Marhaenist.id, Surabaya – Maraknya gelombang protes mahasiswa akibat melejitnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) mencerminkan absennya keberpihakan pemerintah terhadap mahasiswa, terutama mahasiswa dengan ekonomi menengah kebawah.
Sejumlah isu yang berkembang di media sosial baik podcast maupun curahan hati mahasiswa, berita online maupun surat kabar bahwa kenaikan biaya UKT didominasi oleh PTN pada lingkungan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan, Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud).
Fenomena kenaikan UKT pada PTN tersebut turut direspon Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Surabaya karena hanya memperbolehkan masyarakat kelas atas atau orang kaya di Indonesia untuk bisa mengeyam pendidikan tinggi di PTN.
“Kami meminta agar Kemendikbud meninjau ulang atas fenomena baru, dengan beberapa terobosan kebijakan dengan menghadirkan keberpihakan terhadap pendidikan yang setara, layak, berkualitas, dan dapat dijangkau oleh masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah yang mempunyai mimpi dalam mewujudkan generasi emas 2045,” ujar Wakil Kepala Bidang Sosial Politik DPC GMNI Surabaya, Wahyu W. Kurniawan dalam keterangan persnya, Rabu (22/5/2024).
Selain itu, DPC GMNI Surabaya menyayangkan pernyataan pesimis yang di sampaikan oleh Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemnendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie dengan mengatakan bahwa “Pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun” yang disampaikannya Rabu (16/5/2024) di Kantornya.
“Pernyataan yang dilontarkan Tjahjandarie tersebut adalah pendapat pesimis dan pendapat pesimis itu dibenarkan olehnya,” sambung Wahyu W. Kurniawan.
DPC GMNI Surabaya juga mendesak agar Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbudristek tersebut mengundurkan diri dari jabatannya. Pasalnya, pernyataan tersebut tidak memberikan solusi dan menciptakan kegaduhan publik.
“Yang dikhawatirkan adalah berdampak pada anak bangsa yang ingin mengenyam pendidikan tinggi, diurungkan. Mahalnya biaya pendidikan secara holistik harusnya diselesaikan dengan baik, namun malah memberikan umpan balik dengan secara tegas bahwa pendidikan tinggi merupakan tertiary education. Maka dari itu, ia harus mengudurkan diri,” lanjut Wahyu W. Kurniawan.
DPC GMNI Surabaya juga meminta kepada Kemendikbudristek untuk mengevaluasi ulang dan memberikan kebijakan baru atas kenaikan Biaya UKT, terkhusus kepada PTN Badan Hukum (PTN-BH).
“Respon terhadap naiknya UKT yang sedang terjadi belakangan ini menandakan bahwa sistem pendidikan kita mendapat evaluasi secara holistik oleh masyarakat luas khususnya mahasiswa,” tandas Wakil Kepala Bidang Sosial Politik DPC GMNI Surabaya itu.
Dalam keterangan persnya, DPC GMNI Surabaya juga melontarkan sikap tertulisnya kepada pemerintah untuk merespon kenaikan biaya UKT pada PTN yang terjadi dibeberapa kabupaten/kota di Indonesia. Inilah sikap DPC GMNI Surabaya:
“DPC GMNI Surabaya meminta agar Pemerintah turut serta aktif dan partisipasif dalam rangka mengawal biaya pendidikan yang murah dan terjangkau bagi semua kalangan. Pasalnya, Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah cita cita bangsa indonesia ketika lepas dari penjajahan, sehingga pendidikan merupakan hal wajib yang harus dipenuhi oleh pemerintah.
Apabila kita bandingkan, coba kita lihat Nippon atau Jepang setelah tragedi pemboman Nagasaki dan Hiroshima, yang terlebih dahulu di prioritaskan adalah para guru sebagai pengajar untuk mempersiapkan generasi Jepang menjadi generasi yang terdidik.
Selain itu, sejak era orde lama banyak generasi muda yang disekolahkan ke luar negeri bahkan dibiayai oleh Negara untuk mengenyam pendidikan dan belajar agar dapat memberikan kebermanfaatan bagi Negara dan Bangsa.
Pendidikan merupakan hal yang wajib dan mutlak harus dipenuhi oleh Negara dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045. Belajar dari sejarah peradaban ekonomi, negara-negara maju adalah negara yang didominasi oleh produktivitas manusia, pendidikan merupakan sebuah keniscayaan dan kenikmatan yang membuat manusia terus berinovasi dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi”.
Sementara itu, Sekretaris Jendral (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GMNI, M. Ageng Dendy yang juga berasal dari DPC GMNI Surabaya turut menyampaikan responnya terkait mahalnya biaya UKT tersebut.
“Dalam menyongsong Indonesia Emas 2045 negara harus hadir dalam peningkatan SDM masyarakat dengan menekan biaya pendidikan seminim mungkin dan kualitas pendidikan yang unggul. Hal itu telah menjadi tantangan bagi Pemerintah dan perguruan tinggi,” kata Dendy sapaan akrab Sekjend DPP GMNI itu, Rabu (22/5/2024).
Dendy juga memberikan keterangan bahwa DPC GMNI Surabaya akan terus mengawal setiap isu pendidikan yang menyengsarakan masyarakat terkhusus isu kenaikan biaya UKT.
“Meskipun isu tersebut menjadi nasional, DPC GMNI Surabaya akan mengawal isu pendidikan khususnya kenaikan UKT pada wilayah regional Kota Surabaya. serta akan turut aktif dan responsif dalam menyampaikan tanggapan terhadap setiap kebijakan Pemerintah dalam menangani problem/isu Pendidikan yang hadir,” tutup Dendy.***
Penulis: Bung Cahyono/ Editor: Bung Wadhar.