Marhaenist.id – Sebagai alumni GMNI, saya merasa terpanggil untuk menyampaikan kegelisahan ini. Saat perpecahan terus menjadi jalan keluar setiap kali Kongres digelar, saya bertanya: Masihkah GMNI memegang teguh nilai-nilai yang selama ini diajarkan dan diperjuangkan?
Kita semua belajar tentang Pancasila, dan di dalamnya terkandung nilai luhur yang seharusnya menjadi fondasi organisasi: persatuan Indonesia. Tapi apa gunanya kita dalami Pancasila, kalau dalam praktiknya kita justru saling menjauh, saling mengklaim, bahkan saling menyingkirkan? Apa makna teriakan “Marhaen Menang! GMNI Jaya!” kalau kita sendiri tidak bisa menundukkan ego, tidak mampu duduk bersama sebagai sesama kader yang satu visi dan satu sejarah?
GMNI adalah rumah besar perjuangan. Dulu, ia menjadi tempat anak-anak muda dari berbagai latar belakang—tanpa memandang suku, ras, maupun agama—bersatu dalam semangat ideologi Bung Karno, memperjuangkan kaum kecil yang terpinggirkan. Tapi jika perpecahan terus diwariskan, maka GMNI perlahan hanya akan menjadi catatan kaki dalam sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia. Cerita bahwa dulu pernah ada organisasi besar yang menganut marhaenisme, tapi hancur oleh kepentingan sempit dari dalam dirinya sendiri.
Saya sadar bahwa dinamika organisasi adalah hal wajar. Perbedaan pendapat, sikap, maupun strategi adalah bagian dari tumbuhnya organisasi. Tapi dinamika itu harus selalu berujung pada keputusan yang memperkuat, bukan memecah. Keputusan yang merangkul semua, bukan hanya memenangkan satu pihak. Karena organisasi ini dibentuk untuk semua kader, bukan untuk dikendalikan oleh sekelompok elite yang merasa paling benar dan paling sah.
Sebagai alumni, saya tidak ingin melihat GMNI tenggelam dalam konflik internal yang tak berujung. Saya tidak ingin adik-adik kader hari ini tumbuh dalam suasana penuh saling curiga, saling menjatuhkan, dan saling meninggalkan. Kita harus berani kembali ke nilai dasar: gotong royong, persaudaraan, dan persatuan.
Cukuplah GMNI menjadi korban ego kita!
Cukuplah GMNI menjadi panggung perebutan pengaruh!!
Sudah waktunya kita menjadikan GMNI kembali sebagai rumah ideologis yang sehat, terbuka, dan berpihak kepada rakyat!!!
Mari kita satukan langkah dan hentikan kebiasaan mewariskan perpecahan.
Mari kita kembalikan GMNI pada jati dirinya: organisasi mahasiswa nasionalis yang mempersatukan, bukan memisahkan.
Merdeka!!
Penulis: Ferdi Lukas, Alumni GMNI Waingapu.