By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Diskusi Pra-Konfercab DPC GMNI Jaksel: Menegakkan Supremasi Sipil atau Mempertahankan Kekuasaan?
Menjadikan Organisasi sebagai Ratu Adil
GMNI Jaksel Desak Presiden Copot Kapolri Listyo Sigit: Reformasi Kepolisian Harus Menegakkan Supremasi Sipil
Dugaan Manipulasi Pengangkatan PPPK Mencuak, GMNI Pertanyakan Integritas Kepala BKD Busel
Solar Sulit Didapat, GMNI Rohul Soroti Dugaan Praktik Mafia Solar di Rokan Hulu

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Historical

Soekarno-Khrushchev Diantara Kemesraan Indonesia dan Uni Soviet

Indo Marhaenist
Indo Marhaenist Diterbitkan : Minggu, 28 Juli 2024 | 22:04 WIB
Bagikan
Waktu Baca 9 Menit
Pada tahun 1955, Sukarno berkunjung ke Uni Soviet (nama sebelum berubah menjadi Rusia). Ketika itu Sukarno mengunjungi Leningrad (sekarang St. Petersburg) dan kecewa karena melihat sebuah masjid mangkrak. Sukarno mengatakan seharusnya masjid tersebut dibangun dengan indah. Seminggu setelah kedatangan Sukarno tersebut, pemerintah Leningrad langsung membangun masjid yang sekarang dikenal dengan Masjid Biru Sukarno. LIFE
Bagikan
iRadio

Marhaenist – Sejak masa awal kemerdekaan Indonesia, Indonesia dan Uni Soviet menjalin hubungan yang cukup harmonis, fakta hubungan Presiden Soekarno dan Uni Soviet. Bagi kebanyakan orang yang hidup di masa orde baru, Uni Soviet dianggap sebagai negara komunis, padahal di bawah kepresidenan Soekarno, Uni Soviet dan Indonesia menjalin hubungan yang begitu hangat. Dalam berbagai catatan sejarah bukti tersebut tertuang dalam sejumlah peristiwa.

Hubungan ini diawali oleh pengakuan Uni Soviet terhadap kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, yang merupakan salah satu negara pertama yang melakukan hal tersebut.

Pengakuan ini menandakan dukungan Uni Soviet terhadap perjuangan Indonesia melawan penjajah Belanda.

Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno, berperan penting dalam membangun hubungan persahabatan dengan Uni Soviet.

Soekarno mengadakan kunjungan pertamanya ke Uni Soviet pada tahun 1956, dan disambut dengan antusias oleh Perdana Menteri Uni Soviet, Nikita Khrushchev.

Kedua pemimpin ini memiliki pandangan yang sama tentang perdamaian dunia dan gerakan non-blok.

Selama kunjungannya, Soekarno mendapatkan berbagai bantuan dari Uni Soviet, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, maupun militer.

Uni Soviet memberikan pinjaman tanpa bunga, bantuan teknis, beasiswa pendidikan, serta persenjataan modern kepada Indonesia.

Salah satu contoh bantuan militer yang paling terkenal adalah kapal perang KRI Irian 201, yang merupakan kapal perang Soviet yang dipindahkan kepada negara asing untuk pertama kalinya.

Hubungan Indonesia dan Uni Soviet semakin erat ketika Soekarno kembali mengunjungi Uni Soviet pada tahun 1961.

Saat itu, Soekarno bertemu dengan kosmonot legendaris Yuri Gagarin, yang merupakan orang pertama yang terbang ke luar angkasa.

Soekarno juga mendapatkan penghargaan tertinggi dari Uni Soviet, yaitu Orde Lenin.

Soekarno juga mengundang Khrushchev untuk berkunjung ke Indonesia pada tahun 1960.

Khrushchev menyaksikan pembukaan Stadion Gelora Bung Karno, yang merupakan salah satu proyek kerjasama antara Indonesia dan Uni Soviet.

Baca Juga:   Refleksi 17 Agustus 1945: Menuju Kemerdekaan RI, Mengenang Peristiwa Rengasdengklok

Khrushchev juga menyampaikan pidato di hadapan rakyat Indonesia di Lapangan Monas.

Hubungan Indonesia dan Uni Soviet tetap terjaga meskipun mengalami beberapa pasang surut akibat perubahan politik di kedua negara.

Hubungan ini menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia mampu menjalin kerjasama dengan berbagai negara tanpa harus memihak atau tunduk kepada salah satu blok.

Hubungan ini juga menjadi warisan sejarah yang patut dihormati dan dilestarikan.

Hubungan Indonesia dan Uni Soviet tidak selalu mulus. Setelah terjadinya Gerakan 30 September 1965, yang diduga melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI), hubungan dengan Uni Soviet mengalami kemunduran.

Presiden Soeharto, yang menggantikan Soekarno, mengambil sikap anti-komunis dan lebih mendekatkan diri dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat.

