By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Gelar Muskom, Rakhmadhan terpilih sebagai Ketua DPK GMNI Polbeng Bengkalis
Seruan Ideologis, GMNI Halut Dukung Kongres Persatuan Tanpa Intervensi Kekuasaan
Politik Budi Nurani Ir. Sukarno
Bumikan Marhaenisme Lewat Alumni-nya di Sulteng, Tiga DPC PA GMNI Resmi Dideklarasikan
DPD GMNI Malut Desak Forum Nasional Komunikasi Persatuan Dorong KLB Sebagai Jalan Penyelamatan Organisasi

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

Hadapi Gelombang PHK

La Ode Mustawwadhaar
La Ode Mustawwadhaar Diterbitkan : Selasa, 4 Maret 2025 | 13:01 WIB
Bagikan
Waktu Baca 5 Menit
Foto: Unjuk Rasa Tolak Gelombang PKH (Sumber foto: Depok Pos)/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Awal tahun 2025 dibuka dengan kabar yang kurang mengenakkan. Gelombang PHK terjadi di berbagai sektor industri, tanda bahwa perekonomian kita sedang dalam kondisi yang kurang baik.

Tidak hanya ratusan, tapi ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian mereka. Seperti efek domino, satu perusahaan melakukan PHK, lalu diikuti oleh yang lain, menciptakan gelombang besar yang berdampak pada banyak keluarga.

PHK tentu bukan sekadar angka dalam laporan ekonomi. Ini adalah cerita nyata tentang orang-orang yang tiba-tiba harus mencari cara untuk membayar cicilan rumah, menyekolahkan anak, atau bahkan sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Jika situasi ini terus dibiarkan tanpa solusi yang konkret, dampaknya bisa lebih buruk: daya beli masyarakat turun, konsumsi melemah, dan akhirnya ekonomi makin lesu.

Salah satu sektor yang paling terpukul adalah industri tekstil. Dalam dua tahun terakhir, permintaan dari negara besar seperti China dan Amerika Serikat turun drastis.

Sebagai akibatnya, banyak pabrik harus menyesuaikan produksi mereka dengan permintaan ekspor yang menurun, dan sayangnya, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan merumahkan karyawan.

Masalahnya nggak berhenti di situ. Produk impor dari China yang harganya jauh lebih murah makin membanjiri pasar dalam negeri. Ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mempermudah arus impor barang dari luar negeri.

Kalau harga produk impor lebih murah, wajar saja kalau masyarakat lebih memilihnya dibandingkan produk lokal. Apalagi, ada kabar bahwa produk-produk impor ilegal juga ikut masuk, membuat industri dalam negeri semakin sulit bersaing.

Akibatnya? Pabrik dalam negeri semakin tertekan. Produksi berkurang, penjualan turun, dan akhirnya, PHK tak terhindarkan. Ini bukan sekadar soal bisnis, tapi soal kelangsungan hidup banyak pekerja yang selama ini menggantungkan hidupnya pada industri ini.

Baca Juga:   Fadli Zon dan Sikap Anti Kritik

Masalah lain yang perlu diperhatikan adalah kualitas pertumbuhan ekonomi kita. Memang, angka pertumbuhan ekonomi masih terlihat positif. Tapi kalau dilihat lebih dalam, pertumbuhan ini tidak menciptakan cukup banyak lapangan kerja.

Dulu, setiap kenaikan 1% dalam pertumbuhan ekonomi bisa menyerap lebih dari 400 ribu tenaga kerja. Sekarang? Angka yang sama hanya bisa menyerap sekitar 100 ribu orang. Artinya, pertumbuhan yang terjadi tidak benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat luas. Ini juga menjadi pertanda bahwa sektor industri kita tidak lagi sekuat dulu dalam menyerap tenaga kerja.

Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB pun makin mengecil. Sepuluh tahun yang lalu, sektor ini menyumbang lebih dari 20% terhadap perekonomian. Sekarang, angkanya hanya sekitar 18%. Penurunan ini mungkin terlihat kecil, tapi dampaknya besar, terutama bagi mereka yang kehilangan pekerjaan.

Foto: Edi Subroto/MARHAENIST.

Jika kondisi ini dibiarkan tanpa tindakan nyata, bukan tidak mungkin dalam satu atau dua tahun ke depan, lebih banyak lagi pekerja yang terpaksa kehilangan pekerjaan. Pertanyaannya, apa yang bisa dilakukan?

Pertama, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan impor yang terlalu longgar. Produk impor memang penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tapi jika tidak dikontrol dengan baik, ini justru akan membunuh industri dalam negeri. Regulasi yang lebih ketat terhadap barang impor, terutama yang datang dengan harga sangat murah, bisa membantu industri lokal bertahan. Kita mungkin bisa belajar dari Amerika kalau untuk hal ini.

