Marhaenist.id, Balikpapan – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Balikpapan menggelar konsolidasi internal yang merupakan bentuk respon terhadap permasalahan yang yang dialami nelayan Muara Badak buntut dari pencemaran limbah hasil pengeboran RIG GWDC milik PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) yang mengakibatkan kerang dara yang di budidaya nelayan mengalami mati massal.
Diketahui, di Muara Badak sebanyak 299 nelayan menggantungkan kehidupannya pada Budidaya kerang dara, dari hasil budidaya kerang dara nelayan dapat menghasilkan 10 ton kerang dara setiap harinya yang digunakan untuk membangun rumah, menjadi sumber penghidupan, bahkan membiayai pendidikan anak hingga perguruan tinggi.
Namun, limbah yang dibuang perusahaan secara tidak bertanggung jawab tersebut selain mencemari lingkungan juga akhirnya membuat pembudidaya kerang dara mengalami gagal panen dan membuat kerugian yang sangat besar bagi nelayan.
“Pencemaran lingkungan merupakan ancaman serius bagi kelangsungan lingkungan dan kehidupan nelayan lokal apalagi limbahnya dibuang disebarang tempat,” ujar Bung Hiskia, Kamis (13/2/2025).
Sebelumnya nelayan yang tergabung dalam Aliansi Peduli Nelayan Kerang Dara menggelar aksi protes di simpang enam Muara Badak, Rabu (12/2/2025) yang merupakan aksi lanjutan yang mereka lakukan sepekan sebelumnya.
Namun, unjuk rasa tersebut berujung ricuh setelah aparat kepolisian Polres Kota Bontang mengambil tindakan represif membubarkan secara paksa bahkan menggunakan water cannon terhadap massa aksi.
Imbasnya, ada 10 orang yang diamankan oleh Polres Kota Bontang, awalnya ada tujuh pendemo ditangkap namun kemudian tiga orang lainnya ikut diamankan di jalan poros menuju Anggana, Kutai Kartanegara.
Atas hal itu, GMNI Balikpapan menyatakan rasa prihatin yang mendalam terkait penangkapan beberapa nelayan kerang dara oleh Polres Bontang dalam aksi demonstrasi di Muara Badak.
Menurut mereka, aksi yang dilakukan oleh Aliansi Peduli Nelayan Kerang Dara di depan PT PHSS merupakan bentuk protes terhadap dampak buruk yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap mata pencaharian mereka dan tindakan represif yang berupa pembubaran paksa dan penangkapan oleh aparat kepolisian adalah langkah yang tidak tepat dan berlebihan.
Dari itu, GMNI Balikpapan mendesak Polres Bontang untuk segera membebaskan nelayan-nelayan tersebut tanpa syarat.
‘Kami mendesak Polres Bontang untuk membebaskan para nelayan tersebut karena mereka bukanlah penjahat, meraka hanya memperjuangkan kehidupannya,” ujar Bung Faruq perwakilan dari GMNI.
GMNI Balikpapan mendesak Polres Bontang untuk mengutamakan pendekatan yang lebih humanis dalam menyelesaikan masalah ini.
“Saya melihat bahwa pihak Polres Bontang sangat tidak humanis dan terkesan refresif” tegas Bung Faruq.
GMNI Balikpapan juga mengimbau Pemerintah Daerah untuk segera mengambil solusi yang tegas dalam menyikapi permasalahan ini serta memfasilitasi mediasi antara masyarakat atau nelayan kerang dara dengan PT PHSS untuk mencari solusi yang adil dan memperhatikan hak-hak masyarakat serta keberlangsungan lingkungan.
“Kami mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan permasalahan ini,” pungkas Bung Faruq.
Maka dari itu, GMNI Balikpapan menuntut:
1. Mengecam Kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian kepada massa aksi.
2. Mengecam segala bentuk kerusakan lingkungan yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS).
3. Mendesak Pemerintah Daerah untuk segera mengevaluasi Amdal Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS).
4. Mendesak Pemerintah Daerah untuk segera menyelesaikan dampak sosial dan hukum yang dirasakan masyarakat.***
Penulis: Redaksi/Editor: Bung Wadhaar.