Marhaenist.id – Pernyataan Kanselir Jerman Olaf Scholz di Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos (22/01/2025) mengenai potensi kerja sama ASEAN dan Uni Eropa mencerminkan upaya Eropa untuk memperluas aliansi ekonomi dan geopolitiknya. Pernyataan ini muncul dalam konteks meningkatnya ketidakpastian global akibat perang dagang, ketegangan geopolitik, serta perubahan kepemimpinan yang terjadi di Amerika Serikat.
Scholz menyampaikan bahwa ASEAN memiliki potensi besar untuk bekerja sama dengan Uni Eropa, baik dalam perdagangan, investasi, maupun isu-isu strategis seperti transisi energi dan stabilitas global. Pernyataan ini dapat dimaknai sebagai respons terhadap beberapa faktor utama:
Faktor Pendorong Kerja Sama ASEAN-Uni Eropa
1. Menurunnya Ketergantungan pada China
Uni Eropa ingin mengurangi ketergantungan ekonominya pada China, terutama dalam rantai pasok manufaktur dan bahan baku kritis. ASEAN, sebagai kawasan dengan ekonomi yang berkembang pesat, menjadi alternatif penting.
2. Ancaman Kebijakan Proteksionis AS di Bawah Trump
Donald Trump kembali ke Gedung Putih, kebijakan America First bisa menyebabkan AS menarik diri dari komitmen perdagangan global dan meningkatkan proteksionisme. Hal ini dapat mendorong Eropa untuk mencari mitra dagang baru guna menjaga stabilitas ekonominya. ASEAN menjadi pilihan yang masuk akal karena posisinya sebagai kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tinggi dan pasar yang luas.
3. Dinamika Keamanan Global
Dengan ketegangan di Ukraina dan meningkatnya persaingan antara AS dan China, Eropa ingin memperkuat hubungan dengan negara-negara yang relatif netral dan memiliki kepentingan strategis dalam geopolitik global, seperti ASEAN.
Konsekuensi Yang Mungkin Timbul
Jika Uni Eropa benar-benar meningkatkan kerja sama dengan ASEAN, ada beberapa konsekuensi yang mungkin terjadi:
1. Pergeseran Investasi ke ASEAN
Jika Uni Eropa mulai mengalihkan investasinya dari China ke ASEAN, negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, dan Thailand bisa mendapatkan keuntungan besar. Namun, ini juga bisa memicu persaingan ketat antarnegara ASEAN untuk menarik investasi.
2. Ketegangan dengan AS
Jika Eropa semakin mendekat ke ASEAN, AS mungkin melihat ini sebagai tantangan terhadap dominasi ekonominya di kawasan. AS bisa meningkatkan tekanannya pada negara-negara ASEAN agar tetap dalam orbit pengaruhnya.
3. Reaksi dari China
China kemungkinan akan merespons dengan memperkuat kerja sama ekonominya di kawasan melalui Belt and Road Initiative (BRI) atau strategi perdagangan lainnya untuk memastikan ASEAN tetap dalam lingkup pengaruhnya.

Dampak dan Peluang Bagi Indonesia
Jika Uni Eropa benar-benar ingin mempererat kerja sama dengan ASEAN, Indonesia bisa mendapat manfaat besar, tetapi juga menghadapi beberapa tantangan:
Peluang bagi Indonesia
1. Diversifikasi Mitra Ekonomi dan Investasi
Dengan meningkatnya ketegangan antara AS dan Eropa, serta kebijakan proteksionis yang lebih kuat dari Washington, negara-negara Eropa bisa mencari alternatif mitra dagang dan investasi. Indonesia dengan ekonominya yang besar dan sumber daya alam yang melimpah dapat menjadi tujuan utama. Ini bisa mempercepat perundingan Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang saat ini masih tertunda.
2. Peningkatan Kerja Sama dalam Teknologi Hijau
Uni Eropa sedang mendorong agenda transisi energi dan ekonomi hijau. Dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk menarik investasi dalam sektor energi terbarukan, terutama dalam pengembangan hilirisasi nikel untuk baterai EV, biofuel, dan energi terbarukan lainnya.
3. Peningkatan Peran Geopolitik Indonesia di ASEAN
Jika Jerman dan Uni Eropa lebih fokus ke ASEAN sebagai mitra strategis untuk mengimbangi kebijakan AS dan China, maka posisi Indonesia sebagai pemimpin ASEAN akan semakin kuat. Bisa membuka ruang bagi peningkatan kerja sama di bidang perdagangan, pertahanan, dan infrastruktur.
4. Dukungan terhadap Energi Terbarukan dan Ekonomi Hijau
Uni Eropa akan lebih terbuka terhadap investasi di sektor energi hijau dan berkelanjutan, seperti pembangunan PLTS, bioenergi, dan pengelolaan sumber daya secara lebih ramah lingkungan. Mendorong Indonesia untuk semakin serius mengembangkan kebijakan terkait energi terbarukan.
Tantangan yang Harus Dihadapi Indonesia
1. Tekanan dari AS dan China
Jika Indonesia semakin dekat dengan Uni Eropa, AS dan China bisa meningkatkan tekanan agar Indonesia tetap dalam orbit mereka. Ini bisa terjadi dalam bentuk kebijakan perdagangan atau diplomasi ekonomi yang lebih agresif.
2. Regulasi Uni Eropa yang Ketat
Uni Eropa memiliki standar lingkungan dan hak asasi manusia yang tinggi, yang bisa menjadi hambatan bagi beberapa ekspor Indonesia, terutama sawit dan produk berbasis sumber daya alam lainnya.
3. Persaingan di ASEAN
Indonesia harus bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam dan Thailand, yang juga ingin menarik investasi dari Uni Eropa.
Strategi Indonesia ke Depan
Pernyataan Olaf Scholz bukan sekadar pernyataan diplomatik biasa, tetapi mencerminkan strategi Uni Eropa dalam menghadapi tantangan geopolitik global, terutama kembalinya Trump dan kebijakan proteksionis AS. Indonesia harus melihat ini sebagai peluang untuk memperkuat hubungan ekonomi dengan Uni Eropa, tetapi juga harus berhati-hati dalam menjaga keseimbangan hubungan dengan AS dan China.
Strategi terbaik bagi Indonesia adalah:
Mempercepat IEU-CEPA untuk mengamankan posisi dalam rantai pasok Eropa.
Mengembangkan sektor energi hijau sebagai daya tarik utama bagi investasi Eropa.
Menyeimbangkan hubungan dengan AS dan China agar tidak terjebak dalam perang dagang.
Memanfaatkan posisi di ASEAN untuk memperkuat daya tawar dalam negosiasi global.
Menjaga fleksibilitas diplomatik agar Indonesia tetap bisa berperan sebagai pemain utama di antara kekuatan besar.
Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia bisa menjadi salah satu pemain utama dalam dinamika geopolitik baru ini.***
Penulis: Dr. med. vet. Rudi Samapati, Alumni GMNI, FKH UGM. Penulis kini tinggal di Berlin, Jerman.