By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

Hadapi Gelombang PHK

La Ode Mustawwadhaar
La Ode Mustawwadhaar Diterbitkan : Selasa, 4 Maret 2025 | 13:01 WIB
Bagikan
Waktu Baca 5 Menit
Foto: Unjuk Rasa Tolak Gelombang PKH (Sumber foto: Depok Pos)/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Awal tahun 2025 dibuka dengan kabar yang kurang mengenakkan. Gelombang PHK terjadi di berbagai sektor industri, tanda bahwa perekonomian kita sedang dalam kondisi yang kurang baik.

Tidak hanya ratusan, tapi ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian mereka. Seperti efek domino, satu perusahaan melakukan PHK, lalu diikuti oleh yang lain, menciptakan gelombang besar yang berdampak pada banyak keluarga.

PHK tentu bukan sekadar angka dalam laporan ekonomi. Ini adalah cerita nyata tentang orang-orang yang tiba-tiba harus mencari cara untuk membayar cicilan rumah, menyekolahkan anak, atau bahkan sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Jika situasi ini terus dibiarkan tanpa solusi yang konkret, dampaknya bisa lebih buruk: daya beli masyarakat turun, konsumsi melemah, dan akhirnya ekonomi makin lesu.

Salah satu sektor yang paling terpukul adalah industri tekstil. Dalam dua tahun terakhir, permintaan dari negara besar seperti China dan Amerika Serikat turun drastis.

Sebagai akibatnya, banyak pabrik harus menyesuaikan produksi mereka dengan permintaan ekspor yang menurun, dan sayangnya, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan merumahkan karyawan.

Masalahnya nggak berhenti di situ. Produk impor dari China yang harganya jauh lebih murah makin membanjiri pasar dalam negeri. Ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mempermudah arus impor barang dari luar negeri.

Kalau harga produk impor lebih murah, wajar saja kalau masyarakat lebih memilihnya dibandingkan produk lokal. Apalagi, ada kabar bahwa produk-produk impor ilegal juga ikut masuk, membuat industri dalam negeri semakin sulit bersaing.

Akibatnya? Pabrik dalam negeri semakin tertekan. Produksi berkurang, penjualan turun, dan akhirnya, PHK tak terhindarkan. Ini bukan sekadar soal bisnis, tapi soal kelangsungan hidup banyak pekerja yang selama ini menggantungkan hidupnya pada industri ini.

Baca Juga:   Bangkitnya Massa Marhaen Penentu Kemenangan Ganjar

Masalah lain yang perlu diperhatikan adalah kualitas pertumbuhan ekonomi kita. Memang, angka pertumbuhan ekonomi masih terlihat positif. Tapi kalau dilihat lebih dalam, pertumbuhan ini tidak menciptakan cukup banyak lapangan kerja.

Dulu, setiap kenaikan 1% dalam pertumbuhan ekonomi bisa menyerap lebih dari 400 ribu tenaga kerja. Sekarang? Angka yang sama hanya bisa menyerap sekitar 100 ribu orang. Artinya, pertumbuhan yang terjadi tidak benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat luas. Ini juga menjadi pertanda bahwa sektor industri kita tidak lagi sekuat dulu dalam menyerap tenaga kerja.

Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB pun makin mengecil. Sepuluh tahun yang lalu, sektor ini menyumbang lebih dari 20% terhadap perekonomian. Sekarang, angkanya hanya sekitar 18%. Penurunan ini mungkin terlihat kecil, tapi dampaknya besar, terutama bagi mereka yang kehilangan pekerjaan.

Foto: Edi Subroto/MARHAENIST.

Jika kondisi ini dibiarkan tanpa tindakan nyata, bukan tidak mungkin dalam satu atau dua tahun ke depan, lebih banyak lagi pekerja yang terpaksa kehilangan pekerjaan. Pertanyaannya, apa yang bisa dilakukan?

Pertama, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan impor yang terlalu longgar. Produk impor memang penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tapi jika tidak dikontrol dengan baik, ini justru akan membunuh industri dalam negeri. Regulasi yang lebih ketat terhadap barang impor, terutama yang datang dengan harga sangat murah, bisa membantu industri lokal bertahan. Kita mungkin bisa belajar dari Amerika kalau untuk hal ini.

