Marhaenist.id – Belajar dari Bung Karno di dalam menghadapi Nekolim, ia mencanangkan gerakan berdikari dan menyuarakan prinsip kepribadiaan nasional.
Dalam buku, Soenarno T. Hardjono kembali mengingatkan semua pihak tentang bahaya laten Neokolonialisme – Neoimperialisme.
Bung Karno sudah mengingatkan bahwa Nekolim adalah bentuk baru dari kolonialisme-imperialisme. Hanya saja, kolonialisme bentuknya terlihat dengan segala panca indera. Hindia Belanda yang berpusat di Jakarta.
Sedangkan Nekolim, wujudnya sungguh-sungguh tidak terlihat. Keduanya bagai sekeping uang logam yang berbeda sisi, namun bertujuan merampok kekayaan kita dengan kerja-kerja silumannya. Kerajaan tersebut, selain berwujud siluman, kekuasaannya pun mengglobal,
Suatu rezim penghisap yang dengan wajah cerianya, telah membodohi dan menciptakan ketergantungan bagi negara-negara berkembang. Seperti yang disampaikan oleh Bung Karno, selama rakyat belum mencapai kekuasaan politik atas negeri sendiri, maka sebagian atau semua syarat-syarat hidupnya, baik ekonomi, sosial, maupun politik diperuntukkan bagi kepentingan-kepentingan yang bukan kepentingannya, bahkan berlawanan dengan kepentingan rakyat.
“Kita harus terus membumikan ajaran Bung Karno”
Perjuangan politik Bung Karno adalah mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadiaan dalam kebudayaan yang harus termanifestasikan melalui bangunan struktur masyarakat Indonesia yang dicirikan oleh gotong royong dan musyawah mufakat.
Namun, bangsa ini kembali bahwa perjuangan itu tidaklah mudah. Politik devide et impera terus bekerja, dan posisi Indonesia yang strategis dan kaya akan sumber daya alam menjadikan Indonesia sebagai rebutan kepentingan asing.
Kemiskinan yang masih dialami masyarakat dapat diatasi dengan watak kekuasaan yang membebaskan. Diwujudkan dengan mempraktikkan Pancasila dalam karakternya yang progresif dan revolusioner.
Realitas kemiskinan yang terjadi di Indonesia harus didekati dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila 1 Juni 1945 dan Konstitusi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui jalan Trisakti.
Karena itulah mengapa petani-petani Indonesia harus berdaulat agar Indonesia bisa berdikari dalam pangan. Dan ingat pula bahwa watak seorang pemimpin hanya terlahir, apabila seluruh gerak perjuangannya menyatu dengan rakyat.
Teristimewa kini masyarakat Indonesia dan jajaran pemerintahan harus terlibat total dalam membangun martabat wong cilik untuk hidup lebih baik, sebagai manusia merdeka yang berdaulat.
Demikianlah yang dicita-citakan oleh Bung Karno.***
Penulis: Wilson Musa, Kader GMNI Halmahera Utara.