By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Historical

Memoar Khrushchev: Bagaimana Awal Mula Persahabatan Indonesia Dengan Uni Soviet?

Indo Marhaenist
Indo Marhaenist Diterbitkan : Jumat, 26 Januari 2024 | 16:28 WIB
Bagikan
Waktu Baca 7 Menit
Nikita Khrushchev dan Presiden Sukarno. FILE
Bagikan
iRadio

Marhaenist – Ditengah Perang Dingin, Indonesia muncul sebagai “Macan Asia”. Karisma Presiden Sukarno mengalihkan perhatian dunia pada sebuah negara kepulauan yang belum lama merdeka. Bagaimana presiden pertama Indonesia berhasil merebut hati Uni Soviet? Pemimpin Soviet Nikita Khrushchev menceritakan kesannya terhadap Indonesia dan Sukarno dalam memoarnya.

Contents
Sukarno Mengesankan KhrushchevGelora Bung Karno

Pada mulanya, Uni Soviet tak mengenal Indonesia, tulis Khrushchev mengawali memoarnya mengenai Indonesia. Di bawah kepemimpinan Stalin, Uni Soviet sama sekali tak punya ketertarikan terhadap Indonesia. Selama bertahun-tahun berhubungan dengan Stalin, ia tak pernah sekalipun berbicara tentang Indonesia atau menunjukkan apa yang ia ketahui mengenai negara itu.

Pertama kali pemerintah Soviet mulai membicarakan Indonesia di tingkat Komite Pusat (Partai Komunis Uni Soviet) adalah pada 1955, ketika penandatanganan Dasasila Bandung (sepuluh poin hasil pertemuan Konferensi Asia-Afrika). Peristiwa itu betul-betul menarik seluruh perhatian dunia. Sejak itu, nama presiden Indonesia, Sukarno, mulai sering muncul di surat-surat kabar Soviet.

Secara perlahan, Indonesia mulai menarik perhatian Uni Soviet. Hubungan diplomatik antara kedua negara terjalin saat Stalin masih berkuasa. Menurut Khrushchev, Indonesia layak mendapat perhatian Soviet karena negara itu adalah negara yang sangat besar, indah, makmur, multietnis, dan terdiri dari ribuan pulau dengan populasi (kala itu) mencapai lebih dari seratus juta jiwa.

Sukarno Mengesankan Khrushchev

Pada 1956, tak lama setelah Kongres Partai Komunis Uni Soviet yang ke-20, Presiden Sukarno berkunjung ke Uni Soviet. Presiden Indonesia disambut dengan penuh hormat sebagaimana mestinya, tulis Khrushchev. “Dia memberi kami kesan sebagai orang yang terdidik dan cerdas. Padahal, tingkat pendidikan dan kecerdasan tak selalu sejalan. Saya telah bertemu banyak orang berpendidikan, tapi sangat tidak cerdas, dan sebaliknya, orang-orang yang tidak mengenyam pendidikan, tetapi di sisi lain berotak encer. Sukarno memiliki keduanya. Ia berpendidikan dan juga cerdas.”

Baca Juga:   Ibu, Ibu, dan Sejarah Hari Ibu

Kunjungan Sukarno ternyata betul-betul meninggalkan kesan mendalam. Uni Soviet langsung menjalin hubungan baik dengan Indonesia. Khrushchev bahkan mengakui bahwa ia sangat menyukai sosok Sukarno. Selama berada di Uni Soviet, Sukarno menggarisbawahi prinsip-prinsip kebijakannya yang menekankan pada netralitas dan tak berpihak pada blok militer mana pun.

“Begitulah awalnya kami menjalin hubungan dengan Indonesia. Pelan-pelan, Indonesia semakin dekat dengan kami dan bahkan memerlukan bantuan ekonomi,” kata Khrushchev. Pada awal 1960, Sukarno mengundang delegasi pemerintah Uni Soviet untuk berkunjung ke Indonesia. Khrushchev mengaku sangat senang dan karena itu langsung menerima undangan tersebut.

