Marhaenist.id – Perpecahan antara kubu Imanuel Cahyadi/Soejahri Somar dan Arjuna Putra Aldino/M. Ageng Dendy Setiawan di GMNI telah melemahkan organisasi dan menghambat konsolidasi kader, serta mengurangi peran GMNI dalam memperjuangkan Marhaenisme.
Dari itu, DPD dan DPC GMNI se-Indonesia menyelenggarakan Konsolidasi Nasional di Kota Blitar yang bertujuan untuk mempertemukan kedua kubu dan membahas penyatuaan GMNI yang nantinya akan digelar melalui Kongres Persatuan.
Dalam kegiatan itu telah terbentuk Forum Nasional Komunikasi Persatuan yang bertujuan untuk melakukan komunikasi kepada DPD dan DPC dari kedua kubu untuk bersama dan selanjutnya akan membahas pembentukan Badan Pekerja Kongres Persatuan.
Inisiasi tentang adanya Kongres Persatuan oleh DPD dan DPC Se-Indonesia yang disuarakan dalam Konsolidasi Nasional GMNI di Kota Blitar, mendapat dukungan dari dua Alumni GMNI.
Dr. Wahyuni Refi Setya Bekti, S.H., M.H., seorang alumni GMNI yang juga merupakan Mantan Ketua Presidium GMNI (Sekarang sebutannya DPP GMNI) menyatakan optimismenya terhadap adsnya kongres persatuan tersebut.
“Saya yakin sebagian besar alumni dan kader aktif setuju dengan kongres persatuan ini, meskipun ada sebagian kecil yang tidak sepakat,” ujarnya, seperti dikutip oleh Media AyoJatim.com. Rabu (2/7/2025).
Dalam media itu, Wahyuni menekankan pentingnya belajar dari pengalaman masa lalu dengan adanya perpecahan di GMNI akibat adanya cabang-cabang yang keluar dari Kongres Kupang dan membentuk KLB GMNI di Semarang.
“Di era presidium sebelumnya, kami juga mewarisi perpecahan GMNI, dan berhasil menyatukannya melalui Kongres Persatuan 2006 di Pangkal Pinang. Kami punya pengalaman dalam menyatukan GMNI,” katanya.
Disisi lain, Didik Prasetiyono, Direktur Utama PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), yang juga merupakan mantan Ketua DPC GMNI Surabaya Tahun 1997 serta Ketua Korda GMNI Jawa Timur Tahun 1999, dalam media AyoJatim.com, Rabu (2/7/2025) memberikan dukungan penuh terhadap adanya inisiasi Kongres Persatuan.
“Saya menyambut dengan penuh harapan dan dukungan atas keinginan untuk melaksanakan Kongres Persatuan GMNI,” ujarnya.
“Persatuan bukan sekadar tujuan, tetapi ruh utama organisasi yang mengusung semangat kebangsaan dan kerakyatan,” tegasnya.
Didik menekankan pentingnya kebesaran hati dan komitmen pada persatuan untuk menyelesaikan dualisme.
“Dualisme hanya menguras energi, mengaburkan arah perjuangan, dan menjauhkan kita dari cita-cita organisasi. Jalan keluar terbaik adalah kembali kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART),” tegasnya.
Didik juga menambahkan bahwa persatuan ditubuh GMNI membutuhkan kedewasaan dan sikap legowo dari semua pihak yang saat ini terpecah.
“Dualisme menunjukkan organisasi ini hidup dan dinamis. Namun, dinamika tanpa arah akan menjadi turbulensi yang tidak produktif. Saatnya kita semua kader, alumni, dan simpatisan menurunkan ego, membuka ruang dialog, dan bertanya: apakah kita masih memerlukan GMNI sebagai rumah besar ideologi Marhaenisme? Jika ya, Kongres Persatuan adalah langkah sejarah yang wajib kita songsong bersama,” pungkasnya.***
Penulis: Redaksi yang mengambil tulisan dari kutipan Media AyoJatim.com/Editor: Bung Wadhaar.