Meskipun demikian, hubungan Indonesia dan Uni Soviet tidak terputus sama sekali.

Pada tahun 1967, Indonesia dan Uni Soviet menandatangani perjanjian kerjasama ekonomi dan teknis.

ada tahun 1973, Indonesia dan Uni Soviet menandatangani perjanjian kerjasama di bidang perdagangan, perikanan, dan pelayaran.

Pada tahun 1989, Presiden Soeharto melakukan kunjungan kenegaraan ke Uni Soviet dan bertemu dengan Presiden Mikhail Gorbachev.

Hubungan Indonesia dan Uni Soviet berubah menjadi hubungan Indonesia dan Rusia setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.

Hubungan ini terus berkembang seiring dengan perubahan situasi politik dan ekonomi di kedua negara.

Indonesia dan Rusia menjalin kemitraan strategis pada tahun 2003, yang mencakup kerjasama di bidang politik, keamanan, ekonomi, sosial-budaya, serta isu-isu regional dan internasional.

Hubungan Indonesia dan Rusia saat ini berada pada tingkat yang baik dan saling menguntungkan. Kedua negara terus meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, seperti perdagangan, investasi, energi, pertahanan, pendidikan, pariwisata, antariksa, serta penanganan pandemi Covid-19.

Kedua negara juga memiliki kesamaan pandangan tentang pentingnya menjaga perdamaian, stabilitas, dan kerjasama di kawasan Asia-Pasifik.

Hubungan Indonesia dan Rusia merupakan salah satu warisan sejarah yang patut dijaga dan ditingkatkan.

Baca Juga:   Soemarsono, Saksi Sejarah Tragedi PKI di Madiun 1948

Hubungan ini juga merupakan salah satu bukti bahwa Indonesia mampu menjalin hubungan baik dengan berbagai negara tanpa harus memihak atau tunduk kepada salah satu blok.

Hubungan ini juga merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan bagi kedua negara.

Soekarno juga mendapatkan penghargaan tertinggi dari Uni Soviet, yaitu Orde Lenin.

Soekarno juga mengundang Khrushchev untuk berkunjung ke Indonesia pada tahun 1960.

Khrushchev menyaksikan pembukaan Stadion Gelora Bung Karno, yang merupakan salah satu proyek kerjasama antara Indonesia dan Uni Soviet.

Khrushchev juga menyampaikan pidato di hadapan rakyat Indonesia di Lapangan Monas.

Hubungan Indonesia dan Uni Soviet tetap terjaga meskipun mengalami beberapa pasang surut akibat perubahan politik di kedua negara.

Hubungan ini menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia mampu menjalin kerjasama dengan berbagai negara tanpa harus memihak atau tunduk kepada salah satu blok.

Hubungan ini juga menjadi warisan sejarah yang patut dihormati dan dilestarikan.

Hubungan Indonesia dan Uni Soviet tidak selalu mulus. Setelah terjadinya Gerakan 30 September 1965, yang diduga melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI), hubungan dengan Uni Soviet mengalami kemunduran.

Presiden Soeharto, yang menggantikan Soekarno, mengambil sikap anti-komunis dan lebih mendekatkan diri dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat.

Meskipun demikian, hubungan Indonesia dan Uni Soviet tidak terputus sama sekali.

Pada tahun 1967, Indonesia dan Uni Soviet menandatangani perjanjian kerjasama ekonomi dan teknis.

Pada tahun 1973, Indonesia dan Uni Soviet menandatangani perjanjian kerjasama di bidang perdagangan, perikanan, dan pelayaran.

Pada tahun 1989, Presiden Soeharto melakukan kunjungan kenegaraan ke Uni Soviet dan bertemu dengan Presiden Mikhail Gorbachev.

Hubungan Indonesia dan Uni Soviet berubah menjadi hubungan Indonesia dan Rusia setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.

Hubungan ini terus berkembang seiring dengan perubahan situasi politik dan ekonomi di kedua negara.

Baca Juga:   Namanya Tan Malaka!

Indonesia dan Rusia menjalin kemitraan strategis pada tahun 2003, yang mencakup kerjasama di bidang politik, keamanan, ekonomi, sosial-budaya, serta isu-isu regional dan internasional.

Hubungan Indonesia dan Rusia saat ini berada pada tingkat yang baik dan saling menguntungkan. Kedua negara terus meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, seperti perdagangan, investasi, energi, pertahanan, pendidikan, pariwisata, antariksa, serta penanganan pandemi Covid-19.

Kedua negara juga memiliki kesamaan pandangan tentang pentingnya menjaga perdamaian, stabilitas, dan kerjasama di kawasan Asia-Pasifik.

Hubungan Indonesia dan Rusia merupakan salah satu warisan sejarah yang patut dijaga dan ditingkatkan.

