Marhaenist.id – Konflik agraria telah menjadi permasalahan mendalam yang menghantui tanah air kita. Ketidakpastian hukum atas hak atas tanah sering kali menjerat masyarakat lokal, yang pada akhirnya mengarah pada pengabaian hak-hak mereka oleh pihak-pihak yang lebih berkuasa.
Situasi ini memunculkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang serius, di mana rakyat kecil harus berhadapan dengan praktik-praktik tidak adil yang merugikan mereka. Perspektif hukum dan politik menggarisbawahi pentingnya penegakan hak atas tanah yang adil dan transparan sebagai fondasi utama keadilan sosial.
Perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 tahun merupakan kebijakan yang perlu dicermati dengan kritis. Durasi yang panjang ini memberikan hak penggunaan tanah kepada perusahaan-perusahaan besar tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan.
Penilaian hukum terhadap HGU ini menunjukkan potensi terjadinya monopoli dan konsentrasi kekayaan yang merugikan rakyat. Dengan perspektif politik kritis, kita perlu mengevaluasi kembali apakah kebijakan ini benar-benar mendukung kesejahteraan umum atau justru melayani kepentingan segelintir pihak.
Perampasan lahan oleh bank tanah merupakan praktik yang sangat mengkhawatirkan. Bank tanah, yang seharusnya berfungsi untuk pengelolaan dan redistribusi tanah secara adil, justru sering kali menjadi alat bagi penguasaan tanah yang lebih besar dan terpusat.
Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat yang terdampak, yang sering kali tidak mendapatkan kompensasi yang layak atau bahkan diusir dari tanah mereka. Dari perspektif hukum, perampasan ini melanggar prinsip-prinsip keadilan dan hak asasi manusia yang mendasar.
Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) saat ini diidentifikasi sebagai proyek kolonisasi modern. Konstruksi IKN yang agresif dapat dilihat sebagai upaya untuk mengubah struktur sosial dan ekonomi secara drastis, sering kali dengan mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat lokal.
Dari sudut pandang politik, proyek ini berpotensi memperburuk ketimpangan sosial dan memperkuat dominasi ekonomi yang tidak adil. Teori kolonialisme modern menggarisbawahi bahwa proyek seperti ini berpotensi untuk melanggengkan ketidakadilan struktural di masyarakat.
Perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) di IKN menimbulkan kontroversi yang mendalam. Beberapa pihak menganggap bahwa perayaan tersebut bukan hanya sebuah perayaan simbolis, tetapi juga bisa dilihat sebagai bagian dari upaya legitimasi dan propaganda proyek IKN.
Dari perspektif politik dan sosial, perayaan ini dapat dilihat sebagai upaya untuk menciptakan kesan positif dan mengalihkan perhatian dari berbagai isu kontroversial yang mengelilingi proyek IKN. Ini berpotensi merusak makna historis dan semangat perayaan HUT RI yang seharusnya berfokus pada refleksi dan penghormatan terhadap perjuangan bangsa.
Kami menegaskan beberapa tuntutan dalam rangka mengatasi isu-isu di atas. Pertama, perlunya reformasi agraria yang mendalam untuk memastikan hak atas tanah bagi masyarakat lokal. Kedua, peninjauan kembali kebijakan HGU agar lebih mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
Ketiga, pengawasan yang ketat terhadap praktik bank tanah untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas serta pemenuhan hak atas lahan warga yang tercaplok bank tanah.
Terakhir, kami meminta agar proyek IKN tidak menjadi alat kolonisasi, melainkan sebuah langkah yang benar-benar berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Kami juga mengajak semua pihak untuk bergabung dalam perjuangan ini dan mendukung langkah-langkah yang mengedepankan keadilan sosial dan hak asasi manusia. Kolaborasi dan kesadaran masyarakat merupakan kunci untuk mencapai perubahan yang substantif dan berkelanjutan.
Semoga ini dapat mendorong diskusi yang konstruktif dan langkah-langkah nyata dalam menyelesaikan isu-isu krusial yang kita hadapi.***
Tuisan ini ditulis oleh Koalisi dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) Universitas Balikpapan (Uniba) yang ada di Kota Balikpapan, dalam rangka menyoroti Konflik Agraria; Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 tahun, Perampasan lahan oleh Bank Tanah, serta menyebut proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) sebagai bentuk kolonisasi moderen.