By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
GMNI Sulsel Apresiasi Langkah Prabowo Bebaskan Dua Guru di Luwu Utara
PKPA Beasiswa PA GMNI – PERADI Utama Resmi Dibuka, Prof. Hardi Fardiansyah Tekankan Integritas Advokat
Supeni, Pemeluk Teguh Soekarnoisme
PERADI Utama–PA GMNI Gelar Technical Meeting PKPA Beasiswa Batch I
GMNI Berduka: Ketua Panitia Kongres Persatuan GMNI Ke – XV Nizis Edward Julistris, Telah Tutup Usia

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

Pancasila, Ramai Dibicarakan Sepi Diterapkan!

Indo Marhaenist
Indo Marhaenist Diterbitkan : Rabu, 1 Juni 2022 | 08:11 WIB
Bagikan
Waktu Baca 7 Menit
Presiden Soekarno pada saat perumusan Pancasila 1 Juni 1945. FILE
Bagikan

Marhaenist – Setiap menjelang dan pada hari lahirnya Pancasila, 1 Juni,  di seluruh penjuru tanah air Pancasila ramai dibahas, dibicarakan, dan diseminarkan. Badan yang mengurusi pernak pernik seputar masalah Pancasila pun, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), extra dibentuk atas nama negara. Selanjutnya, Pancasila pun dengan perwajahan kosmetika yang indah, ditampilkan di atas panggung kehidupan berbangsa dan bernegara  lewat berbagai perhelatan seremonial yang begitu marak memukau.

Pendek kata, menjelang 1 Juni dan di hari H perayaan kelahiran Pancasila ini,  ia disanjung, dipuja, dan menjadi primadona dan tema sentral setiap pembicaraan maupun pidato para pemimpin lewat sejumlah retorika politik seputar Pancasila. Tapi ada satu hal yang mengagumkan, seluruh perhelatan  selalu saja berakhir dengan hasil yang konsisten, sama!  Yakni; dikurungnya Pancasila di dalam sangkar emas sebagai hiasan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sangat disakralkan.

Saking suksesnya pensakralan Pancasila yang dikurung rapih dalam sebuah sangkar emas poitik kekuasaan, Pancasila pun menjadi tak tersentuh dan terjamah. Apalagi tumbuh hidup dan berkembang dalam kehidupan rakyat sehari-hari. Kewajiban yang ditekankan oleh para pemimpin kepada rakyatnya hanyalah menghafal dan lancar melafal Pancasila secara tekstual. Oleh karenanya dalam kerangka kontekstual, kehidupan keseharian kita sebagai bangsa berjalan dalam banyak hal tak sejalan dengan apa yang diamanatkan oleh setiap sila dari kelima sila sebagai pandangan hidup kita sebagai bangsa.

Salah satu penyebab utama mungkin karena hingga hari ini belum ada cara yang ditawarkan oleh para pemimpin kita; bagaimana cara menumbuh kembangkan Pancasila di atas tanah yang sepenuhnya disuburkan oleh Liberalisme, Individualisme, dan Kapitalisme. Menumbuh kembangkan Pancasila dalam kenyataan yang paradoksal ini, sama saja seperti memaksa rakyat untuk mempercayai bahwa di atas gurun pasir sangat bisa di sana ditumbuh-kembangkan pohon-pohon pisang yang subur. Jawaban pastinya tentu: impossible alias sing mboten-mboten mawon.

Baca Juga:   Mempertimbangkan Peran Politik Dalam Gerakan Buruh untuk Mewujudkan Perubahan Sosial

Dalam kaitan ini, agar kita sebagai bangsa tidak terperosok jauh ke dalam kehidupan yang dipenuhi oleh kaum munafikun, Pancasila dalam Praktek sebagaimana yang diajarkan dan diamantkan oleh para pendiri Republik, perlu dijabarlkan operasionalisasinya dalam kehidupan nyata rakyat sehari-hari. Pertama yang harus dilakukan, para pemimpin harus siap hadir sebagai kelompok manusia panutan dan percontohan. Mereka perlu dan swajib tampil di barisan paling depan. Para pemimpin yang di sakunya tidak selalu menyimpan kalkulator politik dan ekonomi yang orientasinya melulu soal untung rugi politik-ekonomi (saya, kelompok kami, untung apa..dapet apa?). Selanjutnya, hadirkan pemimpin yang jauh dari feodalisme maupun gaya populis yang pada dasarnya melulu hanya untuk memenangkan pencitraan.