Hubungan ini juga merupakan salah satu bukti bahwa Indonesia mampu menjalin hubungan baik dengan berbagai negara tanpa harus memihak atau tunduk kepada salah satu blok.

Hubungan ini juga merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan bagi kedua negara.

Bogor (13/5) Tahun 1956-1962 merupakan puncak “kemesraan” hubungan Indonesia-Uni Soviet. Hal ini tercermin dari kedekatannya hubungan kedua kepala negara dengan adanya saling kunjung. Pada tanggal 28 Agustus-12 September 1956 Presiden Soekarno berkunjung ke Moskow. Dalam kunjungan tersebut, pada tanggal 11 September 1956 dihadapan Presiden Soekarno dan petinggi-petinggi Uni Soviet seperti Mikoyan, Voroshilov, Kaganovich dan Malenkov, Menteri Luar Negeri Indonesia Ruslan Abdulgani dan Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet Gromyko menandatangani Kesepakatan Bersama (Joint Statement).

Pada bulan Juni 1961 Presiden Soekarno melakukan kunjungan ke Uni Soviet dan pada tahun 1957 Ketua Presidium Uni Soviet Tertinggi K.Y. Voroshilov serta pada Februari 1960 Perdana Menteri Nikita Khuschev berkunjung ke Indonesia.

Hasil kerja sama antara Indonesia dan Soviet yang masih dapat kita lihat adalah Komplek Gelora Bung Karno yang Stadion Utamanya terinspirasi dari Stadion Luzhniki, Moskow. Kini GBK telah menjadi tempat yang sangat cantik dan indah dan telah kadi tuan rumah Asian Games 2018.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Diskusi Pra-Konfercab DPC GMNI Jaksel: Menegakkan Supremasi Sipil atau Mempertahankan Kekuasaan?
Jumat, 3 Oktober 2025 | 00:37 WIB
Menjadikan Organisasi sebagai Ratu Adil
Jumat, 3 Oktober 2025 | 00:17 WIB
GMNI Jaksel Desak Presiden Copot Kapolri Listyo Sigit: Reformasi Kepolisian Harus Menegakkan Supremasi Sipil
Jumat, 3 Oktober 2025 | 00:00 WIB
Dugaan Manipulasi Pengangkatan PPPK Mencuak, GMNI Pertanyakan Integritas Kepala BKD Busel
Kamis, 2 Oktober 2025 | 13:19 WIB
Solar Sulit Didapat, GMNI Rohul Soroti Dugaan Praktik Mafia Solar di Rokan Hulu
Rabu, 1 Oktober 2025 | 11:52 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Gelar PPAB, GMNI Morowali Lahirkan 13 Generasi Baru Pejuang Marhaenis yang Siap Mengabdi untuk Rakyat
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Opini

Save Raja Ampat? Gugat Kolonialisme Ekologis, Kembalikan Kedaulatan ke Tanah Papua!

Marhaenist.id - Di ujung timur Indonesia, tersembunyi sebuah mahakarya alam yang kerap…

Polithinking

Dukung Ganjar, Caleg Demokrat Alumni GMNI Ini Tak Peduli Disanksi Partai

Marhaenist.id, Malang - Caleg DPRD Dapil V Jatim dari Partai Demokrat sekaligus…

Kabar GMNI

Soroti Kasus Korupsi Pembebasan Lahan Pasar, GMNI Mamasa Desak Kejati Sulbar Segera Tetapkan Tersangkanya

Marhaenist.id, Mamasa - Terkait dengan kasus korupsi pembebasan lahan Pasar Mamasa, pihak…

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbicara dalam acara sampingan Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Nusa Dua, Bali, Indonesia, 14 Juli 2022. Made Nagi/Pool via REUTERS
Polithinking

Sri Mulyani Libatkan Bank Dunia ke Agenda Prioritas Indonesia di G20

Marhaenist - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajak Bank Dunia untuk terlibat…

Opini

Antara Disiplin TNI dan Ancaman terhadap Supremasi Sipil dalam Demokrasi Indonesia

Marhaenist.id -Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah lama dikenal sebagai institusi yang disiplin…

Opini

Kemerdekaan Yang Tidak Pasti: Potret Kekerasan Perempuan Tak Kunjung Usai

MARHAENIST - Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79 adalah momentum yang ditunggu oleh…

Opini

PDI-P dan Revisi UU TNI

Marhaenist.id - Dengan adanya penolakan masyarakat terhadap revisi Undang-Undang TNI, PDI-P seharusnya…

Study Marhaenisme

Dialektika Mahaenisme (Metode Berpikir)

Marhaenist.id - Marhaenisme adalah ideologi perlawanan terhadap kolonialisme, kapitalisme, imperialisme, dan feodalisme…

Kabar GMNIOpini

Kongres GMNI Versi Immanuel: Anti Persatuan dan Klaim Sepihak

Marhaenist.id - Sekitar siang atau sore hari ini pada tanggal 15 Juli…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?