By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Resensi Ekologi Marx – John Belammy Foster
PB Jakarta Bangun Koperasi ‘Bottom Up’
Kisruh Koperasi dan MRT Bikin Iklim Usaha Buruk,  Ketua PB Jakarta Apresiasi Kebijakan Pramono Anung
Resensi Buku Karl Popper: Logika Penemuan Ilmiah
Kenapa Harus Adili Jokowi?

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

Tanggung Jawab Moral Jurnalis dalam Bayang-Bayang Demokrasi Prosedural

Eko Zaiwan
Eko Zaiwan Diterbitkan : Jumat, 30 Mei 2025 | 19:41 WIB
Bagikan
Waktu Baca 3 Menit
Ilustrasi Jurnalistik/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Di tengah hiruk-pikuk demokrasi prosedural—yang sekilas tampak berjalan baik lewat pemilu rutin, lembaga resmi, dan kebebasan pers yang dilindungi hukum—kita sering lupa mengajukan pertanyaan mendasar: siapa yang sebenarnya diuntungkan oleh sistem ini? Apakah rakyat betul-betul menjadi subjek, atau justru tetap menjadi objek dari permainan politik yang dibungkus legitimasi demokratis?

Dari sinilah pentingnya kita menyoroti kembali peran jurnalis. Karena di balik label “pilar keempat demokrasi”, terdapat beban moral yang tidak ringan: menjembatani kenyataan dan kebenaran, serta menghadirkan suara-suara yang kerap diredam dalam ruang publik yang makin penuh oleh retorika elite.

Netralitas: Ketika Tidak Memihak Justru Berarti Membiarkan

Sering kita mendengar pembelaan jurnalis atas nama “netralitas” dan “imbang”. Tapi dalam masyarakat yang penuh ketimpangan, posisi netral sering kali justru berarti membiarkan ketidakadilan itu terus berlangsung. Ketika ruang pemberitaan memberi porsi yang sama antara pelaku kekuasaan dan korban, tanpa memberi latar konteks atau kejelasan posisi etis, maka yang terjadi bukan keberimbangan, melainkan kaburnya arah nurani.

Antara Jurnalis dan Kekuasaan: Sekadar Pencatat, atau Penantang?

Jurnalis bukan sekadar pembawa berita; mereka adalah penjaga nalar publik. Namun di banyak ruang redaksi, tekanan kepentingan pemilik media dan kepentingan politik membuat jurnalisme kehilangan giginya. Alih-alih menjadi pengawas yang kritis, jurnalis justru beralih peran menjadi pencatat pernyataan resmi, memindahkan suara kekuasaan dari podium ke layar kaca tanpa tafsir, tanpa perlawanan.

Media dan Produksi Konsensus Semu

Apa yang disebut “kebebasan pers” dalam kerangka prosedural kadang tak lebih dari kebebasan semu: boleh bersuara, tapi dalam batas-batas yang sudah dipagari narasi dominan. Melalui pilihan narasumber, sudut pandang berita, hingga pengabaian terhadap suara-suara di pinggiran, media membentuk semacam ilusi kebulatan suara yang meninabobokan publik. Di sinilah propaganda halus itu bekerja—tidak membentak, tapi menenangkan.

Baca Juga:   Papua Bukan Tanah Kosong!

Agitasi: Bukan Hasutan, Tapi Kesadaran

Kata “agitasi” kerap disalahpahami—dianggap identik dengan kekacauan. Padahal dalam sejarah perjuangan sosial, agitasi adalah panggilan untuk sadar, untuk berpikir, dan untuk bertindak. Jurnalis yang memahami tanggung jawab moralnya akan tahu kapan harus mengusik kenyamanan publik, bukan demi sensasi, melainkan demi menyalakan kembali kesadaran kritis yang nyaris padam.

