Marhaenist.id, Sumsel – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) saat ini telah memasuki fase pembaruan. Setelah enam tahun terjebak dalam dinamika perpecahan yang tak kunjung selesai, arah gerakan mahasiswa ini membutuhkan lompatan baru yang berbasis ideologis dan berorientasi pada penyelamatan organisasi.
Perpecahan yang terjadi justru makin membingungkan, sebab alih-alih mengarah pada rekonsiliasi, dua kubu Dewan Pimpinan Pusat (DPP) malah semakin mengedepankan ego dan mempertajam konflik. Padahal, dalam situasi seperti ini, seharusnya muncul kesadaran kolektif untuk bersatu, bukan saling melemahkan.
Bung Samuel, Koordinator Forum Komunikasi antara Cabang (Forkomcab) GMNI Sumatera Selatan, menyerukan kepada seluruh DPC dan DPD GMNI di Indonesia untuk memulai langkah-langkah cultural sebagai upaya awal menuju persatuan nasional organisasi. Ia menegaskan bahwa proses penyatuan tidak lagi bisa diandalkan dari dua pihak DPP yang berseteru — baik kubu Arjuna–Dendy maupun Imanuel–Sujahri — karena keduanya justru cenderung saling meniadakan melalui pendekatan hukum dan langkah elitis yang jauh dari semangat kolektif kader.
“Proses persatuan harus dimulai dari akar rumput, dari kesadaran ideologis kader, dan bukan dimandatkan dari atas. Kita harus menolak segala bentuk sterilisasi gerakan yang mencoba mengkoptasi GMNI demi kepentingan elitis dan rezim kekuasaan,” tegas Bung Samuel.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa GMNI adalah gerakan ideologis yang dibangun di atas semangat non-kooperatif terhadap kekuasaan yang menindas rakyat, mencederai konstitusi, dan melanggengkan konflik demi keuntungan politik sempit. Kader-kader GMNI di seluruh Indonesia harus mengingat kembali bahwa napas perjuangan organisasi ini adalah keberpihakan pada rakyat, bukan tunduk pada elit yang memanfaatkan organisasi sebagai alat legitimasi.
Oleh karena itu, saatnya GMNI memulai congress of unity—kongres persatuan—yang digerakkan oleh semangat gotong royong dari bawah, bukan oleh elite yang berlindung di balik struktur formal. Inilah momentum bagi generasi kader untuk menyelamatkan organisasi dari krisis struktural dan arah gerakan yang menyimpang dari cita-cita Marhaenisme sejati.***
Penulis/Editor: Bung Wawan.