Kecenderungan seremonial dalam pemasyarakatan Pancasila niscaya berujung pada formalisme semata, Apalagi jika diserahkan penuh kepada pendekatan formal birokratis, yang melulu dilakukan oleh para birokrat hanya sekadar untuk memenuhi dalih penyerapan anggaran oleh masing-masing instansi. Kecenderungan seremonial dan formalisme ini pada ujungnya hanya melahirkan keterjebakan menuju Pancasila Sloganistik.

Ketiadaan Panutan dalam tokoh masyarakat yang mampu menggambarkan sosok Pancasilais yang mendekati idealisme bangsa dan negara, membuat Implementasi Pancasila seakan kehilangan leitstar (bintang penunjuk). Ketiadaan panutan ini pula yang menciptakan kebingungan dan disorientasi dalam pemahaman Pancasila. Apalagi kemudian Pancasila dimaknai seakan hanya milik kelompok masyarakat tertentu, partai tertentu, keluarga tertentu.

Klaim kepemilikan atas Pancasila ini kian ruwet, karena pada saat yang bersamaan terasakan ada upaya proxy yang sejak rezim Orde Baru berupaya membenturkan dan saling meniadakan dalam tafsir menafsir Pancasila. Proxy itu pula yang melahirkan seolah ada 3 tafsir utama Pancasila. Yaitu pertama versi 1 Juni 1945, yang berbeda dengan versi 22 Juni 1945, Kedua versi inipun dianggap tidak murni bahkan dinyatakan bertentangan dengan versi 18 Agustus 1945. Padahal secara time line ketiganya muncul secara dialektis, berurutan dan saling melengkapi satu sama lain, sesuai genealogi asal muasal perumusan Pancasila,

Baca Juga:   Ajaran Dasar Dalam Pendidikan Yang Terlupakan

Lebih cilaka lagi dinamik simbol kekuatan aspiratif politik, seolah 1 Juni itu hanya Pancasilanya Sukarnois, 22 Juni juga hanya Pancasilanya Islamis, 18 Agustus seolah mutlak Pancasilanya Soehartois alias Orbais. Padahal Pidato Sukarno 1 Juni 1945, Perumusan 22 Juni 1945 oleh Panitia 9 yang dipimpin Sukarno, dan Perumusan final 18 Agustus 1945 dalam Pembukaan UUD 1945 harus dibaca dalam satu tarikan nafas yang sama.

Tarikan nafas yang mampu menjernihkan pemahaman filosofis atas Pancasila, agar jangan ditilik dari perspektif kepentingan politis sesaat yang bisa berujung kepada disorientasi. Sebagaimana disorientasi yang direkayasa oleh sejarahwan militer Orde Baru dengan menciptakan hoax bahwa ada dua orang lagi penggali Pancasila yang berpidato di BPUPK sebelum Sukarno. Yaitu Soepomo dan Mohamad Yamin. Dengan maksud bisa menggusur posisi pidato 1 Juni 1945 Sukarno.

Hoax politik sejarah ini, ternyata cukup efektif. De-sukarnoisme  berjalan mulus dan rakyat bangsa Indonesia sampai saat ini terus berkutat dalam polemik dan debat soal pancasila di berbagai seminar dan perhelatan akademis. Pancasila dalam wacana, Pancasila dalam berbagai perdebatan, pancasila dalam hiruk pikuk perayaan seremonial, marak menggelora. Terus berlanjut walau miskin substansi karena tanpa perwujudan nyata dalam kehidupan sehari-hari perilaku manusia Indonesia.

Para pemimpinnya riang ber-Pancasila ria, dan rakyatnya pun larut dalam keseolah-olahan telah menjalankan kehidupan di atas relnya Pancasila (1 Juni) sebagai pandangan hidup bangsa. Yang berWestern ria merasa sudah berPancasila, begitu pun yang sedang mabuk berArab ria. Berjalan tanpa beban perasaan bersalah berada di jalur dan pemahaman dan penjiwaan yang salah! Karena dituntun oleh situasi dan kondisi yang memang serba salah. Sebuah hasil akhir ketika bangunan Pancasila hari ini, fondasinya nyata-nyata salah dan teramat salah: Liberalisme, Individualisme, dan Kapitalisme.

