Marhaenist.id – Ide sudah mengalami beberapa fase. Fase pertama, fase kesukuan. Dalam fase ini tiap-tiap suku merasa dirinya sebagai suatu kesatuan yg mutlak. Masing-masing suku hanya memikirkan keselamatan dirinya. Disamping semangat kesukuan ini tumbuh pula semangat kepulauan.
Suku atau pulau yg satu mau bekerjasama dengan suku atau pulau yg lain, tapi atas dasar federalisme, dan tidak ada satu suku atau pulau yg rela berkorban untuk seluruh Indonesia.
Tapi, pada tahun 1928, Ide kesukuan dan kepulauan itu hilang lenyap laksana embun kena sinar daripada matahari. Pada tahun 1928 itu turunlah ide baru mewahyui angkatan pemuda, yaitu Ide persatuan dan kesatuan bangsa, kesatuan tanah air dan kesatuan bahasa.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 angkatan pemuda mengikrarkan sumpahnya yg termasyur: Kami setanah air, tanah air Indonesia; Kami sebangsa, bangsa Indonesia; kami sebahasa, bahasa Indonesia.
Dengan terbitnya matahari kebangsaan Indonesia yg bulat dan bersatu itu, hilanglah hak sejarah bagi Ide Kesukuan, Ide Kepulauan, Ide federalisme dan Ide Provincialisme.
Maka, barang siapa sekarang ini membangkitkan kembali Ide kepulauan, Ide kesukuaan atau Ide federalisme, orang itu adalah seperti orang yg menggali kubur dan mencoba menghidupkan kembali tulang dari orang yg dikuburkan 28 tahun yg lampau.
Lima tahun setelah 1928, yaitu tahun 1933, Ide itu meningkat lagi, yaitu bahwa bangsa Indonesia yg berbangsa satu, bertanah air satu dan berbahasa satu, itu harus disusun dalam satu negara yg berbentuk Republik. Dan Proklamasi kita pada tanggal 17 Agustus 1945 itu adalah pangkal pelaksanaan bagi Ide kebangsaan Indonesia yg bulat dan bersatu disusun dalam satu negara yg berbentuk Republik.
Segala darah, segala air mata, segala pengorbanan, dan segala jiwa yg telah tewas sejak tanggal 17 Agustus 1945 itu adalah untuk Ide: Bangsa Indonesia Bersatu Tidak Berpecah Belah, Dalam Satu Negara Nasional Merdeka Yang Berbentuk Republik. Merdeka!***
Dikutip kembali oleh La Ode Mustawwdhaar dari Kumpulan-Kumpulan Pidato Bung Karno.