By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Marhaenist
Log In
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Onward Issue:
Gelar Konfercab Persatuan, Rifki Pratama dan Andi Supriyanto Resmi Pimpin GMNI Bima
Refleksi Hari Jadi Kabupaten Rohul Ke-26 Tahun, GMNI: Momentum Evaluasi Pembangunan dan Penguatan Nasionalisme Kerakyatan
Heri Purnomo Kembali Terpilih Secara Aklamasi sebagai Ketua PA GMNI Kota Bekasi
Erick Thohir dan Serangkaian Keputusan Aneh
Pertumbuhan Ekonomi Yang Menyisakan Luka Sosial dan Ekologis

Vivere Pericoloso

Ever Onward Never Retreat

Font ResizerAa
MarhaenistMarhaenist
Search
  • Infokini
    • Internasionale
  • Marhaen
    • Marhaenis
    • Marhaenisme
    • Study Marhaenisme
    • Sukarnoisme
  • Indonesiana
    • Kabar PA GMNI
    • Kabar GMNI
  • Kapitalisme
  • Polithinking
  • Insight
    • Bingkai
    • Historical
  • Manifesto
  • Opini
Ikuti Kami
Copyright © 2024 Marhaenist. Pejuang Pemikir. All Rights Reserved.
Opini

Reformasi Disabotase: Ketika TNI dan Polri Ingin Berkuasa Lagi

La Ode Mustawwadhaar
La Ode Mustawwadhaar Diterbitkan : Senin, 7 April 2025 | 16:45 WIB
Bagikan
Waktu Baca 7 Menit
Foto: Albert, Ketua DPC GMNI Malang/MARHAENIST.
Bagikan
iRadio

Marhaenist.id – Reformasi 1998 adalah tonggak sejarah penting dalam demokratisasi Indonesia. Salah satu agenda utamanya adalah restrukturisasi sektor pertahanan dan keamanan melalui penghapusan dwifungsi ABRI, yaitu peran ganda militer di bidang pertahanan dan politik. Sejak saat itu, TNI diposisikan sebagai kekuatan pertahanan negara yang profesional dan tidak berpolitik, sementara Polri diarahkan menjadi institusi sipil yang melayani masyarakat. Namun dua dekade lebih sejak reformasi, cita-cita tersebut kini terancam mundur.

Rencana revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) serta pembahasan Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) menimbulkan kekhawatiran luas di kalangan masyarakat sipil. Alih-alih memperkuat akuntabilitas institusi, dua regulasi ini justru memberi ruang legal bagi ekspansi peran militer dan kepolisian ke dalam ranah sipil—sebuah langkah mundur dari prinsip negara demokratis yang menjunjung supremasi sipil.

TNI dan Ancaman Kembalinya Dwifungsi

Salah satu poin paling kontroversial dalam revisi UU TNI adalah usulan untuk memperluas peran militer dalam jabatan sipil. Dalam naskah akademik revisi UU TNI yang beredar, disebutkan bahwa prajurit aktif bisa ditugaskan di kementerian/lembaga, bahkan perusahaan milik negara (BUMN/BUMD), atas dasar kebutuhan dan penugasan negara.

Padahal, Pasal 47 ayat (2) UU TNI yang berlaku saat ini secara tegas menyatakan bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif. Ketentuan ini merupakan hasil perjuangan panjang reformasi yang bertujuan menjamin netralitas militer serta mencegah terulangnya dominasi militer dalam pemerintahan sipil.

Kekhawatiran publik bukan tanpa alasan. Menurut catatan KontraS, sejak 2020, terdapat kecenderungan peningkatan pelibatan militer aktif dalam jabatan sipil dan proyek strategis nasional, seperti di bidang pangan, infrastruktur, dan penanganan pandemi COVID-19. Legalisasi praktik ini melalui revisi UU hanya akan memperparah tren deprofesionalisasi militer dan membingungkan garis batas sipil-militer.

Baca Juga:   Amerika Serikat Bakal Jadi Raksasa Crypto? Sementara El Salvador Sukses, Indonesia Masih Terjebak di Bursa Saja!

Bahkan Komnas HAM menilai, keterlibatan TNI di luar fungsi pertahanan dapat mempersulit penegakan hukum, terutama ketika terjadi pelanggaran HAM oleh oknum militer. TNI yang tunduk pada peradilan militer kerap luput dari proses akuntabilitas publik yang berlaku dalam sistem hukum umum (Komnas HAM, 2022).

RUU Polri dan Sentralisasi Kekuasaan

Tak kalah mengkhawatirkan, RUU Polri yang tengah digodok DPR mengandung sejumlah pasal yang berpotensi memperbesar kekuasaan institusi Polri tanpa pengawasan yang memadai. Beberapa pasal mengatur perluasan fungsi intelijen kepolisian, termasuk dalam pengumpulan dan pemanfaatan data pribadi masyarakat.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 RUU Polri, kepolisian diberi kewenangan mengakses informasi pribadi warga negara, termasuk data biometrik, data keuangan, dan aktivitas digital, tanpa mekanisme peradilan yang ketat. Dalam konteks negara demokratis, hal ini rawan penyalahgunaan, terutama jika tidak diimbangi oleh lembaga pengawas independen.

