Marhaenist.id – Jakarta, 6 September 2024 ,Akar Desa Indonesia, sebagai organisasi nasional yang terdiri dari pemuda dan mahasiswa dari berbagai kampus di seluruh Indonesia, terus berupaya memberikan kontribusi dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pedesaan. Dalam upaya menanggulangi dampak perubahan iklim, Akar Desa Indonesia mendorong pengurangan emisi yang dimulai dari wilayah pedesaan.
Akar Desa Indonesia mengangkat tema “Strategi Edukasi dan Partisipasi Masyarakat: Kunci Sukses Net Zero Emission di Desa” dalam peluncuran program Warrior Net Zero Emission, yang bertempat di Gedung Dewan Energi Nasional (DEN). Acara ini menandai dimulainya proses pendaftaran delegasi Warrior Net Zero Emission, yang berlangsung dari Agustus hingga pertengahan September 2024, dengan target utama kegiatan adalah pemuda desa di seluruh Indonesia.
Dalam menghadapi ancaman perubahan iklim, Indonesia tidak boleh mengabaikan desa sebagai wilayah terbesar dibandingkan perkotaan. Ketua Umum Akar Desa Indonesia, Rifqi Nuril Huda, dalam sambutannya menyampaikan, “Terima kasih kepada Sekretariat DEN dan Ibu Dina yang telah memberikan ruang dan waktu bagi generasi muda untuk berdialog di kantor DEN yang luar biasa ini. Ketika berbicara tentang wilayah desa, kita mengacu pada data dari Kementerian Desa PDTT bahwa sekitar 90% terdiri dari desa pemerintahan dan desa adat. Selain itu, berdasarkan data BPS, mayoritas populasi Indonesia adalah generasi muda, dan sebagian besar dari mereka lahir di desa. Ini merupakan sebuah keniscayaan untuk memikirkan skema menjaga dan membangun desa.”
“Kami menggagas Warrior Net Zero Emission sebagai upaya gotong royong dalam berkontribusi terhadap mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pedesaan, demi mewujudkan keadilan iklim bagi masyarakat desa. Salah satu hasil dari kegiatan ini adalah pedoman untuk masyarakat desa berupa peraturan desa berbasis adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, sehingga desa lebih tangguh dalam menghadapi perubahan iklim. Mari kita sukseskan bersama,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Dewan Energi Nasional, Dina Nurul Fitria, dalam pidato utamanya mengatakan, “Alhamdulillah, saya senang melihat di kantor DEN ini berkumpul anak-anak muda dari berbagai kampus dan organisasi kemahasiswaan untuk membahas perubahan iklim yang sudah nyata kita rasakan. DEN sebagai bagian dari pembuat kebijakan sektor energi sangat mendukung program yang digagas Akar Desa Indonesia karena sejalan dengan kebijakan pemerintah. Kami sangat mendorong pencapaian target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai langkah untuk mengurangi emisi karbon yang memicu pemanasan global.”
“Kami juga sampaikan bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) sudah selesai dibahas bersama Komisi VII DPR RI. Kami berharap kolaborasi dan dukungan dari semua pihak agar PP KEN yang baru ini dapat menjadi landasan untuk melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” jelasnya.
Koordinator Nasional PWYP, Aryanto Nugroho, menambahkan, “Desa memang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dibutuhkan aksi nyata dan pendampingan yang serius. Pendekatan dalam menyosialisasikan isu perubahan iklim kepada masyarakat desa berbeda dengan pendekatan di forum nasional atau kampus, sehingga perlu turun langsung ke lapangan. Upaya pembentukan peraturan desa terkait adaptasi perubahan iklim harus didorong dengan landasan keadilan.”
Perwakilan dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Taofik Hidayat, dalam pemaparannya menyampaikan, “Kemendes PDTT saat ini tengah membahas program Aksi Desa Ketahanan Iklim, yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim. Kami juga mendorong desa-desa yang serius dalam mengembangkan ketahanan iklim dengan memberikan insentif tambahan berupa dana desa.”
Sementara itu, Direktur Eksekutif Srikandi Energi Indonesia, Annisa Nuril Deanty, menekankan pentingnya keterlibatan perempuan dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. “Kelompok paling rentan terhadap dampak perubahan iklim adalah perempuan, karena mereka yang paling dekat dengan isu rumah tangga, pangan, dan energi. Oleh karena itu, perempuan harus terlibat aktif dalam proses edukasi, sosialisasi, dan pembuatan kebijakan. Keterlibatan perempuan dalam penyusunan RPJMDes melalui MusrenbangDes harus diatur secara serius,” ujarnya.
Kegiatan ini ditutup dengan kesimpulan bahwa desa adalah unit pemerintahan terkecil yang paling terdampak oleh perubahan iklim. Oleh karena itu, diperlukan upaya serius dalam pembentukan peraturan perundang-undangan setingkat peraturan desa (Perdes) sebagai pedoman bagi masyarakat desa dalam menghadapi perubahan iklim, agar mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakat desa dapat tetap terjaga.
Penulis Ageng | Editor : EZ