteraDjoang.Com/Editor: Bung Wadhaar.