Marhaenist.id – Sudah bukan rahasia lagi bagi kita semua, “Tahun Baru” selalu menjadi waktu yang paling ditunggu-tunggu. Kata-kata penuh penantian yang sering terdengar, “Tinggal beberapa hari lagi, kita sudah memasuki tahun baru.” Momen tahun baru menjadi tamu penantian sekaligus paling istimewa bagi setiap orang.
Setelah memasuki tanggal 1 Januari (tahun baru), semua orang berperilaku sopan tanpa diperintah, berjabat tangan saling ucap selamat, bergembira dan berbahagia karena penantian dua belas bulan lamanya telah tiba. Hati kecil kita seolah-olah memerintahkan kita bahwa “inilah saatnya” untuk melakukan segala sesuatu yang baru pula.
Pertanyaannya, mengapa hari Tahun Baru terdengar istimewa dan menjadi sesuatu yang paling ditunggu dibandingkan dengan hari-hari biasa lainnya? Apakah hari Tahun Baru sengaja diciptakan spesial oleh Tuhan?
Tentu saja tidak. Hari Tahun Baru hanya hitungan waktu dalam kalender yang disepakati, tetapi sesungguhnya setiap hari, setiap jam, setiap detik diciptakan spesial. Mengapa kita hanya begitu menantikan hari itu dan berbahagia ketika hari itu tiba?
Jawabannya, karena kita mengidentifikasi hari itu sebagai hari istimewa, memandang hari itu sebagai hari besar dan penuh bahagia, padahal hari Tahun Baru tidak diciptakan khusus, hanya pandangan kita yang membuatnya menjadi hari khusus dan spesial. Dengan demikian, perilaku kita pun mengikuti apa yang kita anggap dan yakini spesial.
Jika cara pandang kita membuatnya begitu berharga dan istimewa, mengapa kita tidak memandang hari-hari biasa sebagai hari berharga dan istimewa?
Apakah kamu telah menunggu Tahun Baru untuk menikmati hidup dan merasa bahagia? Bukankah setiap hari itu sama, ada pagi, ada siang, dan ada malam? Sama istimewanya, bukan?
Mengapa tidak menantang diri untuk membuat setiap hari terasa seperti hari Tahun Baru dengan menjadikan setiap hari “menjadi” hari Tahun Baru. Biarkan diri kita bahagia setiap hari, berjabat tangan dan berucap selamat setiap hari karena sesungguhnya setiap hari adalah hari baru dan itu berharga.
Kita tidak perlu menunggu “Tahun Baru”, menghabiskan dua belas bulan lamanya untuk menikmati hidup dan merasa bahagia. Ini adalah tantangan pola pikir dan mulai menjalani hidup bahagia setiap hari.***
Penulis: Erik Risaldi Sibu, Kader GMNI Halmahera Utara.