Marhaenist.id, Jakarta – Di tengah riuh dinamika pasca Kongres Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ke XXII di Bandung Kubu Imanuel – Sujarhi, yang dimenangkan oleh Sujarhi Somar-Amir Mahfut, terjadi sebuah pertemuan antara pimpinan GMNI yang menjadi titik terang adanya persatuan ditubuh GMNI.
Pertemuan tersebut dilakukan oleh Sujarhi Somar sebagai Ketua Umum DPP GMNI yang terpilih di Kongres GMNI ke XXII bersama Pimpinan DPP GMNI Kubu Arjuna – Dendy di Al-Jazeera Lounge sekitaran Cikini Jakarta, Minggu (10/8/2025).
Sujahri Somar ditemani Yakobus Apri Amfotis, nampak duduk satu meja dengan M Ageng Dendy Setiawan sebagai Sekjend DPP GMNI kubu Arjuna–Dendy yang menjadi langkah awal untuk merajut kembali benang persatuan yang sempat terurai perbedaan yang terjadi sejak Kongres Ambon 2019 lalu.
Pertemuan berlangsung di sebuah ruang sederhana namun hangat, dengan suasana yang jauh dari kesan kaku. Tidak ada podium, tidak ada jarak yang memisahkan—hanya lingkar diskusi yang merefleksikan semangat egaliter yang menjadi napas perjuangan GMNI sejak kelahirannya.
Dalam lertemuan tersebut, Sujahri Somar menekankan bahwa GMNI sebagai organisasi kader ideologis yang lahir dari rahim sejarah perjuangan bangsa, tidak boleh terjebak dalam polarisasi yang melemahkan daya juang.
“Kita tidak boleh terjebak dalam polarisasi yang melemahkan perjuangan. Dari itu, perbedaan adalah hal yang wajar, tetapi jangan sampai menjadi jurang pemisah. Kita punya cita-cita yang sama: membumikan ajaran Marhaenisme dan mengabdi pada rakyat,” ujar Pemuda asal Kota Ambon itu yang biasa dipanggil Sujarhi.
Sementara itu, M Ageng Dendy Setiawan menegaskan bahwa pertemuan ini bukan sekadar basa-basi politik, melainkan bagian dari ikhtiar serius untuk memastikan GMNI tetap satu rumah, satu cita, dan satu garis perjuangan.
”ini adalah bagian dari ikhtiar untuk memastikan GMNI tetap satu rumah, satu cita, dan satu garis perjuangan. Dari itu, kita ingin generasi setelah kita mengingat bahwa pada masa penuh tantangan ini, para pemimpinnya memilih untuk bersatu, bukan saling menjatuhkan,” tegas Dendy sapaan akrabnya dalam.pertemuan itu.
Disisi lain, Yakobus Apri Amfotis yang juga merupakan Ketua DPC GMNI Kefamenanu menyebut bahwa momen ini sebagai awal dari babak baru bagi GMNI menuju jalan persatuan dimana ego personal dikalahkan oleh kepentingan kolektif.
“ini adalah babak baru jalan menuju persatuan. Dulu GMNI lahir di tengah badai politik nasional, dan mampu bertahan karena para pendahulunya memilih merangkul. Sejarah itu harus kita ulangi hari ini,” tuturnya dengan nada optimis akan persatuan.
Dalam pertemuan tersebut, secara garis besar membahas beberapa agenda krusial diantaranya sebagai berikut: (1) Penyatuan agenda organisasi pasca-kongres kubu Imanuel-Sujarhi di Bandung , (2) Konsolidasi struktural agar tidak ada dualisme kepemimpinan, serta (3) Pembentukan forum bersama untuk merumuskan langkah strategis dalam menghadapi situasi sosial-politik nasional.
Menutup pertemuan itu, kedua belah pihak bersepakat untuk melanjutkan dialog dalam forum-forum lanjutan yang melibatkan seluruh elemen organisasi di kedua kubu.
Meskipun tidak semua perbedaan langsung terhapus dalam satu pertemuan, tetapi gesture saling mendengar dan menghargai menjadi sinyal kuat bahwa pintu persatuan sangat terbuka lebar.
Meskipun pula tak ada perjanjian tertulis yang diteken hari itu, tetapi pertemuan itu meninggalkan kesan mendalam: jabat tangan hangat diakhir pertemuan, yang seakan menjadi simbol bahwa GMNI tetaplah menjadi rumah besar bersama tanpa terkecuali.
Langkah ini menjadi pengingat bahwa persatuan bukanlah hadiah yang datang tiba-tiba, melainkan tenunan yang harus disulam bersama, benang demi benang, dengan kesabaran, kejujuran, dan komitmen perjuangan yang tidak dilandasi ego (Sentris, Sektoral, maupun Politik).***
Penulis: Bung Raden Hernawan/Editor: Bung Wadhaar.