RUU Polri juga memberi peluang perpanjangan masa jabatan Kapolri tanpa batasan yang jelas. Hal ini menciptakan ketidakpastian dalam mekanisme regenerasi kepemimpinan, serta membuka ruang intervensi politik dalam proses pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.

Padahal, dalam laporan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), disebutkan bahwa Polri adalah salah satu lembaga negara dengan indeks kepercayaan publik yang fluktuatif. Ketiadaan reformasi struktural yang sungguh-sungguh hanya akan memperdalam kesenjangan antara kepolisian dan masyarakat.

Normalisasi Kekuasaan Aparat dan Ancaman Demokrasi

Kombinasi revisi UU TNI dan RUU Polri menunjukkan arah kebijakan yang konsisten: menguatkan posisi aparatur bersenjata dalam struktur negara, bahkan dalam ruang sipil. Jika ini dibiarkan, Indonesia berpotensi kembali pada pola kekuasaan otoriter, di mana militer dan kepolisian memainkan peran politik secara langsung maupun tidak langsung.

Penguatan aparat dalam ranah sipil, seperti jabatan birokrasi, proyek strategis, hingga urusan data dan privasi warga, menandai kembalinya model pemerintahan yang represif dan tertutup. Demokrasi tidak dapat tumbuh dalam situasi di mana institusi bersenjata tidak tunduk pada pengawasan publik.

Baca Juga:   Merantau Keluar Negeri, Antara Peluang Emas dan Dilema Bangsa

Presiden Joko Widodo pada masa awal pemerintahannya pernah menegaskan bahwa TNI dan Polri adalah alat negara, bukan alat politik kekuasaan. Namun realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya. Banyak pelibatan TNI dalam proyek sipil, pengamanan konflik agraria, bahkan pendekatan represif terhadap aktivis dan masyarakat adat di Papua dan Kalimantan yang justru memperuncing konflik dan memperlemah kepercayaan publik terhadap negara.

*Supremasi Sipil dan Tuntutan Reformasi Sektor Keamanan*
Kembali ke semangat reformasi, supremasi sipil adalah prinsip dasar negara demokrasi. Dalam sistem ini, institusi militer dan kepolisian tunduk kepada otoritas sipil yang dipilih secara demokratis, dan tidak boleh terlibat dalam politik praktis atau mengelola urusan sipil.

Hal ini ditegaskan dalam prinsip Security Sector Reform (SSR) sebagaimana dirumuskan oleh PBB dan lembaga internasional lainnya. SSR mendorong penguatan institusi keamanan negara (militer, kepolisian, intelijen) agar efektif, profesional, dan akuntabel, serta tunduk pada prinsip hukum dan hak asasi manusia.

Di Indonesia, agenda reformasi sektor keamanan masih belum tuntas. Pelibatan aparat dalam konflik agraria, kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan, serta lemahnya transparansi dalam institusi kepolisian adalah indikator bahwa pekerjaan rumah masih besar. Sayangnya, alih-alih memperbaiki institusi melalui reformasi, negara justru hendak menguatkan mereka secara regulatif tanpa kontrol yang seimbang.

Demokrasi Harus Dijaga

Revisi UU TNI dan RUU Polri bukan sekadar isu teknis perundang-undangan. Ini adalah persoalan arah negara. Apakah Indonesia akan menjadi negara demokrasi yang menghormati supremasi sipil, atau kembali ke pola otoriter yang menempatkan aparat sebagai penguasa?

Kita sebagai masyarakat sipil harus bersuara. Jangan diam ketika demokrasi dipreteli secara perlahan melalui regulasi. Kita tidak anti militer, tidak pula memusuhi kepolisian. Tetapi kita percaya, militer dan polisi yang profesional justru akan kuat bila tidak diseret ke politik dan urusan sipil.

Baca Juga:   Mengapa Harus #AdiliJokowi? Analisis Dampak Kebijakan dan Pengelolaan Anggaran yang Menyebabkan Kesengsaraan Rakyat

Kader-kader muda, aktivis, akademisi, dan seluruh elemen masyarakat harus mendorong parlemen dan pemerintah untuk membuka ruang dialog publik, menghentikan pembahasan yang tidak transparan, dan mengembalikan arah reformasi sektor keamanan sesuai semangat demokrasi 1998.

Demokrasi tidak hanya soal pemilu. Demokrasi adalah soal pembatasan kekuasaan. Dan saat ini, kita sedang diuji: apakah berani bersuara, atau justru membiarkan jalan mundur demokrasi terbentang tanpa perlawanan?

Referensi:
Komnas HAM (2022). Laporan Tahunan Komnas HAM RI.

