Marhaenist.id – Aristoteles mengungkapkan bahwa Hidup adalah perjalanan penuh tantangan. Di setiap langkah, kita pasti pernah jatuh. Kegagalan adalah hal yang wajar, bahkan diperlukan. Ia adalah guru yang membimbing kita untuk menjadi lebih bijaksana, lebih kuat, dan lebih tangguh. Setiap kegagalan mengajarkan sesuatu: bagaimana kita bisa lebih baik, di mana kita perlu memperbaiki diri, dan apa yang perlu diubah agar tujuan kita tercapai.
Namun, menyerah adalah cerita yg berbeda. Menyerah adalah saat kita memutuskan untuk berhenti belajar, berhenti mencoba, dan berhenti percaya pada diri sendiri. Menyerah bukan sekadar berhenti bergerak, tetapi mengubur impian dan potensi kita sendiri. Itu adalah kekalahan sejati, karena kita memilih untuk tidak bertarung, bahkan sebelum perang selesai.
“Bayangkan seorang pemanah yang gagal menancapkan anak panahnya ke sasaran berkali-kali. Kegagalannya tidak berarti dia tidak mampu—itu hanya tanda bahwa dia sedang belajar bagaimana membidik lebih baik. Tetapi jika dia meletakkan busurnya dan berhenti mencoba, maka dia kehilangan semua peluang untuk mengenai sasaran, sekalipun mungkin hanya tinggal satu tembakan lagi.”
Aristoteles menekankan bahwa Hidup tidak meminta kita untuk selalu menang; hidup hanya meminta kita untuk tidak menyerah. Kegagalan adalah tanda bahwa kita sedang berjuang. Menyerah adalah tanda bahwa kita telah berhenti memperjuangkan apa yang layak untuk diraih.
Aristoteles ingatkan jika kita merasa gagal, ingatlah bahwa itu hanyalah sebuah pelajaran, bukan akhir dari cerita kita. Tetapi jika kitaa menyerah, kita tidak hanya kehilangan peluang untuk sukses, tetapi juga kehilangan kesempatan untuk membuktikan pada diri sendiri bahwa kita lebih kuat dari segala rintangan yang menghadang. Jadi Bangkitlah, karena kegagalan adalah bagian dari perjalanan menuju kemenangan, tetapi menyerah adalah tiket menuju kekalahan sejati.
Penulis: Eko-Vinsent, Aktivis Tanah Papua.