By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
GMNI Bersama Masyarakat Mamuju Tengah Gelar Aksi di Kantor ATR/BPN, Desak Pencopotan Kepala BPN
May Day is Not Holiday
DPC GMNI Bandung di Bawah Irfan Ade: Kepemimpinan yang Sah dan Progresif
Pasang Surut Semangat Kartini dalam Gerakan Emansipasi Perempuan era Modern
DPC dan DPK GMNI Se-Bangka Belitung Resmi di Lantik

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Kabar PA GMNI

GMNI dan Dunia Aktivisme Ganjar Pranowo

Indo Marhaenist
Indo Marhaenist Diterbitkan : Rabu, 13 September 2023 | 18:21 WIB
Bagikan
Waktu Baca 9 Menit
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. FILE/Marhaenist
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. FILE/Marhaenist
Bagikan
iRadio

Marhaenist – Ganjar Pranowo lahir pada masa ketika Indonesia sedang merayakan peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-30 yang jatuh pada 28 Oktober 1968. Ia merupakan anak ke-5 dari enam bersaudara dari ayah yang bekerja sebagai polisi dengan pangkat terakhir Letnan Satu (Lettu) saat pensiun, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari mendidik anak-anaknya untuk menjadi manusia jujur, berintegritas dan menjaga nama baik serta mampu menjaga martabat keluarga Kehidupan Ganjar sejatinya tidak mudah. Di antara keterbatasan ekonomi keluarganya, Ganjar memiliki riwayat pengalaman yang sama dengan Presiden Sukarno soal pergantian nama.

Contents
Bergabung GMNIDikejar-Kejar Rezim Orde Baru

Bagi orang Jawa mengganti nama seorang anak menjadi hal lumrah dan kerap dilakukan. Utamanya jika anak tersebut sakit-sakitan karena dianggap namanya tidak cocok. Orang Jawa menyebutnya dengan istilah kabotan jeneng (keberatan nama). Pun anak yang sakit-sakitan akibat kabotan jeneng dipercaya akan pulih kesehatannya setelah namanya diganti. Sukarno kecil yang memiliki nama lahir Kusno Sosrodihardjo dulunya sering sakit-sakitan sehingga diganti namanya menjadi Sukarno.

Bagi orang Jawa mengganti nama seorang anak menjadi hal lumrah dan kerap dilakukan. Utamanya jika anak tersebut sakit-sakitan karena dianggap namanya tidak cocok. Orang Jawa menyebutnya dengan istilah kabotan jeneng (keberatan nama). Pun anak yang sakit-sakitan akibat kabotan jeneng dipercaya akan pulih kesehatannya setelah namanya diganti. Sukarno kecil yang memiliki nama lahir Kusno Sosrodihardjo dulunya sering sakit-sakitan sehingga diganti namanya menjadi Sukarno.

Nama yang terinspirasi dari tokoh pahlawan terbesar dalam cerita Mahabrata bernama Karna yang memiliki sifat setia kawan, berjiwa patriot, dan mengabdikan seluruh hidupnya demi bangsa. Pun Ganjar Pranowo memiliki nama kecil Ganjar Sungkowo. Ganjar memiliki arti ganjaran atau hadiah. Sementara Sungkowo berarti belasungkawa. Jika digabungkan kira-kira artinya “hadiah belasungkawa“. Ceritanya, nama Ganjar Sungkowo dipilih karena ia lahir ketika kondisi ekonomi keluarga sangat susah. Praktis kondisi Ganjar seolah mengikuti namanya Sungkowo (belasungkawa).

Ia kerap sakit, tangannya terhimpit bus dan pelbagai kesialan lain yang dialaminya. Situasi memprihatinkan ini terus berlanjut hingga Ganjar masuk ke Sekolah Dasar (SD). Barulah di kelas 2 SD, keluarganya memutuskan mengganti nama Ganjar Sungkowo menjadi Ganjar Pranowo. “Pra” artinya sebelum dan “nowo” yang merupakan bahasa Jawa berarti sembilan. Pun jika digabungkan Pranowo “sebelum yang kesembilan”.

Baca Juga:   Mari Mengenal PA GMNI sebagai Satu-Satunya Organisasi Alumni yang di Akui dan Ada di Indonesia!

Ganjar tidak begitu memahami alasan keluarga mengubah nama belakangnya menjadi Pranowo, padahal ia bukan anak ke-delapan. Entahlah apa alasannya, bisa saja ini sebagai doa khusus yang terselip dari ayahnya terkait kehidupan Ganjar pada masa yang akan datang. Ganjar sejak muda telah senang membaca buku-buku terkait kehidupan dan pemikiran Sukarno. Meskipun pada saat itu kebijakan de-Sukarnoisasi sedang digalakkan oleh pemerintahan Soeharto.