KontraS (2023). Catatan Kritis Pelibatan Militer dalam Ranah Sipil.

ICJR (2023). RUU Polri dan Ancaman terhadap Perlindungan Data Pribadi.

United Nations. Security Sector Reform Integrated Technical Guidance Notes.

Wahid Foundation (2022). Demokrasi dan Supremasi Sipil di Indonesia Pasca-Reformasi.***


Penulis: Albert, Ketua DPC GMNI Malang.

Bagikan Artikel
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link Print

ARTIKEL TERBARU

Gelar Konfercab Persatuan, Rifki Pratama dan Andi Supriyanto Resmi Pimpin GMNI Bima
Senin, 13 Oktober 2025 | 00:21 WIB
Refleksi Hari Jadi Kabupaten Rohul Ke-26 Tahun, GMNI: Momentum Evaluasi Pembangunan dan Penguatan Nasionalisme Kerakyatan
Minggu, 12 Oktober 2025 | 16:32 WIB
Heri Purnomo Kembali Terpilih Secara Aklamasi sebagai Ketua PA GMNI Kota Bekasi
Sabtu, 11 Oktober 2025 | 22:25 WIB
Erick Thohir dan Serangkaian Keputusan Aneh
Sabtu, 11 Oktober 2025 | 21:48 WIB
Pertumbuhan Ekonomi Yang Menyisakan Luka Sosial dan Ekologis
Sabtu, 11 Oktober 2025 | 08:38 WIB

BANYAK DIBACA

Negara Hukum Berwatak Pancasila
Insight
Metodologi KIV: Sebagai Alat Perjuangan GMNI Melawan Tangangan Zaman
Artikel
Presiden Jokowi Resmi Buka Kongres IV Persatuan Alumni GMNI
Kabar PA GMNI
Pembukaan Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Kabar PA GMNI
Buka kongres PA GMNI, Jokowi Ajak Alumni GMNI Jaga Kedaulatan dan Menangkan Kompetisi
Kabar PA GMNI

Lainnya Dari Marhaenist

Kabar PA GMNI

Peduli Warga TPA Sampah Batu Layang, PA GMNI Pontianak Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Marhaenist - Dalam rangka Dies Natalies Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ke-68…

Foto: GMNI Jaksel saat Melaporkan Dugaan Skandal Korupsi PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk/MARHAENIST
Kabar GMNI

GMNI Jaksel Tuntut Polri Usut Tuntas Skandal Mobil Mewah 5 Direksi PT ATPI

Marhaenist.id, Jakarta - Bobrok pengelolaan BUMN kembali terbongkar! Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia…

Artikel

Kapitalisme Menurut Karl Marx, Che Guevara, dan Bung Karno

Marhaenist.id - Dari penelusuran Asisten IA, yakni Miscrosoft Copilot, Kapitalisme adalah sistem…

Kabar PA GMNI

Mari Mengenal PA GMNI sebagai Satu-Satunya Organisasi Alumni yang di Akui dan Ada di Indonesia!

Marhaenist.id - Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) adalah organisasi…

Polithinking

Masa Tenang, Ganjar Pilih Kulineran di Semarang

Marhaenist.id, Semarang - Di masa tenang, Ganjar Pranowo makan malam bersama Cak…

Kabar GMNI

DPC GMNI Binjai Soroti Dugaan Mark Up Dana Rutin di Dinas Kesehatan Kota

Marhaenist.id, Binjai - Kasus dugaan pemotongan dana rutin yang mencuat dibeberapa Organisasi…

Kabar GMNIOpini

Papua Bukan Tanah Kosong!

Marhaenist.id - Sebagai Sekretaris Kaderisasi DPC GMNI Kota Sorong! Menurut bapak menteri…

Infokini

Rudi Tanjung: Bangkitkan Kaum Intelektual, Kokohkan Pancasila di Bumi Nusantara

Marhaenist.id, Selatpanjang – Dalam upaya memperkuat nilai-nilai Pancasila di wilayah perbatasan NKRI,…

Kabar GMNIOpini

Api Perjuangan Marhaenisme: Merayakan 70 Tahun GMNI dalam Mempertahankan Kesejahteraan Kaum Marhaen

Marhaenist.id - Dalam memperingati Dies Natalis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang…

Tampilkan Lebih Banyak
  • Infokini
  • Indonesiana
  • Historical
  • Insight
  • Kabar PA GMNI
  • Kabar GMNI
  • Bingkai
  • Kapitalisme
  • Internasionale
  • Marhaen
  • Marhaenis
  • Marhaenisme
  • Manifesto
  • Opini
  • Polithinking
  • Study Marhaenisme
  • Sukarnoisme
Marhaenist

Ever Onward Never Retreat

  • Kontak
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • ▪️ Kirim Artikel
  • ▪️ Format

Vivere Pericoloso

Ikuti Kami

Copyright © 2025 Marhaenist. Ever Onward Never Retreat. All Rights Reserved.

Marhaenist
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?