Kedua, ada kebutuhan mendesak untuk memperkuat daya saing industri dalam negeri. Ini bisa dilakukan dengan memberikan insentif bagi perusahaan yang masih bertahan, membantu mereka meningkatkan kualitas produk, serta mendorong inovasi agar produk lokal bisa lebih kompetitif.

Ketiga, investasi dalam pengembangan tenaga kerja juga sangat penting. Jika industri manufaktur tidak lagi bisa menyerap tenaga kerja sebanyak dulu, maka perlu ada program pelatihan dan peningkatan keterampilan agar pekerja yang terdampak bisa beralih ke sektor lain yang lebih menjanjikan.

Baca Juga:   Hakekat dari Pancasila adalah Membela Kaum Miskin

PHK massal yang terjadi saat ini bukan hanya masalah perusahaan atau individu yang kehilangan pekerjaan. Ini adalah masalah bersama yang harus segera diatasi. Jika dibiarkan, efeknya bisa merambat ke berbagai aspek ekonomi lainnya, mulai dari menurunnya daya beli masyarakat, meningkatnya angka kemiskinan, hingga semakin lebarnya kesenjangan sosial.

Kita tidak bisa hanya menunggu keadaan membaik dengan sendirinya. Langkah kebijakan yang tepat harus diambil, untuk memastikan bahwa industri dalam negeri bisa kembali bangkit dan memberikan manfaat bagi banyak orang.

Karena pada akhirnya, ekonomi yang sehat bukan hanya tentang angka pertumbuhan, tapi juga tentang seberapa banyak orang-orang bisa merasakan manfaatnya.***


Penulis: Edi Subroto, Alumni GMNI Yogyakarta.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Gelar Muskom, Rakhmadhan terpilih sebagai Ketua DPK GMNI Polbeng Bengkalis
Minggu, 13 Juli 2025 | 23:22 WIB
Seruan Ideologis, GMNI Halut Dukung Kongres Persatuan Tanpa Intervensi Kekuasaan
Minggu, 13 Juli 2025 | 18:17 WIB
Politik Budi Nurani Ir. Sukarno
Minggu, 13 Juli 2025 | 17:10 WIB
Bumikan Marhaenisme Lewat Alumni-nya di Sulteng, Tiga DPC PA GMNI Resmi Dideklarasikan
Minggu, 13 Juli 2025 | 16:48 WIB
DPD GMNI Malut Desak Forum Nasional Komunikasi Persatuan Dorong KLB Sebagai Jalan Penyelamatan Organisasi
Minggu, 13 Juli 2025 | 02:22 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Pro dan Kontra PT. SIM di Dusun Pelita, Bupati SBB dilema?
Opini
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Artikel

Bung Karno Bukanlah Komunisme!

Marhaenist.id - Sukarno itu Marxis sejati tetapi bukanlah komunis sama sekali, karena…

Polithinking

Kunjungi Pasar Tomohon, Ganjar Ingin Wujudkan Harga Bahan Pangan Murah

Marhaenist.id, Manado - Ganjar Pranowo ingin mewujudkan harga bahan pokok murah bagi…

InfokiniKabar GMNI

GMNI Minta Pemerintah Klarifikasi Resmi Soal Isu Pangkalan Militer Rusia di Papua

Marhaenist.id, Jakarta - Kabar bahwa Rusia tertarik menempatkan pesawat-pesawat di Pulau Biak…

Kabar GMNI

Cetak Kader Progresif dan Revolusioner, DPK GMNI FISIP UHO Kendari Gelar PPAB

Marhaenist.id, Kendari - Dewan Pengurus Komisariat (DPK) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)…

Belajar KoperasiOpini

Pajak untuk Keadilan

Marhaenist.id - Perdebatan soal kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen…

Kabar GMNI

DPC GMNI Binjai Beri Raport Merah Terhadap Kinerja Kadis PUPR Kota

Marhaenist.id, Binjai - Raport merah sebagai kinerja buruk sepertinya cocok diberikan oleh…

Kabar PA GMNI

Netral, DPC PA GMNI Solo Larang Anggota Hadiri Deklarasi Dukungan Capres-Cawapres

Marhaenist - Ketua DPC Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)…

Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto saat berjalan bersama Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. FILE/GolkarpediaKetua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto saat berjalan bersama Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. FILE/Golkarpedia
Polithinking

Survei CSIS: PDIP Kalah Populer Dari Golkar Untuk Pemilih Muda

Hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menempatkan Golkar menjadi…

Kabar GMNI

Pasca Terpilih Menjadi Ketua dan Mendapatkan SK, Hasmin Berkomitmen Siap Membesarkan GMNI di Wakatobi

Marhaenist.id, Wakatobi - Salah satu organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Cipayung,…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?