Marhaenist.id – Momentum Hari Anak Nasional tak cukup sekedar dilaksanakan secara seremonial, melainkan sebagai bahan evaluasi besar, terkhusus peran negara dalam kebijakannya, apakah sudah melaksanakan kewajiban untuk rakyat, terkhusus terhadap dunia anak-anak ? Sampai hari ini negara belum bisa menjamin kesejahteraan sosial bagi anak sendiri. buktinya kasus-kasus ekspoilitasi anak masih kerap terjadi di Indonesia.
Di Indonesia sendiri kasus eksploitasi anak masih kerap terjadi. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia mecatat kasus eksploitasi anak per- tahun 2024, sejak bulan januari sampai juni tehitung 7.842 dengan rician, 5.522 korban Perempuan dan 1.930 korban anak laki-laki. (Dilansir dari Website Kementrian Pemberdayan Perempuan Dan Perlindungan Anak Replublik Indonesia). Dari rincian kasus tersebut anak perempuan paling banyak menjadi sasaran kasus exploitasi.
Dalam hal ini pemerintah, khususnya Kementrian Pemberdayan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia untuk selalu mengawasi tingkah laku anak serta memberikan pengawasan masif terhadap orang tua agar kasus ini tidak rentan terjadi.
Isu terdengar di Surabaya, salah satu kasus yang mencuat di media sosial terjadi di lingkungan keluarga, yaitu seorang anak berusia 13 tahun menjadi pelampiasan nafsu 4 angota keluarganya, beserta dua pamannya mencabulinya sedangkan sang kakak memperkosanya, dan kasus seorang kuli bangunan yang mencabuli anak balita umur 4 tahun. (Detik.com).
Degan demikian eksploitasi anak merupakan tindakan memanfaatkan anak yang di lakukan oleh orang tertentu guna untuk mendapatkan keuntungan komersial dari tindakan tersebut. sedangkan Tindakan tersebut dilatar belakangi oleh faktor kemiskinan, faktor rendahnya pendidikan orang tua, faktor kebudayaan serta faktor broken home.
Apabila hal ini dibiarkan maka anak sebagai generasi penerus tidak dapat menjadi pribadi yang mandiri serta tidak dapat pendidikan yang layak sesuai hak nya. Segala upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk melibatkan anak dalam mencari uang, keterlibatan anak dalam kegiatan ekonomi yang melewati batas akan berdampak buruk pada anak, anak akan kehilangan hak-haknya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar. Kejadian-Kejadian tersebut, menurut penulis sangatlah tidak wajar, disisi lain dapat mengganggu pisikolog anak.
Menurut pakar pisikologi anak Univesitas Airlangga, Nur Anly Farnada memberikan pengertian dampak eksploitsi anak, yaitu sama degan menghilangkan hak-hak yang semestinya mereka miliki maka penting untuk melihat terlebih dahulu bagaimana posisi anak yang bersangkutan selain itu beliau juga menegasan eksistensi anak-anak di dunia hiburan tak akan jadi masalah apabila hal yang di lakukan bertujuan mengembangkan minat dan bakat mereka serta menumbuhkan kreatifitasnya sesuai dunianya.
Menurut WHO kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya.
Sedangkan menurut Vander Zenden, menjelaskan bahwa perilaku menyiksa dapat didefenisikan sebagai suatu bentuk penyerangan secara fisik atau melukai anak. Dampak kekerasan pada anak bisa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak secara kognitif maupun emosional kekerasan anak, yang berimplikasi pada penurunan fungsi otak, kesulitan mengendalikan emosional, enggan bersosialisasi, gangguan kesehatan tubuh, gangguan mental.
Kekerasan dalam eksploiasi anak juga bisa berdampak pada moral yaitu adanya penurunan nilai raport, penguasaan pengetahuan dasar yang kurang dan lemahnya pengetahuan umum. Selain itu, anak tidak mendapatkan pendidikan non formal pendidikan kesetaraan dan lainnya, serta terabaikannya pendidikan agama dalam hal ibadah, moral dan sopan santun dalam keluarga serta pendidikan sosialisasi dalam bermasyarakat, Adapun juga dampak eksploitasi anak terhadap pisikologis seperti gangguan stres, pascatrauma, depresi, upaya bunuh diri, penyalah gunaan narkoba, dan alkohol.