Kedua, ada kebutuhan mendesak untuk memperkuat daya saing industri dalam negeri. Ini bisa dilakukan dengan memberikan insentif bagi perusahaan yang masih bertahan, membantu mereka meningkatkan kualitas produk, serta mendorong inovasi agar produk lokal bisa lebih kompetitif.

Ketiga, investasi dalam pengembangan tenaga kerja juga sangat penting. Jika industri manufaktur tidak lagi bisa menyerap tenaga kerja sebanyak dulu, maka perlu ada program pelatihan dan peningkatan keterampilan agar pekerja yang terdampak bisa beralih ke sektor lain yang lebih menjanjikan.

Baca Juga:   GMNI dalam Persimpangan Jalan: Machtsvorming sebagai Gagasan Pemersatu

PHK massal yang terjadi saat ini bukan hanya masalah perusahaan atau individu yang kehilangan pekerjaan. Ini adalah masalah bersama yang harus segera diatasi. Jika dibiarkan, efeknya bisa merambat ke berbagai aspek ekonomi lainnya, mulai dari menurunnya daya beli masyarakat, meningkatnya angka kemiskinan, hingga semakin lebarnya kesenjangan sosial.

Kita tidak bisa hanya menunggu keadaan membaik dengan sendirinya. Langkah kebijakan yang tepat harus diambil, untuk memastikan bahwa industri dalam negeri bisa kembali bangkit dan memberikan manfaat bagi banyak orang.

Karena pada akhirnya, ekonomi yang sehat bukan hanya tentang angka pertumbuhan, tapi juga tentang seberapa banyak orang-orang bisa merasakan manfaatnya.***


Penulis: Edi Subroto, Alumni GMNI Yogyakarta.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Foto: Desain Grafis oleh SP-NTT/MARHAENIST
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Senin, 25 Agustus 2025 | 17:44 WIB
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:34 WIB
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:28 WIB
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
Minggu, 24 Agustus 2025 | 21:13 WIB
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait
Sabtu, 23 Agustus 2025 | 19:24 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Peringati HUT Kemerdekaan RI, DPC GMNI Touna dan DPK GMN Bung Tomo Manajenen Gelar Nobar Sekaligus Bedah Film bersama Masyarakat
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Kabar PA GMNI

Gelar Konferda ke I, Mahdiani Bukamo Terpilih Secara Aklamasi Sebagai Ketua DPD PA GMNI Sulteng

Marhaenist.id, Palu - Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Provinsi…

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. REUTERS/Andika Wahyu
Polithinking

CSIS Sebut PDIP Kalah Populer Dari Golkar, Ini Alasannya

Marhaenist - Hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menempatkan…

Opini

Mengawal Pemilihan Kepala Daerah Dengan Keterbukaan Informasi Publik

  Marhaenist.id - Hak untuk memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dalam…

Kabar GMNI

DPD GMNI Jatim Desak Pemerintah Prabowo-Gibran Pertimbangkan Ulang Kenaikan PPN 12%

Marhaenist, Surabaya – Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD GMNI)…

Kabar GMNI

Rekonstruksi Amanat Marhaen, GMNI Menggugat Para Pimpinan MBD

Marhaenist.id - Momentum pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah di…

Foto: PPAB GMNI UNTAD Palu/MARHAENIST.
Kabar GMNI

PPAB Perdana GMNI FEB UNTAD: Warisi Api, Bukan Abunya!

Marhaenist.id, Palu - Dewan Pengurus Komisariat (DPK) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Opini

Lucunya Negeri Ini Bersama Jokowi Diakhir Masa Jabatannya

Marhaenist.id - Kalau dulu ada lagu yang diciptakan untuk Gayus Tambunan dengan…

Internasionale

Genosida Bangsa Palestina Terus Berlanjut, PM Israel: Ini Baru Permulaan, Kami akan terus Gempur Gaza Tanpa Ampun

Marhaenist.id, Tel Aviv - Perdana Menteri Negara Pendudukan Israel Benjamin Netanyahu menegaskan…

Kabar GMNI

Manifesto Ekonomi Nasional GMNI

Marhaenist.id - Akhir-akhir ini ekonomi Indonesia tengah berada dalam kondisi yang tidak…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?