Baca Juga:   Dukung Kami (Servas-Pius=SERIUS) untuk Menuju Belu yang Berdaya Saing

Masih mau terus berlanjut dan dilanjutkan? Sebaiknya berhentilah mempermainkan Pancasila! Sudah saatnya masa berwacana dan berseremoni ria seputar Pancasial disudahi. Sebagai gantinya Pancasila dalam praktek bukakan pintu lebar-lebar agar hadir nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari. Ini lah salah satu cara menyudahi pembodohan, pemiskinan, dan ‘pandemi’ korupsi yang dimotori pejabat bermental korup dengan dukungan para Oligarki!


Erros Djarot Budayawan, Ketua Umum Gerakan Bhinneka Nasionalis (GBN), Anggota Dewan Kehormatan DPP Persatuan Alumni GMNI

iRadio
Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

GMNI Sulsel Apresiasi Langkah Prabowo Bebaskan Dua Guru di Luwu Utara
Sabtu, 15 November 2025 | 19:45 WIB
PKPA Beasiswa PA GMNI – PERADI Utama Resmi Dibuka, Prof. Hardi Fardiansyah Tekankan Integritas Advokat
Sabtu, 15 November 2025 | 18:56 WIB
Supeni, Pemeluk Teguh Soekarnoisme
Sabtu, 15 November 2025 | 17:26 WIB
PERADI Utama–PA GMNI Gelar Technical Meeting PKPA Beasiswa Batch I
Sabtu, 15 November 2025 | 01:17 WIB
GMNI Berduka: Ketua Panitia Kongres Persatuan GMNI Ke – XV Nizis Edward Julistris, Telah Tutup Usia
Jumat, 14 November 2025 | 07:21 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Fotografer Anadolu Raih Juara Lomba Fotografi di Uni Emirat Arab
Bingkai Internasionale
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

GMNI Desak KPK Panggil Bobby dan Kahiyang Ayu Klarifikasi Blok Medan

Marhaenist.id, Jakarta - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta Selatan (Jaksel) menggelar…

Ganjar-Mahfud Prioritaskan Kesejahteraan Untuk Keluarga TNI-Polri

Marhaenist.id, Jakarta - Untuk mendukung dan menciptakan sistem pertahanan dan keamanan yang solid, unsur…

Cerita Dibalik Lahirnya Ideologi Marhenisme

Marhaenist - Nama Marhaen menjadi legenda dalam sejarah politik Indonesia. Soekarno menciptakan…

Laksanakan Konfercab Ke II, Gabriel-Desi Resmi Terpilih Menjadi Ketua dan Sekretaris DPC GMNI Mamasa

Marhaenist.id, Mamasa - Gabriel Dakosta Swares dan Desi Rispawati tepilih sebagai ketua…

Tolak Kongres Bandung, GMNI Bangka Belitung Seruhkan Kongres Persatuan untuk Mengakhiri Perpecahan

Marhaenist.id - Kekisruhan yang terjadi dalam internal Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Aksi Nyata untuk Lingkungan yang Lebih Hijau, GMNI Malang dan Kaliku Gelar Gerakan Penanaman Pohon di Sepadan Kali Curungrejo

Marhaenist.id, Malang - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

6 Orang Resmi Ditetapkan Sebagai Tersangka Terkait Tragedi Kanjuruhan

Marhaenist - Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, yang menewaskan 131 orang…

Awali Debat Pamungkas, Ganjar: Tuanku ya Rakyat, Jabatan Hanyalah Mandat

Marhaenist.id, Jakarta - Calon presiden (Capres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo, kembali…

Mari Mengenal PA GMNI sebagai Satu-Satunya Organisasi Alumni yang di Akui dan Ada di Indonesia!

Marhaenist.id - Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) adalah organisasi…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Merdeka!

Masuk ke akunmu

Lupa passwordmu?