Keterlibatan Stakeholder: Keberpihakan terhadap Anak
Segala aktivitas yang dijalankan oleh anak harus mendapatkan pengawasan dari orang tua. Misalnya, untuk lebih mengenali teman serta orang-orang sekitar anak memastikan anak bersama orang yang di kenal dan di percaya. Kemudian idak membiarkan anak bermain geged tanpa pengawasan orang tua. Selain itu, orang tua juga memberi dukungan anak untuk aktif dalam kegiatan positif. Bila perlu, orang tua memberikan atau meluangkan waktu untuk bercerita dengan anak.
Kemudian pemerintah harus memastikan setiap anak yang lahir akan terdaftar kelahirannya dalam administrasi penduduk, serta meningkatkan ketersediaan pusat rehabilitasi anak korban eksploitasi. Beberapa solusi penting yakni anak mendapatkan pembekalan Pendidikan pemahaman serta karakter, agar tidak mudah terjerumus dalam tindakan eksploitasi. Serta mempertegas aturan hukum bagi pelaku eksploitasi anak dengan penindakan hukuman yang adil untuk para pelaku eksploitasi anak hingga menimbulkan efek jera.
Sebagai individu, kita dapat mencegah eksploitasi anak dengan melaporkan jika melihat adanya dugaan ekspoitasi anak, membantu menyediakan Pendidikan dan sumber daya yang di buthkan anak-anak,dan juga meningkatkan kesadaran Masyarakat tentang pentingnya melindungi anak.
Jika mnggunakan pendekatan yuridis atau regulasi hukum yang berlaku di Indonesia olehnya, penulis mengharapkan regulasi ketegakkan seadil-adilnya, Pasal 15 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak merupakan perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002. Pasal ini mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab setiap orang terhadap perlindungan anak.
Bagian (f) dari Pasal, yang berbunyi: “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari (f.) pelibatan dalam bersenjata, memaksakan sosial, kekerasan, dan perang.” Dari pasal di atas Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan psikis, kejahatan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk eksploitasi termasuk eksploitasi ekonomi. Jadi, bagian (f) menegaskan hak anak untuk dilindungi dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi, termasuk kekerasan fisik dan psikis, kejahatan seksual, kriminalan, perdagangan anak, dan eksploit.
Upaya pemerintah yang Diharapkan
Upaya pemerintah, khususnya Kementrian Pemberdayaan Prempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dalam menangani kasus eksploitasi anak belum semestinya berjalan dengan baik. Buktinnya pertahun ini kelonjakan kasus tersebut masih massif terjadi di Indonesia. Hal itu mendapatkan komentar dari salah satu lembaga negara bersifat independen, yang juga berfokus terhadap perlindungan anak diIndonesia yaitu KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia).
KPAI menilai bahwa belum ada dukungan yang ada pada pemerintah terhadap kasus-kasus Ekploitasi anak terkusus di tiap- tiap daerah-daerah. Melihat dari kasus-kasus yang telah terjadi di tahun ini, banyak terjadi di daerah-daerah yang terpencil yang jarang terjangkau dengan pemerintah atau penegak hukum, selain itu KPAI juga memberikan sedikit masukan mengenai hal-hal yang mendesak yang mana harus dilakukan oleh pemerintan sendiri kususnya dalam menangani kejadian-kejadian seperti ini, karena negara kita akan menghadapi bonus demografi yang sangat tinggi jangan sampai bonus demografi yang kita gadangkan menjadi mala petaka yang buruk. (dilansir dari kpai.go.id)
Olehnya dari komentar-komentar di atas pemerintah harus lebih pro-aktif dalam melakukan pemantauan terhadap kejadian-kajadian yang menyebabkan kasus Exploitasi anak, dan alangkah baiknya pemerintah juga harus menggandeng Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), agar memudahkan dalam pematuan di sekala-sekala derah kecil atau di kota-kota tertentu.
Selamat Hari Anak Nasional…!!!
Penulis: Aula Salsabila, S-1 Hukum Pidana Islam, Kader GMNI UIN Sunan Ampel Surabaya Komisariat Ahmad Yani.