Marhaenist.id, Tangsel – Pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang mendorong perluasan perkebunan kelapa sawit dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025–2029 menuai kritik dari berbagai pihak.
Dalam pidatonya di Jakarta pada Senin (30/12/2024), Prabowo menyebut bahwa kelapa sawit merupakan aset negara yang harus dijaga dan dikembangkan lebih luas.
“Itu aset-aset negara dan saya kira ke depan kita harus tambah tanam kelapa sawit. Nggak usah takut (dengan) apa itu, membahayakan (karena menyebabkan) deforestation,” ujar Prabowo di hadapan kepala daerah dan sejumlah pejabat negara.
Prabowo juga menegaskan bahwa kelapa sawit mampu menyerap karbon dioksida, sehingga tudingan bahwa sawit menjadi penyebab emisi adalah tuduhan yang ia anggap tidak berdasar.
“Namanya kelapa sawit itu ya pohon, ya kan. Bener nggak? Kelapa sawit itu ya pohon, ada daunnya,” tambahnya.
Menurutnya, Eropa bahkan merasa panik jika pasokan minyak sawit Indonesia terganggu. Meski beberapa negara sempat menerapkan larangan impor sawit yang dianggap terlibat dalam deforestasi, Prabowo menyebut bahwa minyak sawit Indonesia tetap menjadi kebutuhan strategis di pasar global.
Apriansyah Wijaya, kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Tangerang Selatan, melalui unggahannya di Instagram pada Selasa (31/12/2024).
Ia menilai pernyataan Prabowo yang menyamakan kelapa sawit dengan hutan menunjukkan pemahaman yang keliru mengenai fungsi ekosistem.
“Hutan tropis bukan sekadar kumpulan pohon yang menyerap karbon, tetapi ekosistem yang mendukung ribuan spesies, menjaga siklus air, dan menyimpan karbon jauh lebih besar daripada perkebunan sawit,” tulisnya.
Apriansyah juga menyoroti dampak buruk dari ekspansi sawit, seperti deforestasi, pengeringan lahan gambut, konflik lahan, dan pelanggaran hak masyarakat adat.
Menurutnya, kebijakan yang lebih bijak adalah memaksimalkan produktivitas lahan sawit yang ada dengan praktik berkelanjutan daripada terus memperluas lahan.
“Kalau kita terus berpikir sesederhana ini, jangan heran kalau generasi mendatang hanya bisa mengenal hutan Indonesia dari cerita sejarah,” sindirnya.
Pandangan Apriansyah mencerminkan kekhawatiran generasi muda terhadap keberlanjutan lingkungan di tengah fokus pemerintah pada pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam.***
Penulis: Redaksi/Editor: Bung Wadhaar.