Marhaenist.id – Kontestasi pemilihan kepala daerah 2024 yang dilaksanakan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), merupakan momentum lima tahunan untuk menghadirkan kepemimpinan publik di kabupaten yang bertajuk duan lolat tersebut.
Sebagai Kabupaten kepulaun, KKT merupakan kabupaten yang termasuk dalam kategori wilayah Tertinggal, terdepan, dan Terluar (3T). Sebagai kabupaten yang berada di Wilayh 3T, tentunya memiliki masalah sosial yang dialami oleh masyarakat seperti masalah kemiskinan. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku 2023, KKT merupakan Kabupaten termiskin di Provinsi Maluku dengan presentase kemiskinan 23.88 %.
Persoalan kemiskinan merupakan masalah yang multi dimensional yang membutuhkan penyelesaian dari berbagai aspek kehidupan masyarakat tanimbar. Seperti persoalan dasar yang merupakan kebutuhan primer atau kebutuahan dasar masyarakat antara lain aspek pendidikan, dan aspek kesehatan yang dalam implementasinya tidak mengklasifikasi masyarakat dari kelas sosial dan pendekatan politik masyarakat Tanimbar. Dalam pemenuhan kebutuhan primer masyarakat tanimbar seperti kesehatan dan pendidikan akan berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.
Untuk menjawab masalah tanimbar yang sangat kompleksitas, dibutuhkan pemimpin yang memiliki visioner, pemimpin yang adaptif, pemimpin yang sangat mengetahui keinganan rakyatnya, pemimpin yang memiliki integritas untuk melayani masyarakat tanpa mengklasifikasi kelempok kepentingan dan yang paling utama adalah pemimpin yang anti korupsi.
Untuk melahirkan pemimpin yang ideal, pemimpin yang lahir dari keinginan dan kebutuhan publik, dibutuhkan proses demokrasi yang baik melalui pemilihan kepala daerah. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Kepulauan Tanimbar merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan pemimpin daerah yang berasaskan kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat sebagai wujud dari kedaulatan masyarat bukan keinginan politik dari kaum elit.
Masyarakat seharusnya dicerdasarkan melalui program kerja dari masing-masing pasangan calon agar masyarakat memiliki referensi untuk memilih pemimpinnya tanpa intimidasi melalui relasi kuasa, politik uang dan transasi politik lainnya yang berdampak terhadap keterpurukan demokrasi sehingga dapat melahirkan pemimpin yang bebal serta bermetal korup, yang dapat menyengsarakan masyarakat lima tahun kedepan.
Dalam pemilihan Kepala daerah di KKT diharpak berlangsung secara aman dan damai dan selalu mengedepan nilia-nilai demokrasi yang berbasis kultur kedaerahan yaitu duan-lolat yang merupakan local wisdom.***
Penulis: Edoardus Koisin, S.Sos.,M.AP
Dosen Ilmu Administrasi Publik
Universitas Lelemuku Saumlaki, Alumni GMNI Malang.