Membayangkan Ulang Jurnalisme: Dari Objektif ke Emansipatoris

Sudah saatnya jurnalisme Indonesia berani melampaui sekadar objektivitas teknis. Kita butuh jurnalisme yang berpihak—bukan kepada ideologi atau golongan, tetapi kepada keadilan. Jurnalis harus menjadi bagian dari masyarakat yang ingin berubah, bukan hanya saksi yang dingin terhadap ketimpangan yang terus berlangsung.

Penutup

Demokrasi prosedural yang tanpa substansi mudah berubah menjadi panggung formalitas. Dalam panggung itu, media bisa menjadi lampu sorot, tapi juga bisa menjadi tirai yang menutupi kenyataan. Di sinilah pilihan moral jurnalis diuji. Apakah akan berdiri di sisi yang nyaman, atau memilih jalan sunyi untuk menyuarakan yang tertindas?


Penulis: Wawan, Alumni GMNI.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Resensi Ekologi Marx – John Belammy Foster
Jumat, 12 September 2025 | 00:53 WIB
PB Jakarta Bangun Koperasi ‘Bottom Up’
Senin, 8 September 2025 | 00:15 WIB
Kisruh Koperasi dan MRT Bikin Iklim Usaha Buruk,  Ketua PB Jakarta Apresiasi Kebijakan Pramono Anung
Senin, 8 September 2025 | 00:07 WIB
Resensi Buku Karl Popper: Logika Penemuan Ilmiah
Minggu, 7 September 2025 | 23:24 WIB
Kenapa Harus Adili Jokowi?
Minggu, 7 September 2025 | 21:46 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Lukisan Pakde Karwo Menolak Terbakar: Isyarat Zaman dari Api Grahadi, Ramalan Jayabaya yang Hidup
Marhaenis
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo bersilaturahmi di Gedung Agung, Istana Kepresidenan Yogyakarta, Senin (02/05/2022). BPMI Setpres/Lukas
Polithinking

Buktikan Kinerja, Prabowo Dinilai Setia Pada Jokowi

Marhaenist - Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro mengatakan bahwa Menteri Pertahanan…

Polithinking

Seniman, Budayawan dan Masyarakat Jogja Titipkan Indonesia di Pundak Ganjar

Marhaenist.id, Kulonprogo - Alun-Alun Wates Yogyakarta membara. Puluhan ribu masyarakat hadir di…

Kabar PA GMNI

Abdy Yuhana: Gelar Profesor Kehormatan Megawati Soekarnoputri dari Silk Road International University Perkokoh Pengakuan Dunia

Marhaenist.id - Sekretaris Jenderal DPP Persatuan Alumni GMNI, Abdy Yuhana mengapresiasi atas prestasi…

Polithinking

Ahmad Basarah Resmi Ditunjuk Jadi Jubir PDIP, Inilah Tugasnya!

Marhaenist.id, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan…

Indonesiana

Lagi Viral, Tren Pengibaran Bendera One Piece adalah Simbol Keresahan Rakyat terdahap Pemerintah

Marhaenist.id - Menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, media sosial diramaikan oleh…

Kabar GMNI

GMNI: Istana Harusnya Refleksi, Bukan Menuduh Civitas Akademika

Marhaenist.id, Jakarta - Di tengah kemunculan kritik sejumlah civitas akademika terhadap Presiden…

Guntur Soekarnoputra dalam peluncuran buku Catatan Merah Dari Putera Bung Karno Jilid 3, 19 Oktober 2022. MARHAENIST
Polithinking

Guntur Soekarnoputra: Pancasila Adalah Ideologi Kiri

Marhaenist - Putra pertama Presiden Soekarno (Bung Karno), yang juga merupakan Ketua…

Kabar GMNI

GMNI Desak Kejari segera Tersangkakan Pelaku Tambak Udang di Bengkalis

Marhaenist.id, Bengkalis - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Bingkai

Marhaenis Dalam Bingkai Foto

Marhaenist - Ever Onward Never Retreat. Kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?