Adapun de-Sukarnoisasi adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah otoritarianisme orde baru yang memperkecil peranan dan kehadiran Sukarno dalam sejarah ingatan bangsa Indonesia. Lebih lagi ayah Ganjar berprofesi sebagai anggota Polri yang pada masa Soeharto berkuasa masih tergabung dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang wajib melaksanakan kebijakan pemerintah. Termasuk dalam upaya de-Sukarnoisasi di seluruh wilayah pelosok negeri. Tentu hal ini memperkuat asumsi bahwa kecintaan Ganjar pada sosok Sukarno melampaui segala ketakutan dan potensi tindakan represif yang ia bisa dapatkan dari rezim berkuasa saat itu.

Keberanian Ganjar ini pula dikonversinya dengan membangun gerakan melawan kebijakan pemerintah orde baru.

Bergabung GMNI

Pun tepat ketika Ganjar Pranowo resmi menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Hukum UGM tahun 1987, ia memilih bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), organisasi yang bergerak atas dasar pemikiran Marhaenisme Bung Karno. Meneguhkan sikap Ganjar tidak hanya bergulat pada bacaan ide dan pemikiran, tetapi juga diaplikasikannya dalam dunia organisasi gerakan.

Selain bergabung di GMNI, Ganjar juga aktif di mahasiswa pecinta alam UGM yang bernama Majestik 55 dan gerakan diskusi bernama Gerakan Demokrat Kampus (Gedek). Kedua organisasi itu merupakan wadah alternatif bagi gerakan Ganjar dan kawan-kawannya karena di GMNI waktu itu tidak ada kepengurusan yang nyata sebagai dampak kebijakan dari Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Keorganisasian (BKK) diterapkan kepada seluruh perguruan tinggi di Indonesia oleh rezim pemerintahan Soeharto. Namun secara subtansi, mayoritas mahasiswa GMNI Fakultas UGM bergabung secara serempak di Majestik 55 dan Gedek.

Baca Juga:   Saatnya Alumni GMNI Perkuat Narasi Persatuan di Medsos

Ini pula yang menjadi alasan secara ideologis kedua organisasi tersebut merupakan organisasi bayangan yang didesain sebagai wadah menjalankan ideologi Marhaenisme Bung Karno. Gerakan ini semakin meluas. Aktivitas protes pada kebijakan pemerintah atas pelbagai kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil menjadi fokus utama dunia pergerakan Ganjar dan kawan-kawannya. Seorang senior di GMNI yang juga merupakan politisi dan anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Soetardjo Soerjogoeritno atau Mbah Tarjo menaruh perhatian terhadap aktivitas Ganjar dan Gerakan Demokrat Kampus (Gedek) yang membuat gerakan protes bernama “Bangkit”.

Gerakan ini awalnya adalah gerakan moral membangun kesadaran agar mahasiswa-mahasiswa nasionalis di UGM bangkit dalam memberikan perlawanan pada rezim orde baru. Waktu itu Ganjar dan kawan-kawannya memakai kaos putih, bergambar Bung Karno berwarna merah dengan bertuliskan “Bangkit” dan “Generasi Demokrat Kampus”. Sikap Ganjar yang kritis dan cerdas langsung memikat hati Mbah Tarjo. Ganjar secara verbatim kemudian diundang Mbah Tarjo datang ke rumahnya dalam melanjutkan diskusi terkait persoalan kerakyatan.

Mbah Tarjo punya panggilan kesayangan pada Ganjar, yaitu Ganjar Gedek. Ganjar Gedek di sini merujuk pada Gerakan Demokrat Kampus (Gedek) Yogyakarta yang diinisiasi Ganjar dan teman-teman aktivisnya. Bersama temannya yang bernama Sugeng Triyono atau kerap disapa Jabrik, Ganjar kemudian mendatangi rumah Mbah Tarjo untuk belajar tentang pemikiran Sukarno dan relevansinya terhadap perlawanan pada kapitalisme dan imperialisme di era mutakhir. Mbah Tarjo adalah guru ideologi sekaligus guru politik Ganjar yang banyak “memprovokasi” dunia aktivisme Ganjar. Mbah Tarjo pula yang menjadi jalan politik bagi Ganjar untuk mengarungi politik bersama PDI (sekarang PDI Perjuangan).

Dikejar-Kejar Rezim Orde Baru

Salah satu advokasi yang dilakukan Ganjar ketika menjadi aktivis mahasiswa adalah kala ia bersama Gerakan Demokrat Kampus (Gedek) dan beberapa aliansi gerakan mahasiswa di UGM mengadvokasi pembangunan Waduk Kedung Ombo yang menenggelamkan 37 desa pada 7 kecamatan di 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali, dan Kabuapaten Grobogan. Sebanyak 5.268 keluarga terpaksa kehilangan tanahnya karena pembangunan waduk ini dan secara tragis mendapat penggusuran pada awal 1990-an. Waktu itu Ganjar dan kawan-kawan aktivisnya banyak mengalami teror dan intimidasi atas perlawanan mereka terhadap mega proyek tersebut.