“Delegasi kami terdiri dari beberapa anggota Komite Pusat Partai Komunis Uni Soviet. Saya dipercaya untuk memimpin rombongan itu. Saya ditemani oleh Menlu Gromyko dan sejumlah orang lainnya. Kami terbang ke Indonesia dengan menggunakan pesawat Il-18,” kenang Khrushchev.

Begitu mendarat, delegasi Uni Soviet langsung disambut dengan upacara penyambutan yang luar biasa. Orang-orang bahkan berbondong-bondong memadati jalan-jalan. “Mereka menyambut kami dengan begitu hangat, dan itu langsung memperkuat kesan kami terhadap Indonesia. Indonesia adalah negara yang sangat indah. Orang-orangnya pun sangat ramah. Sementara, kehangatan iklim tropis betul-betul mengejutkan kami.”

Gelora Bung Karno

Sebelum ke Indonesia, pemerintah Uni Soviet telah menyepakati sejumlah kerja sama dengan Indonesia. Soviet, misalnya, sepakat membantu penyediaan sejumlah peralatan dan memberikan pinjaman untuk penambangan timah dan barang tambang berharga lainnya. Sukarno bahkan meminta supaya Uni Soviet membantu pembangunan stadion di Jakarta. Stadion itu, sebagaimana yang dikatakan Sukarno, diharapkan dapat menampung ribuan orang. Stadion itulah yang kemudian dikenal sebagai Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Akhirnya, sejumlah pakar Soviet yang berpengalaman mengerjakan proyek semacam itu membangun stadion untuk Indonesia. Sukarno bahkan mengundang Khrushchev untuk mengunjungi lokasi pembangunan. Saat itulah, Khrushchev sadar bahwa Sukarno ingin dirinya terlihat sebagai sosok sentral dalam pembangunan ini, seolah-olah dialah pencetus utamanya.

Baca Juga:   Antara Tan Malaka, Komunis, dan Islam

“Bersama saya, ia melakukan semacam aksi simbolis tenaga kerja. Kami menarik tali yang menghidupkan mesin pemancang tiang. Semua ini hanyalah aksi teatrikal, tapi memang begitulah dia (Sukarno),” kata Khrushchev mengenang. Dalam memoarnya, Khrushchev bercerita bahwa ketika presiden Indonesia meminta bantuan Uni Soviet untuk membangun stadion megah di Jakarta yang menghabiskan banyak uang, ia mengaku terkejut dan berterus terang pada Sukarno bahwa itu bukanlah langkah yang bijaksana.

“Indonesia (saat itu) masih merupakan negara terbelakang. Aneka industri baru mulai dibangun. Negara itu hidup dengan mengandalkan sumber daya alamnya dan mengekspor barang-barang mentah. Meski begitu, hal pertama yang mereka inginkan adalah stadion! Untuk apa?” ujar Khrushchev.

“Untuk menggelar orasi publik,” jawab Sukarno singkat.

Jawaban itu ternyata tak memuaskan Khrushchev. Dalam memoarnya, sang pemimpin Soviet bahkan mengakui bahwa ia memandang sikap presiden Indonesia itu secara negatif. Menurutnya, dari berbagai pemimpin negara yang ia kenal, Sukarno betul-betul berbeda. Ia setuju bahwa seorang pemimpin negara sesekali perlu menggelar orasi publik. Namun, Khrushchev melihat bahwa sikap Sukarno itu justru menunjukkan kelemahannya.

“Dia memang senang berada di tengah-tengah rakyat. Dia terlihat seolah-olah selalu membutuhkan penonton dan karena itulah dia membutuhkan sebuah panggung besar — sebuah stadion, yang akhirnya kami bangun,” kenang sang pemimpin Soviet.

Meski begitu, saat kunjungan pertama Sukarno ke Uni Soviet, ia memang sempat berpidato di Stadion Luzhniki, Moskow. Kabarnya, ia begitu terkesan dengan stadion tersebut sehingga memutuskan bahwa ibu kota Indonesia pun memerlukan kompleks olahraga sejenis. Tak heran, stadion yang belum lama ini menjadi saksi kehebatan timnas sepak bola Prancis pada Piala Dunia beberapa waktu lalu menjadi inspirasi untuk membangun Stadion Gelora Bung Karno.

