Marhaenist.id, Gorontalo – Aliansi Cipayung Plus, yakni: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), menyoroti adanya intervensi pihak kampus Universitas Bina Mandiri Gorontalo (UBMG) kepada mahasiswa untuk tidak lagi menjadi anggota organisasi ekstra kampus.
“Seiring dengan dinamika kehidupan kampus di UBMG, kami sebagai bagian dari organisasi kemahasiswaan eksternal, merasakan adanya berbagai kebijakan yang berpotensi menghambat kebebasan mahasiswa dalam berorganisasi,” ujar mereka dalam keterangan tertulisnya.
Dalam keterangannya, ada beberapa kebijakan yang menjadi sorotan serius Aliansi Cipayung Plus antara lain adalah sebagai berikut:
1. Peran organisasi kemahasiswaan eksternal di kampus mulai terancam dihilangkan oleh pihak birokrasi, dalam hal ini oleh Ibu Rektor UBMG.
Langkah ini dinilai bertentangan dengan prinsip kebebasan akademik dan hak mahasiswa untuk berserikat sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Organisasi eksternal memiliki peran strategis dalam membentuk karakter mahasiswa yang kritis, progresif, dan berwawasan kebangsaan, sehingga upaya pembatasan peran ini perlu ditinjau ulang.
2. Terdapat indikasi bahwa mahasiswa penerima beasiswa di UBMG dalam hal ini beasiswa KIPK, menghadapi ancaman pencabutan beasiswa apabila masih aktif dalam organisasi eksternal kampus.
Jika benar kebijakan ini diterapkan, maka hal tersebut jelas bertentangan dengan prinsip keadilan dan hak mahasiswa dalam mengembangkan diri.
Beasiswa seharusnya diberikan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta melanggar hak privasi sebagaimana diatur dalam Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945.

Berdasarkan permasalahan tersebut itu pula, Aliansi Cipayung Plus telah bersurat kepada pihak kampus untuk mengadakan audiensi dengan Rektor UBMG guna mendapatkan klarifikasi atas kebijakan-kebijakan tersebut.
“Kami berharap pertemuan ini dapat menjadi ruang dialog yang konstruktif demi terciptanya kehidupan kampus yang demokratis, inklusif, dan menghargai hak-hak mahasiswa dengan terbuka dan serta memberikan penjelasan yang transparan atas hal yang kami suarakan,” tambah mereka.
Sebagai bagian dari upaya membangun komunikasi yang konstruktif antara mahasiswa dan pihak birokrasi kampus, Aliansi Cipayung Plus meminta kepada pihak Rektorat UBMG untuk menerima audiensi resmi guna membahas permasalahan yang telah sampaikan.
“Kami berharap pertemuan ini dapat menjadi ruang dialog terbuka yang produktif, sehingga berbagai kebijakan yang menyangkut kebebasan berorganisasi mahasiswa, hak penerima beasiswa, serta perlindungan privasi dapat diklarifikasi dan diselesaikan dengan baik,” lanjut mereka.

Mereka juga meminta kepada pihak rektorat untuk memberikan jadwal dan tempat audiensi yang disepakati bersama agar pembahasan dapat
dilakukan secara langsung dan komprehensif.
“Oleh karena itu, kami menunggu undangan resmi dari pihak rektorat untuk audiensi selambat-lambatnya dalam waktu 1×24 jam sebagai bentuk komitmen terhadap dialog yang demokratis dan transparan. Jika tidak diindahkan maka kami akan melakukan tindakan selanjutnya yaitu meneruskan surat tembusan ke DPRD Provinsi Gorontalo,” tandas mereka.
Mereka yang bertanda tangan adalah Ketua HMI Cabang Bonbol, Jamaludin B. Hamsa; Ketua IMM Cabang Kota Gorontalo, Arya Dwi Putra Sahrain; Ketua PMII Cabang Bone Bolango, CC Rivaldi Bulilingo; Ketua KAMMI PD Kota Gorontalo, Syahran T. Taim; Ketua GMKI Cabang Gorontalo, Andrean B.P Purba; Ketua GMNI Cabang Bonbol, Usman Djauhari.***
Penulis: Redaksi/Editor: Bung Wadhaar.