Baca Juga:   Ketum PA GMNI: Transisi Demokrasi Tak Boleh Set Back ke Era Sebelum Reformasi

Ganjar selama berbulan-bulan lamanya sempat bersembunyi dan tinggal pada salah satu masjid di Boyolali, tidak pulang ke rumah kakaknya di Yogyakarta agar tidak mudah ditemukan oleh pihak aparat. Adapun proyek pembangunan Waduk Kedung Ombo merupakan proyek nasional yang mendapatkan perhatian lebih dari pemerintahan orde baru. Proyek itu bernilai lebih dari 281 juta dolar dengan rincian 156 juta dolar berasal dari pinjaman pada Bank Dunia dan sisanya 25,2 juta dolar berasal dari Bank Exim Jepang, dan serta sisanya ditopang oleh APBN multi-tahun, yaitu APBN tahun 1985 sampai APBN tahun 1989.

Tentu saja bagi penguasa orde baru, aktivitas Ganjar dianggap mengganggu kenyamanan pemerintah karena secara alamiah masyarakat yang terdampak memberikan dukungan penuh pada anak-anak muda UGM itu. Ganjar membangun garis demarkasi antara dirinya dengan pemerintah dalam bentuk perlawanan. Namun bagi seorang Ganjar, perjuangan mengadvokasi masyarakat terdampak pembangunan Waduk Kedung Ombo bukan sekadar eksistensi sebagai aktivis mahasiswa. Perjuangan menolak pembangunan Wadung Kedung Ombo adalah bentuk panggilan hati nurani yang tidak bisa ditawar.

Karena bagi Ganjar kala itu kesejahteraan masyarakat adalah hal pokok yang harus dan wajib dipenuhi serta tidak ada pilihan bergeser satu langkah pun dari apa yang diyakininya. Perjuangan berbulan-bulan bersama masyarakat terdampak pembangunan Waduk Kedung Ombo membentuk karakter Ganjar untuk lebih peka terhadap kesulitan rakyat. Dari pengalaman berbulan-bulan mengadvokasi rakyat ini pula ia belajar bahwa rezim pemerintahan otoritarianisme harus segera diakhiri karena banyak membuat kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Sehingga keyakinannya terhadap perjuangan kerakyatan merupakan kewajiban memerdekakan rakyat marhaen dari segala bentuk eksploitasi, diskriminasi dan penindasan. *Kompas

 

 

 

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

GMNI Bersama Masyarakat Mamuju Tengah Gelar Aksi di Kantor ATR/BPN, Desak Pencopotan Kepala BPN
Sabtu, 10 Mei 2025 | 21:46 WIB
May Day is Not Holiday
Senin, 5 Mei 2025 | 20:44 WIB
DPC GMNI Bandung di Bawah Irfan Ade: Kepemimpinan yang Sah dan Progresif
Senin, 5 Mei 2025 | 15:53 WIB
Pasang Surut Semangat Kartini dalam Gerakan Emansipasi Perempuan era Modern
Senin, 5 Mei 2025 | 13:08 WIB
DPC dan DPK GMNI Se-Bangka Belitung Resmi di Lantik
Minggu, 4 Mei 2025 | 07:22 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Sambut Hari Buruh di Moment PPAB, Ini Sikap GMNI Mamasa!
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Infokini

Banyaknya Kasus Bunuh Diri, Ganjar: Indonesia Darurat Kesehatan Mental

Marhaenist - Ketua Umum Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Jogjakarta yang…

Foto: Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta Selatan, Dendy Se. MARHAENIST
Kabar GMNI

Kasus Ditindak Tunggu Viral, GMNI Jaksel Minta Polri Tambah Personel Reskrim

Marhaenist.id, Jakarta - Viral di media sosial, seorang pegawai toko roti dianiaya…

Kabar GMNI

Kedepankan Spirit Gotong-Royong, GMNI Resmi Terbentuk di Bumi Lamaranginang

MARHAENIST - Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Indonesia Luwu Utara menggelar Pekan…

Infokini

Jokowi Kecam Israel Atas Pembunuhan Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh

Marhaenist - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengecam keras pembunuhan pemimpin Hamas Ismail…

Belajar KoperasiOpini

Cara Melawan Kapitalisme (2): Sang Karyawan Hemat

Marhaenist.id - Ini adalah adalah sebuah cerita yang saya adopsi dari praktik nyata…

Polithinking

Todung Mulya Lubis: MK Paling Berwenang Melakukan Diskualifikasi Paslon

Jakarta, Marhaenist.id - Tim Hukum Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 3, Ganjar…

Polithinking

UU PDP Resmi Berlaku, Andi Aditya: Tantangan Baru bagi Penyelenggara Pilkada di Era Digital

Marhaenist.id, Jarkarta – Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi…

Opini

Toleransi Beragama: Jalan Hidup Damai Antar Umat Beragama di Indonesia

Marhaenist.id - Ketika anda menganggap pemeluk agama lain adalah sesat, memangnya mereka…

Sukarnoisme

Soekarno Dalam Berbagai Kurun Perjalanan Waktu

Marhaenist - Ir. Soekarno adalah orang pertama yang mencetuskan konsep Pancasila sebagai…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?