Baca Juga:   Soekarno-Khrushchev Diantara Kemesraan Indonesia dan Uni Soviet

Pembangunan Stadion Gelora Bung Karno mulai dikerjakan pada 8 Februari 1960. Dua tahun kemudian, pada 24 Agustus 1962, stadion itu resmi dibuka sebagai kelengkapan sarana dan prasarana Asian Games 1962 yang diadakan di Jakarta. Untuk membangun stadion megah itu, Uni Soviet memberikan kredit lunak sebesar 12,5 juta dolar AS kepada Indonesia.

Kenangan Khrushchev terhadap Sukarno dan Indonesia tak selesai sampai sini.

_______

 

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Foto: Desain Grafis oleh SP-NTT/MARHAENIST
Pernyataan Sikap SP-NTT: Polemik Geothermal Flores-Lembata dan Polemik Investasi di Pulau Padar Taman Nasional Komodo
Senin, 25 Agustus 2025 | 17:44 WIB
Semangat Muda Kaum Nasionalis: Deklarasi GSNI Pacitan
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:34 WIB
Aksi Mahasiswa: Bubarkan DPR ?
Senin, 25 Agustus 2025 | 13:28 WIB
Mas Bambang Patjul Dibutuhkan Fokus Skala Nasional
Minggu, 24 Agustus 2025 | 21:13 WIB
‎Dugaan 22 Anak SD Keracunan Makanan dari Program MBG, Ketua GMNI Inhil: Kurangnya Kontrol Pihak Terkait
Sabtu, 23 Agustus 2025 | 19:24 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Peringati HUT Kemerdekaan RI, DPC GMNI Touna dan DPK GMN Bung Tomo Manajenen Gelar Nobar Sekaligus Bedah Film bersama Masyarakat
Kabar GMNI
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Manifesto

Che Guevara: Kader Tulang Punggung Revolusi

Marhaenist - Tak perlu lagi untuk meragukan watak khas  revolusi kita,tentang hal-ikhwalnya,…

Infokini

Rusaknya Demokrasi, Puan: Karena Rakyat Tak Pernah Berkuasa

MARHAENIST - Banyak kritikan terhadap penyelenggaraan demokrasi di Indonesia yang dianggap telah…

Internasionale

AS-Rusia dan Metamorfosis Perang Dingin

"Sejarah mencatat, Perang Dingin AS vs Uni Soviet dulu dimenangkan oleh AS.…

Opini

Polarisasi Otoritarianisme Gagal, Demokrasi Harus Terus di Kawal

MARHAENIST - Demokrasi di Indonesia sedang berada di ujung tanduk, konflik antara…

Kabar GMNI

Hadiri Aksi 1000 Lilin di Nagekeo, GMNI NTT Desak Proses Hukum Para Pelaku Penganiayaan Prada Lucky

Marhaenist.id, Nagekeo - Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD GMNI)…

Kabar PA GMNI

Suport Dunia Pendidikan, PA GMNI Jalin Kerjasama Dengan UBK

Marhaenist - Universitas Bung Karno (UBK) menjalin kerjasama dengan Dewan Pimpinan Pusat…

Infokini

Akar Desa Indonesia Sayangkan Debat Cawapres Jadi Panggung Sindiran dan Minim Solusi Permasalahan Desa

Marhaenist.id, Jakarta - Debat kandidat calon wakil presiden yang kedua menjadi ujian kelayakan bagi…

Kapitalisme

Tarif Listrik Nasional Berubah, Cek Nominal Tarif/kWh Terbarunya

Marhaenist - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi…

Manifesto

Bersikaplah Realistis dan Lihatlah ke Masa Depan, Deng Xiaoping

MARHAENIST - Sehubungan dengan pengembangan industri, perhatian utama saya adalah bagaimana bersikap…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?