MARHAENIST – Banyak kritikan terhadap penyelenggaraan demokrasi di Indonesia yang dianggap telah melenceng dari semangat kebangsaan dan dari tujuan UUD 45, Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti pentingnya menjaga dan menciptakan demokrasi yang berkualitas. Terlebih dalam pemilu, ketika kita dituntut untuk memiliki etika politik siap kalah dan siap menang.
“Dalam pemilu, seharusnya rakyatlah yang jadi pemenang. Sehingga berlaku adagium; Suara rakyat adalah suara Tuhan. Dalam berdemokrasi, rakyat tidak pernah berkuasa. Rakyat hanya menentukan siapa yang akan berkuasa,” kata Puan dalam sidang tahunan di Gedung DPR RI, Jumat (16/08/2024).
“Hakekat demokrasi adalah untuk memberi jalan agar kekuasaan mendapatkan legitimasinya, sehingga kekuasaan dapat digunakan untuk mengatur bangsa dan negara bagi memberikan rakyatnya hidup sejahtera dalam harkat dan martabatnya,” ungkapnya.
Akan tetapi, lanjut Puan, demokrasi dapat berjalan ke arah yang salah. Yaitu ketika demokrasi tidak menjalankan kedaulatan rakyat.
“Konstitusi kita telah mengatur bagaimana kedaulatan rakyat harus dijalankan secara kolektif dengan prinsip checks and balances pada cabang-cabang kekuasaan negara eksekutif, legislatif dan yudikatif,” imbuhnya.
“Keseimbangan kekuasaan antar cabang-cabang kekuasaan negara eksekutif, legislatif dan yudikatif dapat berjalan dengan baik apabila politik berbangsa dan bernegara berlangsung secara demokratis. Yaitu demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,” bebernya.
Puan Maharani mengutip prinsip yang disampaikan Soekarno dalam pidato pada 1 Juni 1945, tentang demokrasi yang merupakan permusyawaratan yang dapat mendatangkan kesejahteraan sosial bagi semua warga Indonesia. Bukan hanya untuk kepentingan satu orang atau satu golongan.
“Bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan. Tetapi kita mendirikan negara semua buat semua, satu buat semua, satu buat satu. All for one, one for All,” tandasnya.