Marhaenist.id – Mendengar kata koalisi mungkin tidak asing bagi para elit politik, mungkin orang awam pun sering mendengar kata-kata Koalisi, karena kata Koalisi sering muncul ditelevisi, Media Masa, Media Online, Media Cetak apalagi dimasa Pemilihan Umum (Pemilu) ataupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), kata Koalisi akan gencar dikumandangkan.
Menurut KBBI, Koalisi merupakan kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara dalam Parlemen, Istilah Koalisi sering kali dikumandangkan dalam kegiatan politik disuatu negara.
Koalisi menjadi salah satu cara efektif untuk menjembatani banyaknya kepentingan Partai Politik untuk bersama membangun dan menjalankan roda pemerintahan di suatu negara. Di Negara yang memiliki sistem parlementer, biasanya Koalisi ini berlaku, pemerintahannya memang dibentuk melalui koalisi supaya mendapatkan dukungan dari mayoritas di parlemen.
Koalisi dianggap sangat penting atau keharusan bagi partai politik guna memuluskan jalan politik, para elit Partai Politik punya kepentingan untuk meraih kekuasaan politik, untuk menuju kekuasaan jalan yang harus ditempuh oleh para elit politik yaitu dengan koalisi.
Namun Koalisi partai politik tingkat pusat tidak serta merta diikuti oleh partai politik pada tingkat di bawahnya, baik pada pemerintah tingkat pusat atau tingkat kabupaten dan kota. Koalisi partai politik pada tingkat pusat maupun tingkat dua, bisa jadi beragam.
Sejak tahun 2004 koalisi menjadi sesuatu yang harus dilakukan, karena pada saat itu pemerintah mulai menerapkan ambang batas sebagai syarat untuk mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden, aturannya ada di pasal ayat 4 UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu.
Koalisi sendiri mempunyai dasar hukum yang jelas, terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 6A ayat 2 yang berbunyi “Calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pemilihan umum”.
Ada beberapa bentuk Koalisi diantaranya:
1. Koalisi Gemuk
Dalam Koalisi Gemuk mayoritas partai politik yang ada hampir diikut sertakan semua.
2. Koalisi Pas Terbatas
Dalam Koalisi ini dibentuk untuk meraih Koalisi mayoritas namun sederhana.
3. Koalisi Kecil
Dalam Koalisi ini tidak memperoleh dukungan mayoritas sederhana di parlemen.
Dari bentuk-bentuk Koalisi yang ada tidak selamanya menjamin koalisi itu akan langgeng, misalnya dalam koalisi gemuk yang isinya mayoritas partai politik, disitu banyak yang ingin berenang dalam Kolam Koalisi, kolam akan penuh Partai Politik kemungkinan bersenggolan Para Elit Partai Politik akan lebih tinggi.
Kemudian dari senggolan itu akan mengakibatkan Koalisi tidak berjalan mulus, meski Kolam Koalisi awalnya berisi air jernih tidak selamanya akan bersih terus, Kolam Koalisi acap kali dibungkus dengan kata kata manis, kata kata yang seakan kuat dalam berenang di Kolam Koalisi.
Sering kali wajah Koalisi Partai Politik yang sering dipertontonkan, menunjukkan bahwa kebersamaan mereka bukan semata-mata untuk memperjuangan idiologi, program, prioritas pembangunan, atau untuk membela masyarakat kecil, melainkan hanya sekedar untuk meraih kekuasaan.
Acap kali penjajakan antar Partai Politik tidak selamanya mulus, ada yang ujung-ujungnya kandas sebelum berjalan, para elit yang haus akan kekuasaan akan saling sikut, kolam menjadi keruh karena ulah dari para elit, dan pada akhirnya kolam yang tadinya disajikan begitu jernih sekarang jadi keruh.
Pada akhirnya siapa pun pada dewasa ini jangan merasa heran manakala ada janji-janji manis dalam kegiatan kampanye, segera mungkin untuk dilupakan. Karena setelah kekuasaan diraih, mereka ingin segera menikmati kursinya yang begitu empuk, dan bukan untuk mensejahterakan rakyat, jangankan dengan rakyat dengan rekan koalisipun banyak yang ingkar janji.***
Penulis: Mujiyanto, Alumni Muda GMNI Pemalang Jateng.